Tofacitinib merupakan imunomodulator terbaru yang bekerja sebagai penghambat janus kinase (JAK). Tofacitinib terbukti menghambat JAK 1, 2, dan 3 secara in vitro serta bekerja lebih spesifik pada JAK 1 dan 3 daripada JAK 2. Baik secara langsung ataupun tidak langsung, tofacitinib bekerja dengan memodulasi sinyal sitokin proinflamasi, termasuk interleukin (IL)-2, IL-4, IL-7, IL-9, IL-15, dan IL-21, yang menghasilkan
efek terhadap sistem imun dan mekanisme peradangan.
Tofacitinib tersedia dalam sediaan oral maupun topikal (untuk indikasi psoriasis). Hal ini merupakan salah satu keunggulan tofacitinib dibanding agen biologis lain yang umumnya tersedia dalam sediaan injeksi. Dalam uji klinis fase 3, pemberian tofacitinib oral pada pasien dewasa dengan rheumatoid arthritis (RA) derajat sedang-berat yang tidak responsif terhadap DMARDs (Disease Modifying Antirheumatic Drugs) yang lain menujukkan efikasi yang sangat baik selama 6 bulan terapi. Hal ini disampaikan oleh oleh Joel Kremer dari Fakultas Kedokteran Albany, New York. Lebih lanjut, dikatakan bahwa pemberian tofacitinib mulai menunjukkan manfaatnya setelah 2 minggu perawatan.
Hasil penelitian ini disampaikan dalam kongres EULAR 2011 (European League Against Rheumatism) di London. Sebanyak 792 pasien secara acak diberi tofacitinib 5 mg atau 10 mg 2 kali/hari atau plasebo, yang ditambahkan pada terapi awal dengan DMARDs konvensional, termasuk
methotrexate. Pada bulan ke-3, semua pasien kelompok plasebo yang tidak responsif secara klinis diberi tofacitinib 5 atau 10 mg, menggantikan plasebo. Pada bulan ke-6, semua pasien yang masih diberi plasebo, diganti dengan tofacitinib 5 atau 10 mg. Total waktu perawatan pasien adalah 12 bulan.
Pada bulan ke-6, sebanyak 58,3% pasien pada kelompok tofacitinib 10 mg, 52,7% pada kelompok tofacitinib 5 mg, dan 31,2% pada kelompok plasebo memperoleh perbaikan minimal 20% pada kriteria
American College of Rheumatology (ACR20). Perbedaan pada kelompok tofacitinib dan plasebo secara statistik sangat bermakna (p <0,0001 untuk kelompok tofacitinib 5 dan 10 mg vs plasebo). Sebagai tambahan, sebanyak 36,6% pada kelompok tofacitinib 10 mg, 33,8% pada kelompok tofacitinib 5 mg, dan 12,7% pada kelompok plasebo mencapai paling tidak ACR50, dengan perbedaan sangat bermakna (p <0,0001 untuk kelompok tofacitinib 5 dan 10 mg).
Pada bulan ke-6, fungsi fisik juga membaik secara bermakna pada kedua kelompok tofacitinib, berdasarkan Health Assessment Questionnaire–Disease Index. Insidens efek samping yang dilaporkan pada bulan ke-3 dan ke-6 kurang lebih sebanding antara kelompok tofacitinib dan kelompok plasebo.
Kebanyakan efek samping bersifat ringan, dan yang paling sering dilaporkan adalah infeksi. Infeksi serius terjadi pada 2 pasien kelompok tofacitinib 5 mg, 4 pasien kelompok tofacitinib 10 mg, dan 2 pasien kelompok plasebo yang kemudian pindah ke kelompok tofacitinib 5 atau 10 mg. Peningkatan
kadar enzim hati dilaporkan terjadi pada bulan ke-3 pada 29% pasien yang diberi tofacitinib, tetapi tidak ada peningkatan lebih lanjut. Empat kematian dilaporkan, tiga di antaranya tidak terkait obat. Satu kematian pada pria berusia 58 tahun, diduga akibat gagal napas dan disinyalir terkait dengan obat. Berkenaan dengan mortalitas, Paul Emery, dari rumah sakit pendidikan di Leeds, Inggris, mengatakan bahwa angka kematian terkait dengan penggunaan DMARDs diperkirakan sebesar 22/1000 pasien per tahun.
Simpulannya, uji klinis ini menunjukkan bahwa tofacitinib merupakan agen biologis terbaru dengan efikasi yang tinggi serta profil keamanan yang cukup baik (dibanding DMARDs lainnya) untuk RA. (AGN)
REFERENSI
http://adf.ly/5KdUl