tag:blogger.com,1999:blog-26792886256050359902024-02-29T09:27:41.451+07:00Seputar KedokteranBlog yang membahas seluk beluk dunia kedokteranAdminhttp://www.blogger.com/profile/05546854561394253581noreply@blogger.comBlogger475125tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-6227566421880544942015-05-31T17:04:00.000+07:002015-05-31T17:04:11.653+07:00Download Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) 2015 <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b><a href="http://adf.ly/1I6h7R">Download</a></b></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-86849787085119607202014-09-01T10:56:00.000+07:002014-09-01T10:56:36.764+07:00Download Ebook Rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di indonesia 2013-2015<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Bagi anda yang membutuhkan Ebook Rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di indonesia 2013-2015 silahkan:<br />
<br />
<b><a href="http://adf.ly/reF1v" target="_blank">Download</a></b><br />
<br />
Semoga berguna</div>
Adminhttp://www.blogger.com/profile/05546854561394253581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-4518859150065587172014-09-01T10:32:00.000+07:002014-09-01T10:32:39.774+07:00Download Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<span style="text-align: left;">Bagi anda yang membutuhkan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, silahkan download:</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDCYbG3GWtL1u00xE0r-wItDSJNzlD_j8XsmMPGinZ686VRjtjfouPDiCRsm_xRN3bcnXxM5wX0_VoQUY_ZoxnBRuK2oPAdmmP0rtwvHbC3UOnPtfDjpa72jpFBgM6eZW8J0j4BddloDU/s1600/bukusaku.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDCYbG3GWtL1u00xE0r-wItDSJNzlD_j8XsmMPGinZ686VRjtjfouPDiCRsm_xRN3bcnXxM5wX0_VoQUY_ZoxnBRuK2oPAdmmP0rtwvHbC3UOnPtfDjpa72jpFBgM6eZW8J0j4BddloDU/s1600/bukusaku.png" height="400" width="296" /></a></div>
<br /><a href="http://adf.ly/reDEW" target="_blank">Download</a><br />
<br />
Semoga berguna</div>
Adminhttp://www.blogger.com/profile/05546854561394253581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-19517043711677166862014-06-24T12:52:00.002+07:002014-06-24T13:02:05.286+07:00 Tuberkulosis (TB) Paru<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
No ICPC II : A70 Tuberculosis</div>
<div style="text-align: justify;">
No ICD X : A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and histologically</div>
<div style="text-align: justify;">
confirmed</div>
<div style="text-align: justify;">
Tingkat Kemampuan: 4A</div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah Kesehatan</div>
<div style="text-align: justify;">
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hasil Anamnesis (Subjective)</div>
<div style="text-align: justify;">
Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak ≥ 2 minggu. Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai sesak napas, nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari 1 bulan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)</div>
<div style="text-align: justify;">
Pemeriksaan Fisik</div>
<div style="text-align: justify;">
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5). Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tergantung luas lesi dan kondisi</div>
<div style="text-align: justify;">
pasien.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemeriksaan Penunjang</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu.</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak.</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.</div>
<div style="text-align: justify;">
f. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Penegakan Diagnosis (Assessment)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Diagnosis pasti TB</div>
<div style="text-align: justify;">
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kriteria Diagnosis</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)</div>
<div style="text-align: justify;">
Standar Diagnosis</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah spesimen pagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa mikrobiologi dahak.</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan kriteria berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks sesuai TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
e. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe</div>
<div style="text-align: justify;">
mediastinal atau hilar) pada anak:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Foto toraks sesuai gambaran TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72</div>
<div style="text-align: justify;">
jam).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Diagnosis TB pada anak:</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
Gejala sistemik/umum TB pada anak:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Masalah Berat Badan (BB):</div>
<div style="text-align: justify;">
1. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau</div>
<div style="text-align: justify;">
2. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik; atau</div>
<div style="text-align: justify;">
3. BB tidak naik dengan adekuat.</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan;</div>
<div style="text-align: justify;">
f. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak. Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-diagnosis maupun over-diagnosis.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxhYFszLWmNolUNZ2Eij9fa_y128V5amHTvmeh_EU5eKKMjde2__-6eMzoAXpHI4cy-l_3QjW_SDMesj7vaVnnkkySBHGwJ3zbVa-JkM1ONe-AM6cbODQkKhUm81SQnDtQ_4KZXZ9SxAM/s1600/skoring+tb.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxhYFszLWmNolUNZ2Eij9fa_y128V5amHTvmeh_EU5eKKMjde2__-6eMzoAXpHI4cy-l_3QjW_SDMesj7vaVnnkkySBHGwJ3zbVa-JkM1ONe-AM6cbODQkKhUm81SQnDtQ_4KZXZ9SxAM/s1600/skoring+tb.png" height="521" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita<br />
<br />
Catatan:<br />
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.<br />
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas<br />
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.<br />
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.<br />
<br />
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.<br />
Komplikasi<br />
a. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.<br />
b. TB ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.<br />
c. Kor Pulmonal<br />
<br />
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)<br />
Penatalaksanaan<br />
Tujuan pengobatan<br />
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.<br />
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.<br />
c. Mencegah kekambuhan TB.<br />
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.<br />
e. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.<br />
<br />
Prinsip-prinsip terapi<br />
a. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai.<br />
b. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC (Tabel 2).<br />
1. Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.<br />
2. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin<br />
3. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh74Jl5ZeEPzqNjfDGnxiuR_T3_eD-NyvMDKw6vdHofk3D99fo9ckQt-nTanU-gAtTYA5HV1TxNosFAuxaI0YRKXh-yIS8iCS0iSIEP3DaXv3CP1UiXrKo1QkEateI-mZgVx1BWv-QTluk/s1600/dosis.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh74Jl5ZeEPzqNjfDGnxiuR_T3_eD-NyvMDKw6vdHofk3D99fo9ckQt-nTanU-gAtTYA5HV1TxNosFAuxaI0YRKXh-yIS8iCS0iSIEP3DaXv3CP1UiXrKo1QkEateI-mZgVx1BWv-QTluk/s1600/dosis.png" height="180" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-72969415329347585432014-06-24T12:03:00.002+07:002014-06-24T12:03:17.285+07:00Kategori Prognosis<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kategori prognosis sebagai berikut :<br />
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.<br />
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.<br />
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.<br />
<br />
Prognosis digolongkan sebagai berikut:<br />
1. Sanam : sembuh<br />
2. Bonam : baik<br />
3. Malam : buruk/jelek<br />
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu<br />
• Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik<br />
• Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek<br />
<br />
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-77010141381523276952014-06-24T11:17:00.000+07:002014-06-24T11:17:30.778+07:00Download Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 5 Tahun 2014<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Bagi anda yang membutuhkan Permenkes No. 5 Tahun 2014 silahkan download<br />
<br />
<b><a href="http://adf.ly/poov7">Download</a></b><br />
<br />
Semoga bermanfaat</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-82033099084667480222014-06-19T18:53:00.001+07:002014-06-20T09:04:27.606+07:00Sirkumisi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sirkumsisi adalah:<br />
<br />
Kontraindikasi:<br />
Absolut/ Mutlak<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Hypospadia</li>
</ul>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEJ9jvJTyR0R7i8_tEbwafobeuFvgYDXAL-vjMyVxR9SnxAp_G6raKNIp1PqhtRENfSac0PevMEfajrF7G_DObXQHPUtCiMJSYfv3kL0m8n5bIcKm2ciezemJjZ8JimScJ8ddUT3W3Wfg/s1600/hypospadia.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEJ9jvJTyR0R7i8_tEbwafobeuFvgYDXAL-vjMyVxR9SnxAp_G6raKNIp1PqhtRENfSac0PevMEfajrF7G_DObXQHPUtCiMJSYfv3kL0m8n5bIcKm2ciezemJjZ8JimScJ8ddUT3W3Wfg/s1600/hypospadia.jpg" height="202" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Epispadia</li>
</ul>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghFCjJ6Pvwe0tVmRViFyvXHDJp_jtSLFLpd_9O1VQwdvc3m4PpEbDTpoPFYZUZHslcJtiNgdP9uHrFWvHLMd7qwFkwxL29NRe_arxGw2ppQB8uJM90DvSLGrcxlpeDvDYPBxI8Ckw0SPc/s1600/epispadia.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghFCjJ6Pvwe0tVmRViFyvXHDJp_jtSLFLpd_9O1VQwdvc3m4PpEbDTpoPFYZUZHslcJtiNgdP9uHrFWvHLMd7qwFkwxL29NRe_arxGw2ppQB8uJM90DvSLGrcxlpeDvDYPBxI8Ckw0SPc/s1600/epispadia.jpg" height="298" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Kelainan hemostasis</li>
</ul>
<br />
<br />
<br />
<b>Peralatan:</b><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Troli</li>
<li>Korentang dan wadahnya</li>
<li>Kom kecil 2 buah untuk tempat betadin dan alkohol</li>
<li>Tempat sampah</li>
<li>Bed</li>
<li>Bantal</li>
<li>Klem sirkumsisi</li>
<li>Listrik + gulungan kabel</li>
<li>Elektrokauter</li>
</ul>
<br />
<br />
<b>Bahan operasi:</b><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Benang catgut</li>
<li>Kassa steril</li>
<li>Duk bolong</li>
<li>Plester</li>
<li>Lidocain</li>
<li>Kapas</li>
<li>Povidin Iodin</li>
<li>Alkohol</li>
<li>Handscoen steril</li>
<li>Spuit 3 cc</li>
<li>Needle No 27</li>
<li>Hypavx SDS (Surgical Dressing Strip)</li>
<li>Epinephrin</li>
<li>Dexa</li>
</ul>
<br />
<br />
<br />
Informed consent: Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan<br />
<br />
Rekam medis:<br />
<br />
Prakhitan:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Hypospadia/ epispadia</li>
<li>Kelainan hemostatsis</li>
<li>DM</li>
<li>Riwayat penyakit lainnya</li>
<li>Riwayat penyakit menular</li>
<li>Riwayat alergi obat</li>
</ul>
<br />
<br />
Riwayat perdarahan<br />
<br />
Pemeriksaan fisik:<br />
Hypospadia:<br />
<br />
Langkah-langkah khitan:<br />
<b>1. Tindakan aseptik</b><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Pegang dan tarik sedikit ujung preputium dengan kasa steril oleh tangan kiri</li>
<li>Usapkan povidin iodin keseluruh permukaan penis dan daerah sekitarnya dengan tangan kanan secara melingkar dari dalam ke luar</li>
<li>Dengan cara yang sama usapkan juga alkohol</li>
<li>Tutup lapangan operasi dengan duk bolong</li>
</ul>
<br />
<br />
<br />
<b>2. Anastesi</b><br />
Dengan menggunakan metode blok, caranya:<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Identifikasi pangkal penis, simfisis os pubis</li>
<li>Suntikan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis dibawah simfisis os pubis sampai menembus fascia buch, tanda-tanda jarum telah menembus fascia buch:</li>
</ul>
<br />
a. Sensasi seperti menembus kertas<br />
b. Jika jarum ditarik ke atas batang penis sedikit terangkat<br />
c. Bila obat disuntikan tidak terjadi edema<br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Aspirasi, jika tidak ada darah masukan obat anastesi sekitar 1 cc</li>
<li>Jarum dicabut sedikit, miringkan jarum sekitar 30 derajat kearah kanan, tusukan lagi sedikit, aspirasi, masukan obat sekitar 1-2 cc</li>
<li>Jarum dicabut sedikit, miringkan sekitar 30 derajat ke arah kiri, tusukan lagi sedikit, aspirasi, masukan obat sekitar 1-2 cc</li>
<li>Masase daerah pangkal penis dan ujilah dengan menjepit kulit preputium</li>
<li>Jika pada aspirasi terdapat darah jarum dapat dimasukan lagi atau dicabut sedkit sampai tidak ada darah</li>
</ul>
<br />
<br />
<b>3. Pembebasan perlengketan preputium dengan gland penis</b><br />
a. Teknik Klem<br />
Menarik preputium ke arah proksimal sehingga tampak perlengketanya, kemudian klem dibuka sambil didorong dan ditekan ke arah perlengkatan. Cara ini dilakukan berulang-ulang ke arah proksimal dan ke lateral sampai terlihat sulkus corona glandis dan terlihat pangkal mukosa preputium disekeliling sulkus corona glands penis.<br />
<br />
b. Teknik kasa<br />
<div style="text-align: justify;">
Teknik ini dengan menggunakan kasa steril. Caranya hampir sama yaitu menarik preputium dengan tangan kiri ke arah proksimal sampai teregang sehingga terlihat daerah perlengketan. tangan kanan memegang kasa untuk membebaskan perlengketan. Kemudian daerah perlengketan ditekan dengan kassa dan didorong kearah proksimal sehingga perlengketan lepas sedikit demi sedikit . Hal ini dilakukan berulang-ulang ke sekeliling perlengketan pada gland penis. </div>
<br />
<br />
<b>4. Pembersihan smegma</b><br />
Dengan menggunakan kassa yang ditekan dan didorong, jika smegma sulit bisa dengan menggunakan kassa yang dioles povidin iodin.<br />
<br />
<b>5. Insisi</b><br />
<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Metode klasik:</li>
<li>Tandai batas insisi</li>
<li>Pasang klem di jam 12 dan jam 6 tarik ke distal sampai meregang (oleh asisten)</li>
<li>Urutlah glands se proxsimal mungkin dan fisasi glands dengan tangan kiri</li>
<li>Jepitkan koher tepat pada batas insisi yang telah dibuat dengan arah melintang miring (sekitar 40 derajat) antara jam 12 dan jam 6 ( jam 6 lebih distal)</li>
<li>Pastikan glands tidak terjepit dengan ara mengurutnya ke proksimal dan coba digoyangkan (glans goyang jika tidak terjepit)</li>
<li>Potong preputium diatas kocher dengan bisturi/ cauter</li>
<li>Lepaskan kocher dan munculkan kembali glands</li>
<li>Rapikan sayatan dengan gunting terutama jika mukosa masih panjang</li>
</ul>
<br />
<b>6. Hemostasis</b><br />
Cari sumber perdarahan, klo ada bisa diligasi dengan hecting<br />
<br />
<b>7. Hecting</b><br />
Hecting di jam 6 simpul 8, jam 12, jam 9 dan jam 3 jahit satu2<br />
<br />
<b>8. Pembalutan</b><br />
Dibalut dengan sofratul lalu pake kassa steril<br />
<br />
<br />
Perawatan pasca khitan:<br />
Anak jangan terlalu aktif<br />
Jangan terkena debu atau kotoran lain<br />
Jangan basah<br />
Kontrol kalau ada keluhan komplikasi<br />
Kontrol hari ketiga<br />
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-22545798270532469712014-06-03T13:56:00.002+07:002014-06-03T13:56:16.174+07:00Materi Pelatihan Metode Operasi Pria (Vasektomi) Hotel Arwiga 2 Juni 2014<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Berikut ini materi dari hasil pelatihan Metode Operasi Pria (Vasektomi) Hotel Arwiga 2 Juni 2014<br />
<br />
<br />
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="356" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/35417799" style="border-width: 1px 1px 0; border: 1px solid #CCC; margin-bottom: 5px; max-width: 100%;" width="427"> </iframe> <br />
<div style="margin-bottom: 5px;">
<strong><a href="https://www.slideshare.net/patenpisan/6-perawatan-pasca-vasektomi" target="_blank" title="6. perawatan pasca vasektomi">perawatan pasca vasektomi</a></strong></div>
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="356" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/35417797" style="border-width: 1px 1px 0; border: 1px solid #CCC; margin-bottom: 5px; max-width: 100%;" width="427"> </iframe> <br />
<div style="margin-bottom: 5px;">
<strong> <a href="https://www.slideshare.net/patenpisan/5-anestesi-analgesi-vasektomi" target="_blank" title="5. anestesi analgesi vasektomi">5. anestesi analgesi vasektomi</a> </strong></div>
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="356" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/35417768" style="border-width: 1px 1px 0; border: 1px solid #CCC; margin-bottom: 5px; max-width: 100%;" width="427"> </iframe> <br />
<div style="margin-bottom: 5px;">
<strong> <a href="https://www.slideshare.net/patenpisan/4-asepsis-antisepsis-vasektomi" target="_blank" title="4. asepsis antisepsis vasektomi">4. asepsis antisepsis vasektomi</a> </strong></div>
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="356" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/35417759" style="border-width: 1px 1px 0; border: 1px solid #CCC; margin-bottom: 5px; max-width: 100%;" width="427"> </iframe> <br />
<div style="margin-bottom: 5px;">
<strong> <a href="https://www.slideshare.net/patenpisan/2-anatomi-dan-fisiologi-gen-pria-vasectomy140709" target="_blank" title="2. anatomi dan fisiologi gen pria (vasectomy)140709">2. anatomi dan fisiologi gen pria (vasectomy)</a></strong></div>
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="356" marginheight="0" marginwidth="0" scrolling="no" src="http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/35417749" style="border-width: 1px 1px 0; border: 1px solid #CCC; margin-bottom: 5px; max-width: 100%;" width="427"> </iframe> <br />
<div style="margin-bottom: 5px;">
<strong> <a href="https://www.slideshare.net/patenpisan/7-tindakan-vasektomi" target="_blank" title="7. tindakan vasektomi">7. tindakan vasektomi</a> </strong></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-15789199026699711392014-06-01T18:34:00.001+07:002014-06-01T18:34:08.344+07:00Metode Operasi Pria<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center">
<span style="color: #800040; font-size: x-large;"><b>Vasektomi</b></span><span style="font-size: x-large;"></span></div>
<span style="color: #800040; font-size: medium;"><b>Cara Kerja</b></span><span style="color: #800040;"><b>.</b> </span><br /><span style="color: #000099;"><br />Vasektomi merupakan operasi kecil dan merupakan operasi yang lebih ringan dari pada sunat/khitanan pada pria. Bekas operasi hanya berupa satu luka di tengah atau luka kecil di kanan kiri kantong zakar (kantung buah pelir) atau scrotum. Vasektomi berguna untuk menghalangi transport spermatozoa (sel mani) di pipa-pipa sel mani pria (saluran mani pria).</span><br />
<span style="color: #800040; font-size: medium;"><b>Keuntungan</b> </span><br /><br /><span style="color: #000099;">- Tidak ada mortalitas (kematian)</span><br /><span style="color: #000099;">- Morbiditas (akibat sakit) kecil sekali.</span><br /><span style="color: #000099;">- Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.</span><br /><span style="color: #000099;">- Dilakukan anaestesi lokal.</span><br /><span style="color: #000099;">- Ada kepastian bahwa cara ini efektip (kemungkinan gagal tidak ada) karena dapat dichek</span><br /><span style="color: #000099;"> kepastian di Laboratorium.</span><br /><span style="color: #000099;">- Tidak mengganggu hubungan sex selanjutnya dan juga jumlah cairan yang dikeluarkan oleh suami</span><br /><span style="color: #000099;"> waktu bersanggama tidak berubah.</span><br /><span style="color: #000099;">- Tidak banyak memerlukan biaya. Yang penting adalah persetujuan dari istri.</span><br />
<span style="color: #800040; font-size: medium;"><b>Kelemahan.</b></span><span style="color: #800040;"> </span><br /><br /><span style="color: #000099;">- Harus dilakukan pembedahan.</span><br /><span style="color: #000099;">- Masih dimungkinkan ada komplikasi ringan.</span><br /><span style="color: #000099;">- Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan steril permanen, pada vasektomi masih</span><br /><span style="color: #000099;"> harus menunggu beberapa hari, minggu atau bulanan sampai sel mani menjadi negatif.</span><br /><span style="color: #000099;">- Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak lagi.</span><br />
<span style="color: #800040; font-size: medium;"><b>Syarat-syarat menjadi akseptor.</b></span><span style="font-size: medium;"></span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-family: 'Times New Roman'; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-indent: 0px; text-transform: none; widows: auto; width: 100%px; word-spacing: 0px;"><tbody>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Harus secara sukarela.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Mendapat persetujuan istri.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Jumlah anak cukup.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Mengetahui akibat-akibat vasektomi.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Umur calon tidak kurang dari 30 tahun</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Umur istri tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Pasangan suami-istri telah mempunyai anak minimal dua orang, dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas dua tahun.</span></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="color: #800040; font-size: medium;"><b>Kontra - Indikasi.</b></span><span style="color: #800040;"></span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-family: 'Times New Roman'; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-indent: 0px; text-transform: none; widows: auto; width: 100%px; word-spacing: 0px;"><tbody>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Apabila ada peradangan kulit disekitar scrotum harus disembuhkan dulu.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Apabila menderita hernia.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Apabila menderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Apabila menderita kelainan mekanisme pembekuan darah.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Apabila keadaan kejiawaan tidak stabil.</span></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="color: #800040; font-size: medium;"><b>Tata cara pelayanan Vasektomi.</b></span><br /><br /><span style="color: #000099;">a) Pra Operasi</span><br /><span style="color: #000099;"> Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi dll yang diperlukan untuk</span><br /><span style="color: #000099;"> kepentingan calon akseptor. Jika ditemukan keadaan yang merupakan kontraindikasi atau</span><br /><span style="color: #000099;"> kemungkinan menyebabkan adanya penyulit atau dampak samping lain, pelayanan kontrasepsi</span><br /><span style="color: #000099;"> mantap harus ditunda.</span><br /><span style="color: #000099;">b) Tahap Operasi.</span><br /><span style="color: #000099;"> Dikenal 3 macam tehnik vasektomi, yaitu vasektomi konvensional (dengan pisau),vasektomi</span><br /><span style="color: #000099;"> tanpa pisau dan vas oklusi.</span><br /><span style="color: #000099;">c) Tahap pasca operasi.</span><br />
<span style="color: #800040;"><b>Akseptor diminta untuk istirahat sebelum dibenarkan pulang. Kemudian harus diberikan nasehat al. </b></span><span style="color: #000099;"><b>:</b></span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-family: 'Times New Roman'; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-indent: 0px; text-transform: none; widows: auto; width: 100%px; word-spacing: 0px;"><tbody>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Istirahat selama 1 s/d 2 hari.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">menjaga luka bekas operasi jangan basah dan kotor.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">memakan obat sesuai dengan petunjuk.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">datang kembali ke klinik 1 minggu kemudian untuk pemeriksaan.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">tidak boleh bercampur dengan istri tanpa menggunakan alat kontrasepsi, seperti misalnya kondom, paling tidak 15 kali sanggama atau dalam waktu 3 bulan setelah operasi.</span></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="color: #000099;">Pada umumnya apabila tindakan medis kontap pria dilakukan secara benar, keberhasilannya amat tinggi yakni sebesar 99%. Artinya 99 dari 100 persen vasektomi terjamin untuk tidak mempunyai keturunan lagi. Adanya kegagalan dimungkinkan karena rekanalisasi spontan.</span><br />
<span style="color: #800040;"><b>Vasektomi dianggap gagal bila :</b> </span><br /><span style="color: #000099;">1. Pada analisa sperma setelah 3 bulan pasca vasektomi atau setelah 10 - 15 kali ejakulasi masih</span><br /><span style="color: #000099;"> dijumpai spermatozoa.</span><br /><span style="color: #000099;">2. Istri (pasangan) hamil.</span><br />
<span style="color: #800040;"><b>Keluhan dan penyulit yang mungkin terjadi.</b> </span><br /><span style="color: #000099;">Apabila operasi dilakukan dengan baik dan benar, jarng ditemukan keluhan ataupun penyulit yang berarti. Karena tingkat pemahaman masyarakat memang ditemukan beberapa keluhan yang apabila diteliti secara mendalam tidak ada hubungannya dengan tindakan vasektomi, misalnya :</span><br /><span style="color: #000099;">1) Impotensi.</span><br /><span style="color: #000099;"> Dari pelbagai penelitian telah dibuktikan bahwa vasektomi tidak menimbulkan impotensi. Malah</span><br /><span style="color: #000099;"> pada beberapa pasangan, sering ditemukan hasrat birahi ini malah makin bertambah setelah</span><br /><span style="color: #000099;"> vasektomi.</span><br /><span style="color: #000099;">2) Gemuk.</span><br /><span style="color: #000099;"> Pelbagai penelitian membuktikan pula bahwa tidak benar karena vasektomi akseptor akan</span><br /><span style="color: #000099;"> bertambah gemuk. Vasektomi tidak sama dengan kebiri, dan karena itu tidak terjadi perubahan</span><br /><span style="color: #000099;"> hormonal.</span><br /><span style="color: #800040;"><b>Pada keadaan tertentu kadang-kadang memang ditemukan beberapa penyulit al.</b></span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-family: 'Times New Roman'; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-indent: 0px; text-transform: none; widows: auto; width: 100%px; word-spacing: 0px;"><tbody>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Timbul rasa nyeri.</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">Infeksi/abses pada bekas luka</span></span></td></tr>
<tr><td valign="baseline" width="42"><img height="20" hspace="11" src="http://www.bkkbn-jatim.go.id/_themes/global/globul1d.gif" width="20" /></td><td valign="top" width="100%"><span style="font-family: arial, helvetica;"><span style="color: #000099;">hematoma, yakni membengkaknya kantung biji zakar karena perdarahan.</span></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="color: #510000; font-family: arial, helvetica;"></span><span style="color: #510000; font-family: arial, helvetica;"></span><span style="color: #510000; font-family: arial, helvetica;"></span><span style="color: #510000; font-family: arial, helvetica;"></span><span style="color: #510000; font-family: arial, helvetica;"></span><br />
<br /> <br /> </div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-11980230499511592172013-09-30T09:57:00.001+07:002013-09-30T09:57:44.962+07:00Gabapentin Bermanfaat untuk Batuk Kronik Persisten<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Batuk kronik adalah batuk yang didefinisikan sebagai batuk yang menetap lebih dari 2 bulan (8 minggu). Batuk ini merupakan suatu symptom yang kompleks, yang dapat ditangani oleh minimal 4 jenis spesialis yang berbeda, seperti spesialis pulmunologi, alergi dan imunologi, digestive health and THT. Melihat hal ini, tentu saja batuk yang lama dan persisten ini tentunya akan sangat menganggu kehidupan pasien sehari-hari. Baik itu kehidupan kerja, sosial dan bermasyarakatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada beberapa teori yang diduga dapat menyebabkan terjadinya batuk yang berkepanjangan ini, salah satu diantaranya adalah adanya teori yang mengatakan bahwa batuk kronik ini dipicu karena adanya neuropati laringeal. Salah satu karakteristik yang penting dari neuralgia adalah adanya kemunculan dari fenomena penyebab atau penurunan ambang batas dari provokasi. Banyak yang menspekulasikan bahwa manifestasi dari neuralgia pada saraf laringeal atas adalah adalah munculnya sensasi yang mendadak dan berlebihan, yang walaupun tidak menyakitkan dapat menyebabkan munculnya batuk atau keinginan untuk batuk yang tidak terkendali. Salah satu pengobatan yang dapat digunakan, terutama untuk mengatasi batuk kronik terkait masalah neuropati adalah obat agonis dari GABA (gamma amino butyric acid).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhir-akhir ini telah dilakukan suatu penelitian yang mencoba meneliti keefektifitasan dari gabapentin dalam terapi batuk kronik yang persisten, Seperti yang telah diketahui sebelumnya, gabapentin adalah kelompok obat antikonvulsan yang bekerja pada subunit alfa-2 delta dari kanal kalsium. Obat ini akhir-akhir ini sering digunakan untuk mengatasi nyeri neuropati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian tersebut dilakukan oleh Ryan dan kawan-kawan. Penelitian ini dilakukan dengan desain acak, tersamar ganda dengan control plasebo. Penelitian ini melibatkan 62 pasien rawat jalan di Australia. Dimana pasein tersut dipilih dari pasien dengan batuk krinik yang persisten (> 8 minggu), tanpa adanya penyakit pernafasan yang aktif atau infeksi pernafasan. Penelitian dilakukan selama 10 minggu. Pasien dibagi menjadi dua kelompok, 32 orang mendapatkan gabapentin dengan dosis toleransi maksimal hingga 1800 mg, sedangkan sisanya mendapat plasebo. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa gabapentin secara signifikan dapat memperbaiki batuk dan kualitas hidup yang spesifik yang dipengaruhi oleh batuk tersebut bila dibandingkan dengan plasebo (p=0,004). Sedangkan efek samping yang paling sering timbul pada kelompok gabapentin adalah nausea dan lelah pada 3,1 % pasien.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pengobatan batuk kronik persisten dengan gabapentin terbukti efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Hasil yang positif dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa sensitisasi reflek sentral adalah mekanisme yang relevan untuk batuk kronik yang persisten. (YJF)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Pacheco A, Cobeta I, Wagner C. Refractory chronic cough: new perspectives in diagnosis and treatment. Arch Bronconeumol. 2013 Apr;49(4):151-7. doi: </div>
<div style="text-align: justify;">
10.1016/j.arbres.2012.09.009. Epub 2012 Nov 17.</div>
<div style="text-align: justify;">
2.Wiffen PJ, McQuay HJ, Edwards JE, Moore RA. Gabapentin for acute and chronic pain. Cochrane Database Syst Rev. 2005 Jul 20;(3):CD005452.</div>
<div style="text-align: justify;">
3.Ryan NM, Birring SS, Gibson PG. Gabapentin for refractory chronic cough: a randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet. 2012 Nov 3;380(9853):1583-9. doi: 10.1016/S0140-6736(12)60776-4. Epub 2012 Aug 28.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-9553935029628922122013-09-08T15:30:00.003+07:002013-09-08T15:30:56.046+07:00Download Blanko Sertifikat CME CDK<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Silahkan download bagi yang butuh, anda tinggal ngisi dengan nama dokter dan NPA beserta judul artikel CDK yang ada CME nya<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgppjBOMPOEG7vKbdw3nTbRQbFSVg6MYXc5mAU9u0gWkjQVF1UVdeWOXT6cNRQ7LWdron4ZjZVWJvweGjTB6Ol3Y78aYXViDGMkbFckKe2AkC6vl_ikB5HjdCEx_kuYNLofjxL8kCYMBNg/s1600/sertifikat+cme.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgppjBOMPOEG7vKbdw3nTbRQbFSVg6MYXc5mAU9u0gWkjQVF1UVdeWOXT6cNRQ7LWdron4ZjZVWJvweGjTB6Ol3Y78aYXViDGMkbFckKe2AkC6vl_ikB5HjdCEx_kuYNLofjxL8kCYMBNg/s640/sertifikat+cme.jpg" width="444" /></a></div>
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-64780460077078553432013-08-24T09:19:00.001+07:002013-08-24T09:19:45.219+07:00Olah Raga Rekreasional Jangka Panjang Menurunkan Risiko Kanker Endometrium<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Aktivtitas fisik termasuk olah raga yang bersifat rekreasional akan menurunkan risiko kanker endometrium pada wanita khususnya dengan kegemukan atau obes. Hal ini merupakan kesimpulan dari studi yang dilakukan oleh Dr. C M Dieli-Conwright dari Division of Cancer Etiology, Department of Population Sciences, Beckman Research Institute of City of Hope, California, USA dan kolega yang telah dipublkasikan secara online dalam British Journal of Cancer bulan Juli 2013 ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam studi tersebut, peneliti melibatkan sebanyak 93.888 guru-guru di California yang memenuhi syarat. Sebanyak 976 terdiagnosis kanker endometrium dalam kurun waktu 1995–1996 and 2007. Metode Cox proportional hazards regression digunakan untuk memperkirakan risikorelatif (RRS) dan 95%CI hubungan antara kanker endometrium (kurun waktu 54 tahun maupun 3 bulan sebelum bergabung dalam studi kohort) dengan aktivtias fisik rekreasional jangka panjang, ataupun secara keseluruhan serta berdasarkan "body size".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peningkatan aktivitas fisik rekreasional 3 bulan sebelum penelitian berhubungan dengan penurunan risiko kanker endometrium (Ptrend0,006) dengan sekitar 25% penurunan risiko diantara wanita dengan aktivitas > 3 jam perminggu per tahun dan kurang dari 1/2 jam per minggu per tahun dengan RR RR, 0.76; 95% CI, 0.63–0.92. Hubungan sebaliknya terlihat pada wanita dengan kegemukan ((body mass index ≥25kgm−2; Ptrend=0.006), namun bukan pada wanita yang lebih langsing (Ptrend0,12). Aktivitas fisik derajat sedang pada 3 bulan sebelum studi menunjukkan penurunan risiko kanker endometrium.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari studi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa, peningkataan aktivitas fisik, khususnya aktivitas derajat sedang dan berat dapat sebagai perubahan gaya hidup pada wanita dengan kegemukan untuk menurunkan risiko kanker endometrium.(Red)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi: C M Dieli-Conwright, H Ma, J V Lacey Jr, K D Henderson, S Neuhausen, P L Horn-Ross, D Deapen, J Sullivan-Halley and L Bernstein. Long-term and baseline recreational physical activity and risk of endometrial cancer: the California Teachers Study.British Journal of Cancer (2013) 109, 761–768. doi:10.1038/bjc.2013.61</div>
</div>
Adminhttp://www.blogger.com/profile/05546854561394253581noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-48945866130172494822013-08-24T09:17:00.001+07:002013-08-24T09:17:55.491+07:00Cephalosporin Generasi III oral dan Azithromycin vs Regimen Terapi Berbasis Ceftriaxone untuk Pharyngeal Gonorrhea<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Guideline CDC (Centers for Disease Control and Prevention) terbaru untuk pharyngeal gonorrhea merekomendasikan terapi kombinasi ceftriaxone IM dengan azithromycin atau doxycyline sebagai pilihan pertama. Ketika ceftriaxone tidak tersedia atau tidak dapat diberikan, cephalosporin generasi ketiga oral (cefixime) dapat diberikan sebagai pengganti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Studi terbaru menunjukkan bahwa kombinasi cephalosporin generasi ketiga oral dengan azithromycin sebanding dengan kombinasi cephalosporin generasi ketiga IM dengan azithromycin untuk phryngeal gonorhhea / oral gonorhhea (infeksi gonorrhea di faring; penularan melalui oral seks). Penelitian ini merupakan analisa retroprospektif pada pasien yang didiagnosis menderita pharyngeal gonorrhea pada periode 1993-2011 di klinik penyakit menular seksual di Seattle, Washington, dan membandingkan proporsi hasil tes ulangan yang positif untuk pharyngeal gonorrhea, 7-180 hari setelah perawatan pada pasien yang menerima regimen obat yang berbeda beda. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hubungan antara regimen terapi dinilai dengan relative risk melalui model regresi Poisson dengan log link dan robust standard errors. Total 1440 kasus pharyngeal gonorrhea didiagnosis selama periode studi, 25% (n=360) menjalani tes ulangan. Di antara pasien yang menjalani tes ulangan, risiko tes ulangan yang positif paling rendah pada pasien yang menerima cephalosporin oral dan azithromycin (7%), dan paling tinggi pada pasien yang menerima cephalosporin oral saja (30%, relative risk [RR] 3,98; 95% confidence interval [CI], 1,7-9,36) atau cefphalosporin oral dikombinasikan dengan doxycycline (33%; RR, 4,18; 95% CI, 1,64-10,7).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Risiko tes ulangan yang positif tidak berbeda bermakna antara pasien yang diberikan cephalosporin oral + azithromycin dengan pasien yang diberikan ceftriaxone saja (9,1%; RR, 0,81; 95% CI, 0,18-3,60) atau ceftriaxone dikombinasikan dengan azithromycin atau doxycycline (11,3%; RR, 1,20; 95% CI, 0,43-3,33).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesimpulan: Dalam studi retroprospektif ini, kombinasi cephalosporin generasi ketiga oral dengan azithromycin sebanding dengan regimen berbasis ceftriaxone pada perawatan pharyngeal gonorrhea. Kombinasi cephalosporin oral dengan doxycycline terkait dengan peningkatan risiko infeksi yang persisten atau rekuren. (AGN)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Barbee LA, Kerani RP, Dombrowski JC, Soge OO, Golden MR. A retrospective comparative study of 2-drug oral and intramuscular cephalosporin treatment regimens for pharyngeal gonorrhea. Clin Infect Dis. 2013 Jun;56(11):1539-45.</div>
<div style="text-align: justify;">
2.CDC. Gonorrhea treatment guidelines: Revised guidelines to preserve last effective treatment option. CDC Fact Sheet [Internet] 2012 [Cited 2013 Jan 10]. Available: from: <a href="http://www.cdc.gov/nchhstp/newsroom/docs/2012/GonorrheaTreatmentGuidelinesFactSheet8-9-2012.pdf">http://www.cdc.gov/nchhstp/newsroom/docs/2012/GonorrheaTreatmentGuidelinesFactSheet8-9-2012.pdf</a></div>
</div>
Adminhttp://www.blogger.com/profile/05546854561394253581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-38791285821648205872013-08-24T09:15:00.001+07:002013-08-24T09:15:27.856+07:00Kolesterol Total Serum sebagai Marker Mortalitas Pasien Lanjuti Usia Rawat Inap<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Telah diketahui bahwa peningkatan kadar kolesterol total (STC – serum total cholesterol) dalam serum dikaitkan dengan peningkatan mortalitas karena penyebab lain dan kardiovaskuler pada pasien usia pertengahan. Pada pasien lanjut usia (>60 tahun) peningkatan kadar kolesterol total dalam serum sebesar 1 mmol/L dikaitkan dengan 20% peningkatan risiko kejadian penyakit kardiovaskuler (CVD) pada 5 dan 10 tahun ke depan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
The National Cholesterol Education Program (NCEP) menggunakan program modifikasi risiko berdasarkan Framingham yang memasukkan STC di dalam perhitungan untuk memprediksi risiko kejadian CHD (coronary heart disease) dalam 10 tahun pada dewasa usia 20-79 tahun. Akan tetapi, program ini tidak berhasil untuk memperhitungkan risiko CHD pada pasien diatas usia >79 tahun. STC merupakan salah satu faktor penentu penting terjadinya CVD pada pasien usia 60 tahun dan keatas. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada kemungkinan hubungan terbalik antara STC dan mortalitas pada pasien lanjut usia (>79 tahun) yang direfleksikan pada status nutrisi, seperti yang ditunjukkan pada kelompok populasi pasien dengan penyakit kronik. Pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, umumnya memiliki risiko peningkatan ganggauan nutrisi atau malnutrisi yang dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Studi yang menunjukkan secara langsung hubungan STC dengan peningkatan mortalitas pada pasien lanjut usia yang menjalani rawat inap sangat terbatas. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada pasien lanjut usia (>79 tahun) terkadang memiliki hasil yang berbeda terkait akan peningkatan STC. Hubungan STC dan mortalitas pada usia lanjut >79 tahun terkadang kontradiktif jika dibandingkan pada kelompok pasien dengan usia yang lebih muda. Pada studi yang dilakukan oleh Honolulu Heart Program menunjukkan pada pasien lanjut usia antara 71-93 tahun yang memiliki kadar STC rendah (kuartil terendah untuk kadar STC) memiliki meningkatan relative risk (RR) kematian (RR 1,64; 95% CI 1,13 – 2,36). Begitu pula juga dengan sebuah studi yang dilakukan di Finlandia, pada pasien lanjut usia >75 tahun peningkatan setiap 1 mmol/L dari kadar kolesterol total dikaitkan dengan penurunan risiko 6 tahun kematian karena penyebab apapun (all-cause mortality) sebesar 22%.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Studi terbaru dilakukan untuk menilai hubungan antara STC, kadar albumin, dan mortalitas pada pasien lanjut usia yang menjalani rawat inap. Data dikumpulkan berdasarkan pasien yang menjalani rawat inap antara 1 Jan 1999 sampai dengan 31 Des 2000. 298 data pasien dikumpulkan berdasarkan kriteria pasien lanjut usia yang menjalani rawat inap di bagian geritatri dan bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian ini, serta memiliki angka harapan hidup minimal 180 hari sejak menjalani rawat inap di RS. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berikut adalah hasil dari studi tersebut: pada fase follow-up pada 31 Agus 2004, terdapat 50 pasien yang masih hidup dan 248 pasien yang sudah meninggal, dengan rata-rata usia pasien 81,5 tahun. Terhadapat perbedaan bermakna pada beberapa variable antara pasien yang hidup dan meninggal pada fase follow-up: BMI (p<0 1="" 2="" 50="" 95="" albumin="" ci="" kadar="" kematian="" kolesterol="" kuartil="" memiliki="" p="0,02).</div" pada="" peningkatan="" risiko="" sebesar="" stc="" terendah="" total=""><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesimpulan: Peningkatan kadar STC dan albumin pada pasien lanjut usia (>79 tahun) yang menjalani rawat inap di RS dikaitkan perbaikan harapan hidup. (MAJ)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi :</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Weiss A, Beloosesky Y, Schmilovitz-Weiss H, Grossman E, Boaz M. Serum total cholesterol: A mortality predictor in elderly hospitalized patients. Clin Nutr. 2013;32(4):533-7.</div>
<div style="text-align: justify;">
2.Rahilly-Tierney CR, Spiro A 3rd, Vokonas P, Gaziano JM. Relation between high-density lipoprotein cholesterol and survival to age 85 years in men (from the VA normative aging study). Am J Cardiol. 2011;107(8):1173-7.</div>
<div style="text-align: justify;">
3.Krumholz HM, Seeman TE, Merrill SS, Mendes de Leon CF, Vaccarino V, Silverman DI, et al. Lack of association between cholesterol and coronary heart disease mortality and morbidity and all-cause mortality in persons older than 70 years. JAMA. 1994;272(17):1335-40.</div>
</0></div>
</div>
Adminhttp://www.blogger.com/profile/05546854561394253581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-39419660247343416122013-08-24T08:59:00.001+07:002013-08-24T08:59:04.448+07:00Suplementasi Vitamin pada Pasien Kanker<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="articleEntry Normal" style="margin: 10px 5px;">
<div style="text-align: justify;">
Lebih dari separuh populasi penduduk Amerika menggunakan suplemen harian. Suplemen yang sering digunakan yaitu multivitamin karena dipercaya akan mencegah dan sebagai terapi penyakit kronik, misalnya kanker. Selain multivitamin, anti-oksidan juga sering digunakan untuk mencegah kanker dan penyakit jantung. Tetapi pada pasien dengan kanker, anti-oksidan digunakan untuk membantu penyembuhan dan mencegah rekurensi. Studi menunjukkan bahwa sampai dengan 81% dari cancer survivor menggunakan suplemen harian, dan 14-32%-nya mulai menggunakan setelah didiagnosis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
American Institute for Cancer Research (AICR) merekomendasikan diet rendah lemak, banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk whole-grain; dan memiliki makronutrien yang cukup serta vitamin dan mineral untuk mempertahankan kesehatan yang baik untuk cancer survivor. Selama pasien dengan kanker mendapat kemoterapi atau radiasi, pasien sering mengalami mual, muntah, diare, dan hilangnya nafsu makan sehingga terjadi penurunan asupan harian dan penurunan berat badan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Vitamin dan mineral tampaknya penting diberikan tetapi ternyata tidak selalu penting diberikan. Yang menjadi concern yaitu suplemen harian (dengan/atau tanpa properti anti-oksidan) mungkin mempengaruhi efikasi terapi kanker. Penggunaan suplemen harian selama terapi kanker masih kontroversial. Suplemen harian dengan anti-oksidan mungkin aman dan efektif dalam meningkatkan respons terhadap kemoterapi dan memperbaiki kualitas hidup dengan menurunkan efek sampingnya. Sebaliknya, terdapat argumen yang menunjukkan penggunaan suplemen anti-oksidan selama kemoterapi mengganggu proses oksidatif DNA seluler dan membran sel yang penting untuk obat tersebut bekerja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Argumen lainnya yaitu apoptosis sel tumor meningkat dengan adanya reactive oxygen species (ROS) dalam jaringan dan proses ini diperlambat dengan adanya anti-oksidan.Mengkonsumsi suplemen harian dengan kandungan nutrien dengan anti-oksidan yang melebihi Dietary References Intake (DRI) tidak direkomendasikan selama mendapat kemoterapi karena kandungan yang tinggi memiliki efek samping dan menganggu efikasi terapi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berikut ringkasan pengggunaan suplemen pada pasien dengan kanker:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;">
</div>
<table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" style="background-color: white; border-collapse: collapse; border: medium none; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin: auto auto auto 5.4pt;"><tbody>
<tr><td style="background-color: #99cc00; border: 1pt solid black; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b></b></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;">Studi</span></b></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;"></span></b></div>
</td><td style="background-color: #99cc00; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: black black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; border-top-style: solid; border-top-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;"></span></b></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;">Hasil</span></b></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">J Clin Oncol. 2010;28:4354-63 (n= 1.038)</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Pasien dengan kanker kolon stadium III, mendapat kemoterapi adjuvan. Pasien melaporkan menggunakan multivitamin selama dan 6 bulan setelah kemoterapi adjuvan.</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Penggunaan multivitamin selama dan setelah kemoterapi adjuvan tidak berkaitan secara bermakna dengan perbaikan <i>outcome</i> pada pasien dengan kanker kolon stadium III. Penggunaan multivitamin juga tidak memperbaiki toksisitas saluran cerna derajat 3 atau lebih.</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2010;20(2):262-71 (n= 4.877)</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Pasien dengan kanker payudara invasif. Penggunaan suplemen vitamin selama 6 bulan pertama setelah diagnosis dan selama terapi kanker.</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Penggunaan suplemen vitamin mungkin berkaitan dengan menurunnya risiko mortalitas dan rekurensi.</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Limitasi: tidak terdapat informasi lengkap mengenai dosis suplemen vitamin, tidak terdapat informasi diet yang lengkap.</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Am J Epidemiol. 2006;163:645-53 (n= 1.455)</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Pasien dengan kanker payudara. Pasien mendapat ginseng setelah didiagnosis kanker atau sebelum didiagnosis kanker.</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Risiko mortalitas menurun pada pengguna ginseng secara rutin. Sedangkan pada pengguna ginseng setelah didiagnosis kanker, berkaitan positif dengan skor kualitas hidup.</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Limitasi: tidak dapat menyingkirkan adanya penggunaan obat komplementer lain, informasi berupa laporan pasien sendiri (ada kemungkinan bias).</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Cancer Control 2005;12(3):149-57</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Tinjauan literatur mengenai herbal yang digunakan pasien kanker</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Suplemen yang berbeda memiliki aktivitas anti-platelet, berinteraksi dengan <i>corticosteroid</i> & obat pada sistem saraf pusat, memiliki manifestasi pada saluran cerna, bersifat hepatotoksik & nefrotoksik, menghasilkan efek aditif jika digunakan dengan analgesik <i>opioid</i>.</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">J Clin Oncol. 2008;26(4):665-73 (n= 32 <i>trial</i>)</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Tinjauan sistematik penggunaan vitamin & mineral setelah didiagnosis kanker</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">14-32% dari <i>cancer survivor</i> menggunakan suplemen setelah didiagnosis kanker. Sampai dengan 68% dokter <i>unaware</i> mengenai penggunaan suplemen pada pasiennya. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan antara penggunaan suplemen dengan toksisitas terapi, rekurensi, <i>survival</i>, dan kualitas hidup untuk mendukung penggunaan suplemen pada pasien kanker dan <i>survivor</i>.</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Int J Cancer 2009;125:1155-60 (n= 2.997)</span></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Pasien wanita dengan kanker solid mendapat suplemen <i>cod liver oil</i> atau suplemen lain</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) black black rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 3in;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">Penggunaan <i>cod liver oil</i> harian sepanjang tahun berkaitan dengan penurunan risiko kematian pada pasien dengan kanker solid dan dengan kanker paru. Penggunaan suplemen lain harian atau<i>occasional</i> juga berkaitan dengan penurunan risiko kematian. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi kaitan ini.</span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<span style="color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="background-color: white; font-size: 12px;"> </span></span><div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
AICR (2003) merangkum mengenai pemberian suplemen harian selama terapi kanker sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
• Suplementasi diet pasien kanker yang menjalani terapi dengan anti-oksidan tunggal atau kombinasi melebihi RDA (Recommended Dietary Allowance) atau AI (Adequate Intake) tidak dapat direkomendasikan aman atau efektif.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Penggunaan anti-oksidan dalam kadar yang tinggi sebagai satu-satunya terapi tidak dianjurkan karena berbahaya bagi sel normal via efek pro-oksidan atau mungkin memberi manfaat untuk sel kanker.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Belum terdapat evidence yang kuat mengenai penggunaan suplementasi vitamin E pada pasien yang menjalani kemoterapi atau terapi radiasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Pasien kanker sebaiknya mengikuti diet reasonable dengan kebutuhan vitamin C sesuai RDA atau tidak melebihi 2 kali jumlahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Pasien tidak boleh mengkonsumsi β-karoten dalam jumlah besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Belum terdapat evidence yang cukup untuk saat ini mengenai rekomendasi selenium.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Kurangnya informasi mengenai interaksi anti-oksidan meningkatkan concern untuk merekomendasikan kombinasi anti-oksidan yang sembarangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Belum terdapat informasi yang cukup untuk rekomendasi produk soy. Suplemen yang mengandung soy isoflavone tidak direkomendasikan karena kadarnya lebih tinggi dari yang didapat dari makanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Pasien kanker dan orang sehat dapat mengkonsumsi asam lemak tidak jenuh sesuai AI.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Vitamin D3 tidak dapat direkomendasikan pada pasien kanker.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Suplemen multivitamin harian sesuai dengan DRI dapat digunakan secara aman sebagai bagian dari nutrisi sehat yang mencakup 5-10 saji buah dan sayur harian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai kesimpulan, pasien kanker menggunakan suplemen setelah didiagnosis kanker. Penggunaan suplemen pada pasien kanker masih kontroversial, di mana pada beberapa studi dengan skala besar menunjukkan hasil yang positif tetapi literatur lain menunjukkan hasil yang negatif. Penggunaan suplemen dengan anti-oksidan diduga mengganggu terapi yang diberikan untuk kanker. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat manfaat suplemen dan interaksi dengan obat lain. (HLI)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Ng Kimmie, Meyerhardt JA, Chan JA, Niedzwiecki D, Hollis DR, Saltz LB, et al. Multivitamin use is not associated with cancer recurrence or survival in patients with stage III colon cancer: Findings from CALGB 89803. J Clin Oncol. 2010;28:4354-63.</div>
<div style="text-align: justify;">
2.Norman HA, Butrum RR, Feldman E, Heber D, Nixon D, Picciano MF, et al. The role of dietary supplements during cancer therapy. J Nutr. 2003;133:3794S-99S.</div>
<div style="text-align: justify;">
3.Nechuta S, Lu W, Chen Z, Zheng Y, Gu K, Cai H, et al. Vitamin supplement use during breast cancer treatment and survival: A prospective cohort study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2010;20(2):262-71.</div>
<div style="text-align: justify;">
4.Cui Y, Shu XO, Gao YT, Cai H, Tao MH, Zheng W. Association of ginseng use with survival and quality of life among breast cancer patients. Am J Epidemiol. 2006;163:645-53.</div>
<div style="text-align: justify;">
5.Kumar NB, Allen K, Bell H. Perioperative herbal supplement use in cancer patients: Potential implications and recommendations for presurgical screening. Cancer Control 2005;12(3):149-57.</div>
<div style="text-align: justify;">
6.Velicer CM, Ulrich CM. Vitamin and mineral supplement use among US adults after cancer diagnosis: A systematic review. J Clin Oncol. 2008;26(4):665-73.</div>
<div style="text-align: justify;">
7.Skeie G, Braaten T, Hjartaker A, Brustad M, Lund E. Cod liver oil, other dietary supplements and survival among cancer patients with solid tumours. Int J Cancer 2009;125:1155-60.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-62389353712701707492013-08-24T08:55:00.001+07:002013-08-24T08:55:24.862+07:00Kombinasi Teriparatide-Denosumab Meningkatkan Kekuatan Tulang Wanita Pascamenopause<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="articleEntry Normal" style="margin: 10px 5px;">
<div style="text-align: justify;">
Wanita postmenopause dengan risiko fraktur osteoporosis yang diterapi dengan kombinasi teriparatide dan denosumab, jika dibandingkan dengan terapi teriparatide atau dengan denosumab saja, mengalami peningkatan kepadatan massa tulang (BMD=Bone Mass Density) setelah diterapi selama 12 bulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Teriparatide merupakan bentuk rekombinan dari hormon parathyroid dan sebagai agen anabolik yang diindikasikan untuk osteoporosis pada wanita postmenopause dengan risiko tinggi fraktur, atau dengan riwayat fraktur osteoporotik, pasien dengan faktor risiko fraktur multipel dan untuk pasien yang gagal atau intoleran terhadap terapi osteoporosis lainnya. Sedangkan denosumab merupakan fully human monoclonal antibody yang dapat menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas pada pasien-pasien dengan osteoporosis. Kedua agen tersebut telah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat sebagai salah satu pilihan terapi pada pasien-pasien yang mengalami osteoporosis dengan risiko tinggi fraktur, dan juga tercantum dalam AACE (American Association of Clinical Endocrinologist) Postmenopausal Osteoporosis Guidelines sebagai salah satu terapi dalam penanganan osteoporosis pada tahun 2010.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Joy N. Tsai, MD dan kolega dari Department of Medicine, Endocrine Unit, Massachusetts General Hospital, Boston melaporkan penelitian mereka yang dipublikasikan pada jurnal The Lancet tanggal 15 Mei 2013. Dalam studi yang mereka lakukan terhadap 526 wanita usia 45 tahun ke atas dengan fraktur risiko tinggi dari bulan September 2009 sampai Januari 2011, didapatkan 100 orang subyek yang sesuai dengan kriteria studi dan dari 100 subyek tersebut terdapat 94 orang yang berhasil menyelesaikannya. Subyek diberikan 20 μg teriparatide per hari atau denosumab 60 mg tiap 6 bulan atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Subyek juga diberikan suplemen calcium dan vitamin D. Pada studi desain acak dengan menggunakan kontrol selama 12 bulan ini, didapatkan bahwa kombinasi teriparatide-denosumab meningkatkan BMD pada posterior-anterior lumbar spine, femoral neck, dan total-hip BMD jika dibandingkan apabila teriparatide ataupun denosumab diberikan sendiri-sendiri saja.</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;"><br /></span></div>
<table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" style="background-color: white; border-collapse: collapse; border: medium none; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;"><tbody>
<tr><td style="background-color: #99cc00; border: 1pt solid windowtext; padding: 0in 5.4pt; width: 92.5pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b></b></div>
</td><td style="background-color: #99cc00; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: windowtext windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; border-top-style: solid; border-top-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.85pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;"></span></b></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;">Kelompok <i>Teriparatide</i></span></b></div>
</td><td style="background-color: #99cc00; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: windowtext windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; border-top-style: solid; border-top-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.35pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;"></span></b></div>
<div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;">Kelompok <i>Denosumab</i></span></b></div>
</td><td style="background-color: #99cc00; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: windowtext windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; border-top-style: solid; border-top-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 119.1pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: arial;">Kelompok Kombinasi (<i>Teriparatide-Denosumab</i>)</span></b></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 92.5pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">BMD <i>posterior-anterior lumbar spine</i></span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.85pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(6·2% [4·6], p=0·0139)</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.35pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(5·5% [3·3], p=0·0005)</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 119.1pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(9·1%, [SD 3·9])</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 92.5pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">BMD <i>femoral-neck</i></span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.85pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(0·8% [4·1], p=0·0007)</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.35pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(2·1% [3·8], p=0·0238)</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 119.1pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(4·2% [3·0])</span></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext; border-left-style: solid; border-left-width: 1pt; border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 92.5pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: arial;">BMD <i>total-hip</i></span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.85pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(0·7% [2·7], p<0·0001)</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 115.35pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(2·5% [2·6], p=0·0011)</span></div>
</td><td style="background-color: transparent; border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1pt; border-color: rgb(236, 233, 216) windowtext windowtext rgb(236, 233, 216); border-right-style: solid; border-right-width: 1pt; padding: 0in 5.4pt; width: 119.1pt;" valign="top"><div style="line-height: 18px; margin: 0in 0in 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: arial;">(4·9% [2·9])</span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<br /><div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ethel Siris, MD, dari Columbia University Medical Center, New York-Presbyterian Hospital, New York City, dan direktur dari the clinical osteoporosis program mengatakan, walaupun hasilnya mengesankan, namun hasil tersebut tetaplah dari suatu studi tunggal. Jika dikonfirmasikan dengan uji klinik yang lebih besar dan lebih banyak maka hasil tersebut merupakan aset yang sangat berharga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kombinasi teriparatide dan denosumab secara bermakna dapat meningkatkan BMD lebih baik daripada pemberian teriparatide tunggal atau denosumab tunggal, serta hasilnya lebih baik daripada dibandingkan terapi yang telah diakui sebelumnya untuk pengobatan osteoporosis. Terapi kombinasi tersebut, mungkin dapat berguna bagi pasien osteoporosis dengan fraktur risiko tinggi, namun perlu dikonfirmasi dengan penelitian-penelitian selanjutnya. (PDP)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Henderson D. Teriparatide-Denosumab Combo Strengthens Postmenopausal Bone. (Internet Medscape). Cited : August 14, 2013. </div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.medscape.com/viewarticle/804245">http://www.medscape.com/viewarticle/804245</a>.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Tsai JN, Uihlein AV , Lee H, Kumbhani R, Siwila-Sackman E, McKay EA, et al. Teriparatide and denosumab, alone or combined, in women with postmenopausal osteoporosis: the DATA study randomised trial. The Lancet 2013;382:50 – 6.</div>
<div style="text-align: justify;">
3.Watts NB, Bilezikian JP, Camacho PM, Greenspan SL, Harris ST, Hodgson SF, et al. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical Practice for The Diagnosis and Treatment of Postmenopausal Osteoporosis. AACE Postmenopausal Osteoporosis Guidelines, Endocr Pract. 2010:16(Suppl3).</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px;">
<span style="font-family: arial;"><br /></span></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-85991426362033494482013-08-24T08:49:00.000+07:002013-08-24T08:49:24.896+07:00Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Luka Bakar Mayor Berdasarkan ESPEN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Luka bakar derajat berat masih menjadi permasalahan utama di seluruh dunia. Adapun kabar baik dari data luka bakar secara keseluruhan, yaitu mayoritas kasus luka bakar adalah ringan dan dapat diobati dengan perawatan rawat jalan dan hanya sekitar 10% yang membutuhkan perawatan inap, dan hanya sejumlah kecil yang membutuhkan perawatan intensif di ICU (intensive care unit). Selain daripada itu, perkembangan perawatan luka juga telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam 3 dekade terakhir yang dapat menurunkan mortalitas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRQ6WgjYsWeu54N6Grsmckhp-rdFV1vGYNzv_MYaAwnCOrbBU5vs-elyaIpn1Vlfu_WuJq00GPmRYojBAGhCLLgj84BmmFPXFMvFh1B3KAVdEXi62NJIqQE08IDMWyEDnG701jO6fzd8o/s1600/luka-bakar.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="295" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRQ6WgjYsWeu54N6Grsmckhp-rdFV1vGYNzv_MYaAwnCOrbBU5vs-elyaIpn1Vlfu_WuJq00GPmRYojBAGhCLLgj84BmmFPXFMvFh1B3KAVdEXi62NJIqQE08IDMWyEDnG701jO6fzd8o/s400/luka-bakar.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Luka bakar mayor, yang mempengaruhi lebih dari 20% TBSA (total burn surface area), dengan atau tanpa gangguan pernapasan, merupakan kondisi yang spesific jika dibandingkan dengan kondisi di unit intensive care secara umum. Pasien penyakit kritis luka bakar memiliki gejala seperti stres oksidatif yang tinggi, respons inflamasi yang besar, hipermetabolik dan respons katabolik yang lama dan berkepanjangan, yang dimana tanda-tanda tersebut berkorelasi dengan tingkat keparahan dari luka bakar pasien tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terapi nutrisi merupakan bagian dari terapi luka bakar, dimulai sejak dini dari permulaan resusitasi. The American Burn Association (ABA) telah mengeluarkan tatalaksana terapi pada pasien luka bakar, yang dimana termasuk di dalamnya tatalaksana terapi nutrisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jalur pemberian nutrisi</div>
<div style="text-align: justify;">
Saluran gastrointestinal (GI) umumnya berisiko pada fase awal resusitasi luka bakar oleh karena stres mayor yang disebabkan oleh luka bakar tersebut dan juga terapi yang dilakukan untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu, syok hipovolemik dapat terjadi oleh karena kebocoran kapiler yang besar. Pemberian cairan kristaloid diberikan dalam waktu 24-48 jam pertama setelah kejadian untuk mempertahankan tekanan darah. Permeabilitas usus juga meningkat secara bermakna setelah kejadian jika dibandingkan dengan kondisi di ICU lainnya. Oleh karena itu pemberian nutrisi enteral secara dini (6-12 jam setelah kejadian) dapat memberikan manfaat secara klinis dan biologis, seperti menurunkan kadar hormon stres dari respons hiperkatabolik yang dapat berdampak kepada peningkatan produksi immunoglobulin (Ig), penurunan stres ulcer, dan juga menurunkan risiko malnutrisi dan kekurangan energi (enegy deficit).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemberian nutrisi enteral bisa diberikan melalui PEG (percutaneous endoscopic gastrostomy). Untuk pemilihan formula nutrisi enteral, umumnya tidak berbeda dengan nutrisi enteral pada pasien penyakit kritis umum di ICU, yang dimana lebih dipilih formula yang bersifat polimerik, tinggi energi, dan tinggi nitrogen (protein). Kandungan serat (fiber) sangat diperlukan sejak awal karena pasien luka bayar mayor memiliki risiko terjadinya konstipasi oleh karena pergerakan cairan dan efek dari obat sedatif dosis tinggi, dan juga opioid yang digunakan sebagai analgesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nutrisi parenteral (PN) digunakan sebagai alternatif dan diindikasikan ketika nutrisi enteral gagal atau dikontraindikasikan. PN memerlukan pemantauan kadar glukosa yang lebih ketat dan juga kebutuhan kalori pasien untuk mencegah overfeeding.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kebutuhan energi</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasien dengan luka bakar derajat berat akan menimbulkan respons hipermetabolik yang panjang yang bergantung kepada derajat keparahan dari luka bakar tersebut, yang dimana respons hipermetabolik ini disebabkan oleh respons stres endokrin dan respons inflamasi (mediator multipel). Kebutuhan energi pascaluka bakar mayor meningkat secara bermakna jika dibandingkan dengan kebutuhan energi basal/dasar (REE – resting enegy expenditure), akan tetapi peningkatan terjadi berdampak terhadap waktu (peningkatan secara perlahan) dan juga proposional dengan TBSA.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun 70an, dimana pengetahuan dasar tentang burn care baru saja dibuat, kondisi kehilangan berat badan pada pasien luka bakar mayor menyebabkan pemberian kalori 5000 kkal/hari adalah normal sehingga menyebabkan kejadian overfeeding yang sangat berlebihan. Beberapa penelitian menyebutkan peningkatan REE yang bermakna umumnya terjadi pada 1 minggu pertama pascakejadian, kemudian secara perlahan akan menurun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perhitungan nutrisi pada pasien ICU secara umum berdasarkan berat badan dengan formula 25-30 kkal/kgbb/hari menyebabkan underfeeding pada pasien luka bakar mayor. Perhitungan dengan penambahan stres faktor berdasarkan formula Harris & Benedict sering kali salah dan tidak tepat, sehingga menyebabkan overfeeding. Overfeeding dapat menimbulkan morbiditas seperti infiltrasi perlemakan hati dan peningkatan risiko infeksi. Oleh karena itu, indirect calorimetry merupakan gold standard untuk menentukan kebutuhan energi pada pasien , baik dewasa dan anak, luka bakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasien dengan luka bakar mayor memiliki sensitivitas yang lebih terhadap overfeeding jika dibandingkan dengan pasien dengan penyakit kritis lainnya. Oleh karena itu penggunaan larutan dextrose 5% pada minggu pertama untuk mengkoreksi hipernatremi dan/atau agen sedasi propofol larut lemak perlu dimasukkan ke dalam perhitungan total energi yang digolongkan sebagai sumber karbohidrat dan lemak dari sumber non-nutritional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Protein dan asam amino spesifik</div>
<div style="text-align: justify;">
Kebutuhan protein umum pada pasien dengan luka bakar mayor berkisar antara 1,5-2 g/kgbb/hari. Asupan protein >2,2 g/kgbb/hari tidak memiliki efek yang menguntungkan terhadap sintesis protein total. Asupan protein 3 g/kgbb/hari yang pernah dilaporkan pada anak tidak memiliki keuntungan yang bermakna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Glutamine merupakan jenis asam amino yang menjadi berguna pada kasus pasien dengan luka bakar karena merupakan substrat yang dipilih oleh limfosit dan enterosit. Terdapat beberapa studi kecil yang sudah menunjukkan manfaat dari penggunaan glutamine pada pasien dengan luka bakar, akan tetapi jalur pemberian, durasi pemberian, dan dosis yang tepat masih sangat beragam dan belum dapat ditentukan dengan jelas. Sebuah penelitian besar yang pada saat ini sedang berjalan di Amerika seharusnya sudah dapat memberikan hasil yang lebih baik. Pada saat ini, dosis glutamine yang direkomendasikan adalah 0,3 g/kgbb/hari yang diberikan selama 5-10. Pada sebuah studi, pemberian glutamine kurang dari 3 hari pada pasien anak dengan luka bakar tidak menunjukkan adanya manfaat yang bermakna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ornithine alpha-ketoglutarate merupakan prekursor dari glutamine, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif, akan tetapi pada saat ini hanya tersedia di Perancis dalam bentuk sediaan enteral. Pemberian pada fase akut menunjukkan dapat mempercepat penyembuhan luka. Pemberian dengan dosis 30 g per hari yang dibagi menjadi 2-3 pemberian dibuktikan efisien untuk memperbaiki keseimbangan nitrogen. Pada saat ini belum ditemukan penelitian yang merekomendasikan suplementasi arginine pada pasien dengan luka bakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karbohidrat dan kontrol glikemik</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian terkait kebutuhan karbohidrat pada pasien dengan luka bakar mayor sampai saat ini masih sangat terbatas. Beberapa penelitian yang memiliki tingkat kepercayaan yang cukup baik memberikan rekomendasi pemberian karbohidrat sebesar 55-60% dari total kebutuhan energi tanpa melebihi 5 mg/kgbb/menit baik pasien dewasa atau pun pasien anak, atau sama dengan 7 g/kgbb/hari pada pasien dewasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terkait kontrol glikemik dan terapi insulin intensif, perlu diperhatikan pada pasien dengan luka bakar mayor karena pemberian terapi insulin intensif memiliki risiko terjadinya hipoglikemi yang dimana sepertinya kejadian hipoglikemi ini meningkat pada pasien dengan luka bakar mayor. Peningkatan hipoglikemi pada pasien dengan luka bakar mayor disebabkan oleh peningkatan REE pasien dan juga asupan nutrisi yang tidak teratur (diberikan dengan durasi yang singkat dan tidak teratur) oleh karena pasien menjalani intervensi yang dilakukan dibawah anestesi, sehingga pemberian nutrisi enteral harus dihentikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kontrol glikemik yang baik adalah mentargetkan berkisar 5-8 mmol/L dimana telah ditunjukkan memiliki manfaat secara klinis studi yang dilakukan pada pasien dengan luka bakar. Beberapa manfaat klinis yang ditunjukkan meliputi, penerimaan graft yang lebih baik, komplikasi infeksi yang lebih minimal, dan penurunan mortalitas. Rekomendasi khusus untuk kontrol glikemik pada pasien luka bakar belum ditentukan dengan jelas, oleh karena itu umumnya klinisi mengacu pada tatalaksana pasien ICU secara umum, yaitu menargetkan kadar glukosa 6-8 mmol/L (100-150 mg/dL).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Metformin yang dapat menurunkan kadar gula darah melalui beberapa mekanisme dapat digunakan sebagai alternatif dari insulin, akan tetapi risiko asidosis laktat perlu diperhitungkan. Selain daripada itu, penggunaan Exenatide, golongan obat incretin baru yang menghibisi sekresi glukagon, dapat menurunkan kebutuhan insulin eksogen seperti yang ditunjukkan pada studi awal pada pasien anak dengan luka bakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lemak</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah lemak yang sedikit diperlukan untuk mencegah terjadinya defisiensi asam lemak esensial, akan tetapi hanya beberapa studi yang tersedia yang menunjukkan kebutuhan lemak pada pasien luka bakar. Dari 2 studi yang tersedia ditunjukkan pemberian lemak mencapai 35% dari total kebutuhan energi memiliki dampak negatif terhadap lama rawat di RS (LOS – length of hospital stay) dan risiko infeksi jika dibandingkan dengan hanya 15% dari total kebutuhan. Dengan sediaan komersial saat ini yang memiliki kandungan lemak berkisar 30-52% dari total kebutuhan energi, pembatasan asupan lemak ini membutuhan prosedur compounding di rumah sakit. Selain daripada itu, perlu juga dimasukkan dalam perhitungan untuk asupan lemak yang berasal dari sumber non-nutritional seperti agen sedatif larut lemak propofol yang dapat berkontribusi mencapai 15-30 g/hari pada pasien dewasa. Kebutuhan akan omega-3, mono- dan polyunsaturated fatty acid masih dalam dalam penelitian yang sedang berjalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kebutuhan mikronutrien</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasien dengan luka bakar mayor memiliki kebutuhan mikronutrien yang meningkat, seperti trace element dan vitamin, oleh karena respons hipermetabolik, kebutuhan untuk penyembuhan luka dan kehilangan melalui membran kulit, khususnya pada pasien luka bakar dengan luka terbuka (open wound). Stres oksidatif yang sangat tinggi, bersamaan dengan respons inflamasi menghasilkan peningkatan kebutuhan aktivitas dari antioksidan endogen yang sangat bergantung terhadap kandungn mikronutrien di dalam tubuh. Kebutuhan dari mikronutrien yang tidak terpenuhi akan menunjukkan gejala klinis, khususnya pada bulan pertama seperti komplikasi infeksi dan juga penyembuhan luka yang terhambat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sediaan komersial dari nutrisi enteral atau multivitamin/trace element parenteral saat ini masih belum cukup untuk menutupi kebutuhan yang meningkat pada pasien dengan luka bakar mayor. Pengganti kehilangan dan peningkatan kebutuhan tidak bisa dipenuhi hanya dengan nutrisi enteral, oleh karena gangguan penyerapan dan juga kompetisi antara trace element.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan penelitian yang tersedia, dosis vitamin C dan E 1,5-3X dari AKG dapat meningkatkan penyembuhan luka pada pasien anak dan dewasa. Pada studi terbaru, pemberian dosis vitamin C tinggi (0,66 mg/kg/jam selama 24 jam) pada fase awal menunjukkan dapat menstabilkan endotel sehingga dapat menurunkan kebocoran kapiler dan kebutuhan cairan resusitasi sebesar 30%. Dosis vitamin D masih belum dapat ditentukan pada saat ini, akan tetapi dosis umum 400 IU/hari dari vitamin D2 tidak dapat memperbaiki densitas tulang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kandungan copper, selenium, dan zinc hilang dalam jumlah besar bersamaan dengan cairan eksudat, dan kehilangan dapat berlangsung lama jika luka belum tertutup. Durasi peningkatan kebutuhan trace element pengganti dibutuhkan sesuai dengan derajat dari luka bakar, seperti 7-8 hari untuk luka bakar 20-40% TBSA, 2 minggu untuk 40-60% TBSA, dan 30 hari untuk luka bakar >60% TBSA.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemberian trace element pengganti secara dini dikaitkan dengan penurunan peroksidasi lemak, perbaikan pertahanan antioksidan, perbaikan sistem imun, penurunan risiko komplikasi infeksi, percepatan penyembuhan luka, dan lama rawat ICU yang lebih singkat. Perlakuan yang sama juga dapat dilakukan pada pasien anak dengan memperhitungkan dosis trace element pengganti berdasarkan berat badan dan derajat keparahan luka bakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesimpulan: Pemberian nutrisi enteral dini, 12 jam pertama pascakejadian, merupakan bagian dari terapi resusistasi awal. Pemberian nutrisi yang spesifik dengan perhitungan kalori yang adekuat sangat diperlukan dari bagian tatalaksana luka bakar untuk memperbaiki outcome klinis dari pasien luka bakar mayor. (MAJ)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi :</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Rousseau AF, Losser MR, Ichai C, Berger MM. ESPEN endorsed recommendations: Nutritional therapy in major burns. Clin Nutr. 2013;32(4):497-502.</div>
<div style="text-align: justify;">
2.Singer P, Berger MM, Van den Berghe G, Biolo G, Calder P, Forbes A, et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Intensive care. Clin Nutr. 2009;28(4):387-400.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-85983233660255443102013-08-19T10:38:00.002+07:002013-08-19T10:38:21.833+07:00Metformin Menurunkan Kematian Kanker Prostat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Dari suatu studi kohort skala besar, pasien diabetes dengan kanker prostat yang mendapatkan terapi kanker prostat secara signifikan dapat hidup lebih panjang dan lebih sedikit meninggal karena kanker prostat. Pasien-pasien ini.mengalami penurunan risiko kematian sebesar 24% setelah mendapatkan terapi metformin untuk setiap kumulatif pemberian dengan durasi 6 bulan. Demikian hasil studi yang dilakukan oleh Universitas Toronto Kanada dan telah dipublikasikan dalam Journal Clinical oncology bulan Agustus tahun 2013 ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan database dari beberapa pusat kesehatan di Ontario. Pasien yang dilibatkan adalah para pria diabetes dengan usia di atas 66 tahun (dari data antara tahun 1997-2008) dengan kanker prostat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara durasi kumulatif dari penggunaan metformin setelah terdiagnosa kanker prostat dengan kematian karena kanker prostat dan kematian karena semua sebab pada pasien diabetes.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah pasien yang tersaring adalah 3837 pasien dengan rerata usia 75 tahun. Rerata waktu follow up adalah 4,64 tahun dan selama masa ini 35% pasien meninggal karena semua sebab dan 7,6% pasien meninggal karena kanker prostatnya. Durasi kumulatif dari terapi metformin pasca diagnosa kanker prostat memperlihatkan hubungan dengan penurunan risiko yang nyata dengan kematian karena kanker prostat dan kematian karena semua sebab. Rasio hazard untuk kematian karena kanker prostat adalah 0,76% (95% CI: 0,64 – 0,89) untuk setiap penambahan 6 bulan dari terapi metformin. Rasio hazard untuk kematian karena semua sebab juga 0,76% pada 6 bulan pertama tetapi selanjutnya mengalami penurunan menjadi 0,93 pada bulan ke 24 hingga 30.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa kanker prostat mungkin suatu keganasan metabolik. Banyak data menunjukkan bahwa progresivitas kanker prostat dapat dipengaruhi oleh obesitas, sindrom metabolik dan diabetes. Metformin merupakan obat yang relatif aman dan ekonomis, sehingga dari hasil penelitian ini mungkin dapat menjadi kandidat yang baik dalam strategi pencegahan atau perlambatan kanker prostat. (DHS)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Bankhead C. More Data Back Metformin in Prostate Cancer. [Internet] 2013 [cited on August 15th 2013] Available from:</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.medpagetoday.com/HematologyOncology/ProstateCancer/40840">http://www.medpagetoday.com/HematologyOncology/ProstateCancer/40840</a></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Cumulative metformin connected to post-prostate cancer mortality. [Internet] 2013 [cited on August 15th 2013] Available from: </div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.oncologynurseadvisor.com/cumulative-metformin-connected-to-postprostate-cancer-mortality/article/306402/">http://www.oncologynurseadvisor.com/cumulative-metformin-connected-to-postprostate-cancer-mortality/article/306402/</a></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Margel D, Urbach DR,Lipscombe LL,Bell CM, Kulkarni G, Austin PC, et al. Metformin Use and All-Cause and Prostate Cancer–Specific Mortality Among Men With Diabetes.JCO JCO.2012.46.7043; published online on August 5, 2013 [Internet] 2013 [cited onAugust 15th 2013] Available from:<a href="http://jco.ascopubs.org/content/early/2013/08/05/JCO.2012.46.7043">http://jco.ascopubs.org/content/early/2013/08/05/JCO.2012.46.7043</a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-73043920770362455232013-08-19T10:37:00.000+07:002013-08-19T10:37:04.375+07:00Midazolam Bermanfaat untuk Penanganan Status Epileptikus<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Suatu studi meta-analisis menunjukkan bahwa midazolam non-IV seefektif atau lebih unggul dibanding diazepam IV atau rektal untuk mengatasi kejang pada anak dan dewasa muda. Dalam meta-analisis ini diketahui bahwa midazolam bermanfaat untuk penanganan status epileptikus. Studi yang dilakukan oleh Dr. Mc Mullan dan kolega ini telah dipublikasikan dalam Academic Emergency Medicine.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meta-analisis ini membandingkan penggunaan midazolam non-IV dengan diazepam dalam terapi kejang. Tujuan spesifiknya adalah menentukan efikasi, kecepatan, dan keamanan penghentian kejang dengan midazolam non-IV, dibandingkan dengan diazepam IV atau non-IV, sebagai terapi kedaruratan inisial pada pasien anak dan dewasa dengan status epileptikus, yang dilakukan terhadap studi acak dengan kontrol yang dipublikasikan dari tahun 1950 hingga 2009 yang membandingkan midazolam non-IV dengan diazepam dengan berbagai rute pemberian untuk terapi awal status epileptikus pada pasien unit gawat darurat. Sebanyak 6 studi yang melibatkan 774 pasien (usia baru lahir hingga 22 tahun) memenuhi kriteria inklusi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiga studi membandingkan midazolam bukal (0,5 mg/kg atau 10 mg) dengan diazepam rektal (0,5 mg/kg atau 10 mg), dan 3 studi membandingkan midazolam IM atau intranasal (0,2 mg/kg) dengan diazepam IV (0,2 atau 0,3 mg/kg). Pada analisis yang dikumpulkan dari obat yang diberikan melalui berbagai rute, midazolam lebih unggul dibanding diazepam untuk menghentikan kejang. Midazolam IM atau intranasal seefektif diazepam IV, sedangkan midazolam bukal lebih unggul dibanding diazepam rektal dalam pencapaian kontrol kejang. Waktu untuk penghentian kejang sama antara kelompok midazolam dan diazepam pada 3 studi. Namun pemasangan akses IV dapat secara bermakna memperlambat terapi status epileptikus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kesimpulannya peneliti menyampaikan bahwa midazolam bukal, IM, atau intranasal merupakan alternatif yang efektif, aman, murah, dan mudah diberikan khususnya untuk anak dengan kejang tanpa akses IV.(EKM)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi: McMullan J, Sasson C, Pancioli A, Silbergleit R. Midazolam versus diazepam for the treatment of status epilepticus in children and young adults: A meta-analysis. Acad Emerg Med. 2010;17(6):575-82.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-40146360802726446142013-08-19T10:30:00.002+07:002013-08-19T10:30:54.813+07:00Kombinasi Ibuprofen-Parasetamol vs Opioid-Parasetamol pada Nyeri Operasi Dental<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Analisis data terbaru menunjukkan kombinasi ibuprofen dengan parasetamol lebih efektif dan lebih aman dibanding kombinasi opioid dengan parasetamol untuk meredakan nyeri karena operasi dental. Akan tetapi kombinasi ini memiliki risiko efek samping dan penyalahgunaan. Studi ini memberikan alternatif baru. Dr. Moore dan Elliot V. Hersh (DMD, PhD, profesor farmakologi University of Pennsylvania in Philadelphia) mempublikasikan temuan mereka di Journal of the American Dental Association edisi Agustus 2013.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), seperti ibuprofen, bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin, menekan inflamasi dan nyeri. Parasetamol tidak menekan inflamasi, dan menekan nyeri melalui berbagai mekanisme yang lain. Menaikkan dosis kedua obat ini dapat meningkatkan efektivitas, tetapi hanya sampai batas tertentu, dan dosis yang lebih tinggi dapat bersifat toksik. Kombinasi 2 obat ini dapat menekan nyeri lebih baik daripada monoterapi salah satu obat saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dr. Moore dan Dr. Hersh menggunakan quantitative evidence based review yang dipublikasikan oleh Cochrane Collaboration untuk menentukan efikasi dan keamanan dari kombinasi parasetamol dan ibuprofen. Mereka menemukan artikel tambahan dengan mencari database Ovid MEDLINE, PubMed, dan ClinicalTrials.gov . Beliau menemukan bukti yang konsisten mengenai efektivitas produk kombinasi. Sebagai parameter untuk membandingkan berbagai terapi, mereka menggunakan number needed to treat (NNT) yang didefinisikan sebagai jumlah [pasien yang perlu dirawat untuk mendapat tambahan 1 pasien yang mencapai setidaknya 50% perbaikan nyeri dalam waktu 4-6 jam dibandingkan dengan plasebo. Semakin rendah nilai NNT, semakin poten efek meredakan nyerinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari studi-studi yang mempelajari mengenai penanganan nyeri ekstraksi molar ketiga, peneliti menemukan ibuprofen 200 mg dikombinasikan dengan parasetamol 500 mg memiliki nilai NNT paling kecil, sebesar 1,6 (95% confidence interval ]CI[, 1,4 - 1,8) dibandingkan dengan codeine 60 mg dengan parasetamol 1000 mg (95% CI, 1,8 – 2,9). Peneliti juga menemukan nilai NNT sebesar 2,3 untuk oxycodone 10 mg dengan parasetamol 650 mg. Ibuprofen 200 mg saja memiliki nilai NNT sebesar 2,7 (95% CI, 2,5 – 3,0), dan parasetamol 1000 mg saja memiliki NNT sebesar 3,2 (95% CI, 2,9 – 3,6).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai tambahan, terdapat juga sebuah studi yang dilakukan oleh Daniels dkk yang membandingkan berbagai kombinasi ibuprofen, codeine, dan parasetamol untuk menangani nyeri ekstraksi molar ketiga. Dalam studi tersebut, pasien yang diberikan ibuprofen / parasetamol mengalami nyeri yang lebih ringan dibanding mereka yang diberikan codeine dan parasetamol, juga mengalami efek samping seperti mual, muntah, sakit kepala, dan pusing yang lebih minimal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di antara pasien yang mendapat kombinasi ibuprofen 200 mg dengan parasetamol 500 mg, 18,5% mengalami efek samping yang perlu segera ditangani dibandingkan 24,9% pada pasien ibuprofen 400 mg – parasetamol 1000 mg, dan 34,9% pada mereka yang diberikan kombinasi ibuprofen dengan codeine. Manfaat tambahan dari ibuprofen – parasetamol dibanding opioid adalah opioid umumnya disalahgunakan, sedangkan ibuprofen – parasetamol tidak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan analisis ini, peneliti menyusun stepwise guideline untuk penanganan nyeri pasca operasi kedokteran gigi berdasar estimasi dokter akan ringan-beratnya nyeri setelah efek anastesi habis: Nyeri ringan: Ibuprofen 200 – 400 mg setiap 4-6 jam atau sesuai kebutuhan. Nyeri ringan – sedang: Ibuprofen 400 – 600 mg setiap 4-6 jam selama 24 jam, diikuti ibuprofen 400 mg setiap 4-6 jam atau sesuai kebutuhan. Nyeri sedang – berat: Ibuprofen 400 – 600 mg dikombinasikan dengan parasetamol 500 mg setiap 6 jam selama 24 jam, diikuti ibuprofen 400 mg dengan parasetamol 500 mg setiap 6 jam atau sesuai kebutuhan. Nyeri berat: Ibuprofen 400-600 mg dengan parasetamol 650 mg dan hydrocodone 10 mg setiap 6 jam selama 24 – 48 jam, diikuti ibuprofen 400-600 mg dengan parasetamol 500 mg setiap 6 jam atau sesuai kebutuhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam guideline ini, dosis maksimal harian untuk parasetamol adalah 3000 mg, dan untuk ibuprofen adalah 2400 mg. Sebagai tambahan, NSAID mungkin akan bekerja dengan lebih baik jika diberikan preoperatif atau perioperatif. Dan peneliti menyimpulkan bahwa: kombinasi ibuprofen – parasetamol lebih efektif dan lebih aman dibandingkan dengan kombinasi opioid (hydrocodone / codeine / oxycodone) – parasetamol untuk penanganan nyeri pasca operasi dental. (AGN)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Harrison L. Painful dental work: Acetaminophen with ibuprofen best. Medscape Medical News ]Internet[ 2013 ]Cited 2013 Aug 16[. Available from:<a href="http://www.medscape.com/viewarticle/809415">http://www.medscape.com/viewarticle/809415</a></div>
<div style="text-align: justify;">
2.Moore PA, Hersh EV. Combining ibuprofen and acetaminophen for acute pain management after third-molar extractions. JADA. 2013;144(8):898-908.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-14747766935786510912013-08-15T10:18:00.001+07:002013-08-15T10:18:54.090+07:00Macrolide dan Manfaatnya Terhadap Gejala Asma, Sebuah Metaanalisis<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;">
Menurut guideline GINA tahun 2011, ada beberapa pengobatan utama asma yaitu beta-agonis, kortikosteroid oral atau inhalasi dan berbagai modulator sistem imun. Belum ada rekomendasi penggunaan antibiotik untuk memperbaiki gejala asma. Ada hipotesis yang menduga bahwa penggunaan antibiotik <i>macrolide</i> bermanfaat memperbaiki gejala asma tetapi beberapa penelitian memperoleh hasil kontradiktif.</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;">
Untuk mengevaluasi efek <i>macrolide</i> terhadap asma, beberapa peneliti dari Philadelphia, USA, melakukan sebuah metaanalisis beberapa uji klinik tentang efek antibiotik <i>macrolide</i> terhadap asma. Mereka menemukan ada 116 uji klinik, tetap hanya 6 yang memenuhi kriteria dan dimasukkan dalam metanalisis. Dari 6 uji klinik ini, menggunakan 3 jenis <i>macrolide</i> yaitu <i>azithromycin</i>, roxithromycin dan troleandomycin.<br /><br />Metanalisis in menemukan 2 hal, pertama adalah apabila antibiotik <i>macrolide</i> digunakan pada pasien asma yang tidak mendapat <i>corticosteroid</i>, tidak terdapat perbedaan bermakna pada FEV1 antara kelompok yang mendapat <i>macrolide</i> dengan kelompok yang mendapat plasebo (p = 0,43).</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;">
Hasil kedua adalah apabila antibiotik <i>macrolide</i> diberikan kepada pasien yang mendapat <i>corticosteroid</i>, terdapat pebedaan bermakna : kelompok <i>macrolide</i> + <i>corticosteroid</i> memperoleh FEV1 lebih tinggi dibandingkan kelompok plasebo + <i>corticosteroid</i> (p = 0,05). Selain itu juga ditemukan bahwa kelompok <i>macrolide</i> + <i>corticosteroid</i> membutuhkan dosis <i>corticosteroid</i> yang lebih rendah daripada kelompok plasebo +<i>corticosteroid</i> (0,004).</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;">
Simpulan metaanalisis ini adalah meskipun penggunaan antibiotik <i>macrolide</i> secara sendiri tidak berdampak signifikan terhadap gejala asma, pada pasien yang mendapat <i>corticosteroid</i> oral, penambahan antibiotik <i>macrolide</i> dapat memperbaiki FEV1 dan mengurangi kebutuhan<i>corticosteroid</i> oral. (NNO)</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify;">
1. Global Initiative for Asthma. Pocket guide for asthma management and prevention [Internet]. 2011 [cited 2013 Mar 28]. Available from:<a href="http://www.ginasthma.org/documents/1/Pocket-Guide-for-Asthma-Management-and-Prevention" style="color: #146750; text-decoration: none;">http://www.ginasthma.org/documents/1/Pocket-Guide-for-Asthma-Management-and-Prevention</a>.</div>
<div style="background-color: white; color: #2e3d47; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify;">
2. Mikailov A, Kane I, Aronoff SC, Luck R, Delvecchio MT. Utility of adjunctive macrolide therapy in treatment of children with asthma: a systematic review and meta-analysis. J Asthma Allergy. 2013;6:23-9.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-74711636869229561432013-07-31T11:26:00.002+07:002013-07-31T11:26:56.117+07:00Demam Chikungunya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Demam Chikungunya disebabkan oleh infeksi virus Chikungunya. Virus ini masih satu keluarga dengan Virus Dengue, penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk <em style="margin: 0px; padding: 0px;">Aedes aegypti</em> atau <em style="margin: 0px; padding: 0px;">Aedes Albopictus</em> yang juga nyamuk penular DBD.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Demam Chikungunya sering rancu dengan DBD karena mempunyai gejala yang awal yang hamper sama, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam Chikungunya. Tetapi untuk pasti membedakannya adalah dengan pemeriksaan laboratorium darah pada demam hari ke 3. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah sering terjadi, terutama pada musim penghujan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Nyamuk Aedes yang sudah terinfeksi virus Chikungunya bila menggigit manusia akan menularkan virus Chikungunya. Di dalam tubuh manusia, virus tidak serta merta menimbulkan gejala, tetapi memerlukan masa berkembangbiakan (masa tunas) 1-12 hari untuk dapat menimbulkan gejala.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Gejala-gejala Demam Chikungunya adalah</div>
<ul style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; list-style-image: initial; list-style-position: initial; margin: 0px 10px; padding: 0px;">
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Demam</strong> mendadak tinggi, disertai menggigil dan muka kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.</li>
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Sakit persendian</strong>. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, sehingga kadang penderita merasa lumpuh. Sendi yang sering dikeluhkan: sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.</li>
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Nyeri otot</strong>. Nyeri bisa terjadi pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata kaki.</li>
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Bercak kemerahan</strong> ( ruam ) pada kulit. Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di daerah muka, badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.</li>
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Nyeri kepala</strong>: nyeri kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.</li>
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Kejang</strong>, biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.</li>
<li style="margin: 0px; padding: 2px; text-align: justify;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px;">Gejala lain</strong>. Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher.</li>
</ul>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Penderita demam Chikungunya sebaiknya diisolasi dari gigitan nyamuk, sehingga dapat mencegah penularan ke orang lain. Setiap orang dapat mencegah gigitan nyamuk vektor dengan kelambu, repelan, obat nyamuk bakar dan semprot atau dengan kasa anti nyamuk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Pencegahan terbaik adalah dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Adanya gerakan PSN di suatu desa atau wilayah hunian akan berdampak pada penurunan angka kejadian Demam Chikungunya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Pengobatan demam Chikungunya adalah pengobatan simptomatis (menghilangkan gejala) dengan obat demam, dan atau anti-nyeri, disertai istirahat, dan makan minum cukup. Perjalanan penyakit ini umumnya cukup baik, karena bersifat <em style="margin: 0px; padding: 0px;">self limited</em>, yakni akan sembuh sendiri.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana; font-size: 12px; padding: 5px 0px; text-align: justify;">
Belum ditemukan obat spesifik untuk penyakit ini. Juga belum ditemukan vaksinasi yang berguna sebagai tindakan preventif. Namun pada penderita yang telah terinfeksi timbul imunitas / kekebalan terhadap penyakit ini dalam jangka panjang.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-75328811008320027472013-07-22T10:55:00.002+07:002013-07-22T10:55:32.192+07:00Testosteron Gel tidak Meningkatkan Risiko Priapism<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Tiga uji klinik mengevaluasi terhadap kemungkinan pasien-pasien yang mendapatkan terapi pengganti testosterone gel (1%) terhadap potensi efek priapism (ereksi penis abnormal/persisten). Tiga uji klinik dengan disain penelitian secara acak, kelompok kontrol, pada pasien hipogonad, dilakukan dalam menilai profil keamanan terapi pengganti testosterone terhadap potensi priapism, 1 penelitian adalah uji klinik fase III menggunakan AndroGel 1% 5g, 7,5g atau 10 g sekali sehari selama 6 bulan (n=227). Penelitian ke-2 adalah fase II dari AndroGel 1% 7,5 g sekali sehari, dosis dititrasi sesuai kebutuhan vs plasebo selama 26 minggu pada pria dengan diabetes tipe 2 (n= 180). Penelitian ke-3 adalah fase IV dari AndroGel 1% 5 g sekali sehari vs plasebo selama 12 minggu </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
pada pria dengan riwayat terapi dengan sildenafil tidak berespons dengan dosis 100 mg monoterapi (n=75), data postmarketing ini dilaporkan dari data 2001 hingga 2011. Evaluasi adalah melihat insidens priapism dan atau keluhan yang berkaitan efek samping urogenital atau sistem reproduksi, dari 283 pria yang tepapar pemberian AndroGel 1% dari tiga uji klinik, rerata paparan dalam rentang 84-149 hari. Tidak ada gambaran terjadi adverse reaction priapism atau keluhan serupa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian lain juga dilakukan pada pria dengan penyakit sickle cell yang juga memiliki risiko mengalami hipogonadisme, dimana kondisi hipogonadisme akan sangat mempengaruhi kualistas hidup dan meningkatkan mobiditas, tetapi keamanan pemberian terapi pengganti testosterone pada pasien sickle cell dan episode priapism relatif tidak jelas. Berdasarkan hal tsb penelitian cohort dilakukan pada 7 pria hipogonad dengan penyakit sickle cell. Testosterone yang digunakan adalah Testosterone undecanoate 1 g diberikan secara IM [serum total testosterone ≤12.0 nmol/L (346 ng/dL)] selama 12 bulan, dengan rerata usia 34,4 tahun. Median total testosterone meningkat dari 10,6 hingga 11,2 nmol/L (p = 0,46). Median serum lactate dehydrogenase menurun dari 1.445 menjadi 1.143.5 IU/L (p < 0.05), sedangkan pemeriksaan laboratorium lainnya mengindikasikan stabil. Nyeri dilokasi penyuntikan merupakan keluhan yang paling sering tanpa adanya hipersensitivitas atau edema. Setelah pemberian terapi pengganti testosterone tidak terjadi peningkatan frekuensi priapism secara bermakna. Aktivitas seksual yang dinilai menggunakan skor international index of erectile function (IIEF), Androgen Deficiency Aging Male (ADAM) membaik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari data keamanan testosterone gel (1%) maupun injeksi testosterone undecanoate pada pria hipogonadisme bahkan disertai penyakit sickle cell tidak ada kaitannya dengan kasus priapism dan tidak menstimulasi terjadi priapism (ARI)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Referensi:</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Burnett AL, Kan-Dubrosky N, Miller MG. Testosterone replacement with 1% testosterone gel and priapism: no definite risk relationship. J Sex Med. 2013;10(4):1151-61. doi: 10.1111/jsm.12059. </div>
<div style="text-align: justify;">
2.Morrison BF, Reid M, Madden W, Burnett AL. Testosterone replacement therapy does not promote priapism in hypogonadal men with sickle cell disease: 12-month safety report. Andrology. 2013 Apr 18. doi: 10.1111/j.2047-2927.2013.00084.x. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-78803198350323086992013-06-30T19:26:00.003+07:002013-06-30T20:42:36.790+07:00Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b>Pendahuluan</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi. Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>A. Pengertian</b></div>
<div style="text-align: justify;">
PWS-KIA adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu tempat (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA-nya masih rendah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>B. Tujuan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Tujuan Umum</div>
<div style="text-align: justify;">
Meningkatkan jangkauan dan mirtu pelayanan KIA di wilayah kerja Puskesmas melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Tujuan Khusus</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur (bulanan) dan terus menerus di tiap desa</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapaian sebenarnya untuk tiap desa</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Menentukan urutan desa prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan antara target dan pencapaian</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber data yang tersedia dan yang dapat digali.</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Membangkitkan peran pamong setempat datam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
C. Prinsip Pengelolaan Program KIA</div>
<div style="text-align: justify;">
Kegiatan pokok pelayanan KIA</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya Pelayanan antenatal mencakup anamnesis. Pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada).</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun dalam penerapan operasional dikenal standar minimal "7T" terdiri dari :</div>
<div style="text-align: justify;">
• Timbang BB, ukur BB.</div>
<div style="text-align: justify;">
• (Ukur) Tekanan darah</div>
<div style="text-align: justify;">
• (Pemberian imunisasi) Tetanus toksoid (TT) lengkap</div>
<div style="text-align: justify;">
• (Ukur) Tinggi Fundus Uteri</div>
<div style="text-align: justify;">
• (Pemberian) Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan</div>
<div style="text-align: justify;">
• TORCH</div>
<div style="text-align: justify;">
• Temu wicara</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4x selama kehamilan, dengan</div>
<div style="text-align: justify;">
ketentuan waktu :</div>
<div style="text-align: justify;">
Minimal 1x pada trimester I</div>
<div style="text-align: justify;">
Minimal 1x pada trimester II</div>
<div style="text-align: justify;">
Minimal 2x pada trimester III</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Peningkatan pertolongan. persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan oleh tenaga profesional secara berangsur. Dalam program KIA, ada beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan pada masyarakat seperti;</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Tenaga Profesional :</div>
<div style="text-align: justify;">
Dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan (PKE) dan perawat bidan</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Dukun Bayi, dibagi sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
• Terlatih</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu dukun bayi yang telah mendapat latihan oleh tenaga kesehatan dan dinyatakan lulus.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Tidak terlatih</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan Belum lulus.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun diharapkan memenuhi standar minimal "3 Bersih" yang meliputi:</div>
<div style="text-align: justify;">
Bersih tangan penolong</div>
<div style="text-align: justify;">
Bersih alat pemotong tali pusat</div>
<div style="text-align: justify;">
Bersih alas tempat ibu berbaring dan lingkungannya</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai</div>
<div style="text-align: justify;">
berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
Sterilitasi</div>
<div style="text-align: justify;">
Metode pertolongan persalinan yang memenuhi persyaratan teknis medis.</div>
<div style="text-align: justify;">
Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Peningkatan deteksi dini resiko ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatan secara terns menerus Faktor resiko ibu hamil, diantaranya :</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Primigravida < 20 tahun atau >35 tahun</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Jumlah anak > 4 orang</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Jarak persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang < 2 tahun</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Tinggi badan < 145 cm</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Serat badan < 38 kg dan tingkat lengan atas (Ha) < 23,5 cm</div>
<div style="text-align: justify;">
f. Riwayat keluarga menderita penyakit Diabetes Melitus, hipertensi dan</div>
<div style="text-align: justify;">
riwayat cacat kongenital</div>
<div style="text-align: justify;">
g. Kelainan bentuk tubuh misalnya kelainan tulang belakang atau kelainan tulang panggul</div>
<div style="text-align: justify;">
Deteksi dini ibu hamil berisiko perlu difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi. Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Risiko tinggi pada kehamilan meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Kadar haemoglobins 8 gr%</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Tekanan darah tinggi (sistote >140 mmHg dan diastole > 90 mmHg)</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Oedema yang nyata</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Eklampsia</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Perdarahan pervaginam</div>
<div style="text-align: justify;">
f. Ketuban Pecan Dini (KPD)</div>
<div style="text-align: justify;">
g. Letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu</div>
<div style="text-align: justify;">
h. Letak sungsang pada primigravida</div>
<div style="text-align: justify;">
i. Infeksi berat atau sepsis</div>
<div style="text-align: justify;">
j. Persalinan prematur</div>
<div style="text-align: justify;">
k. Kehamilan ganda</div>
<div style="text-align: justify;">
l. Janin yang besar</div>
<div style="text-align: justify;">
m. Penyakit kronis pada ibu</div>
<div style="text-align: justify;">
n. Riwayat obstetri yang buruk</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi < 1 bulan) dengan mutu yang baik dan jangkauan yang setinggi tingginya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penyebab utama kematian neonatal adalah tetanus neonatorum, gangguan yang timbul pada Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatal diutamakan dengan pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan "3 Bersih" dan perawatan yang adekuat pada bayi. Risiko pada neonatal meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Bayi lahir dengan berat < 2500 gr dan > 4000 gr</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Bayi dengan tetanus neonatorum</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Bayi dengan asfiksia</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Bayi dengan ikterus neonatorum (ikterus > 10 had setelah lahir)</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Bayi dengan sepsis</div>
<div style="text-align: justify;">
f. Bayi lahir preterm dan postterm</div>
<div style="text-align: justify;">
g. Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang</div>
<div style="text-align: justify;">
h. Bayi lahir dengan persalinan tindakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
D. Batasan Operasional Pemantauan PWS-KIA</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pelayanan Antenatal</div>
<div style="text-align: justify;">
Pelayanan kesehatan oleh tenaga operasional untuk ibu selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Standar operasional yang ditetapkan untuk pelayanan</div>
<div style="text-align: justify;">
antenatal adalah "71".</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Penjaringan (deteksi) dini kehamilan berisiko</div>
<div style="text-align: justify;">
Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan ibu hamil berisiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi dan tenaga kesehatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Kunjungan ibu hamil</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Kunjungan ibu baru hamil (K1)</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Kunjungan ulang</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan berlangsung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
6. K4</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat (atau lebih), untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
7. Kunjungan Neonatal (KN)</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal 2 (dua) kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas (termasuk bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah) dengan ketentuan:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai dengan hari ke tujuh (sejak 6 jam setelah lahir)</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Kunjungan kedua kali pada hari ke delapan sampai dengan had ke dua puluh delapan.</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
8. Cakupan akses</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
(Jumlah kunjungan baru ibu hamil dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100%.</div>
<div style="text-align: justify;">
9. Cakupan ibu hamil (cakupan K4)</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III.</div>
<div style="text-align: justify;">
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
(jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100%</div>
<div style="text-align: justify;">
10. Sasaran ibu hamil</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun.</div>
<div style="text-align: justify;">
11. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, yang ditolong persalinannya oleh tenaga kesehatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
(Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (tidak tergantung pada tempat pelayanan) dibagi dengan jumlah seluruh persalinan yang ada di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100%.</div>
<div style="text-align: justify;">
12. Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah persentase ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi yang kemudian dirujuk ke Puskesmas/tenaga kesehatan, dalam kurun waktu tertentu. Diperkirakan persentase ibu hamil berisiko mencapai 15-2G% dari seluruh ibu hamil.</div>
<div style="text-align: justify;">
13. Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehata</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah persentase ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan; dan atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi), dalam kurun waktu tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
14. Ibu hamil berisiko</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan risiko tinggi.</div>
<div style="text-align: justify;">
15. Cakupan kunjungan neonatal (KN)</div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah persentase neonatal (bayi umur < 1 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga kesehatan satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ke dua puluh delapan Indicator Pemantauan PWS-KIA</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)</div>
<div style="text-align: justify;">
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah kunjunganbaru K ibu hamil</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun dihitung dengan rumus :</div>
<div style="text-align: justify;">
CBR Propinsi x 1,1 x jumlah penduduk setempat</div>
<div style="text-align: justify;">
Bila propinsi tidak mempunyai data CBR, dapat digunakan angka nasional, sehingga rumus perhitungannya sebagai berikut: 3% x jumlah penduduk setempat</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Cakupan Ibu Hamil (K4)</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang telah ditetapkan) yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumusnya adalah:</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlahkunjunganibu hamil K</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara profesional.</div>
<div style="text-align: justify;">
Rumus yang dipergunakan sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
100%</div>
<div style="text-align: justify;">
1</div>
<div style="text-align: justify;">
tan x</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah seluruh sasaran persalinandalam tahun</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah persalinanolehtenaga keseha</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun diperkirakan melalui perhitungan :</div>
<div style="text-align: justify;">
CBR Propinsi x 1,05 x jumlah penduduk setempat</div>
<div style="text-align: justify;">
Bila Propinsi tidak mempunyai data CBR, dapat digunakan angka nasional sehingga rumusnya sebagi berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
2,8% x jumlah penduduk setempat</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Penjaringan (deteksi) Ibu Hamil Berisiko oleh Masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil berisiko di suatu wilayah. Rumus yang dipergunakan sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah ibu hamil berisiko yang dirujuk oleh dukun</div>
<div style="text-align: justify;">
100%</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun</div>
<div style="text-align: justify;">
Bayi / Kader ke tenaga keseha tan x</div>
<div style="text-align: justify;">
e. Penjaringan (deteksi) Ibu Hamil Berisiko oleh Tenaga Kesehatan Dengan indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif.</div>
<div style="text-align: justify;">
Rumus yang dipergunakan sebagai berikut: : Jumlah ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan atau dirujuk oleh dukun bayi/leader Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun</div>
<div style="text-align: justify;">
f. Cakupan Pelayanan Neonatal (KN) oleh tenaga Kesehatan</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualttas pelayanan kesehatan neonatal.</div>
<div style="text-align: justify;">
Rumus yang dipergunakan sebagai berikut: Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat pelayanan kesehatan minimal 1 kali oleh tenaga kesehatan Jumlah seluruh sasaran bayi dalam 1 tahun. Kunjungan minimal 2 (dua) kali dengan ketentuan:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Kunjungan pertama kali pada had pertama sampai dengan hari ketujuh (sejak 6 jam setelah lahir)</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Kunjungan kedua kali pada hari ke delapan sampai dengan hari ke dua puluh delapan</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal</div>
<div style="text-align: justify;">
Jumlah sasaran bayi diperkirakan melalui perkiraan:</div>
<div style="text-align: justify;">
CBR Propinsi jumlah penduduk</div>
<div style="text-align: justify;">
Bila propinsi tidak mempunyai data CBR, dapat digunakan angka nasional dengan perhitungan:<br />
2,7 x jumlah setempat<br />
Jenis Data<br />
a. Data Sasaran<br />
Jumlah seluruh ibu hamil<br />
Jumlah seluruh ibu bersalin<br />
Jumlah seluruh bayi berusia < 1 bulan (neonatal)<br />
Jumlah seluruh bayi<br />
b. Data Pelayanan<br />
Jumlah K1<br />
Jumlah K4<br />
Jumlah ibu hamil berisiko yang dirujuk deh masyarakat<br />
Jumlah ibu hamil berisiko yang dilayani oleh tenaga kesehatan<br />
Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga profesional<br />
Jumlah bayi berusia < 1 bulan yang dilayani oleh tenaga kesehatan<br />
minimal 2 (dua) kali.<br />
Data pelayanan pada umumnya berasal dari:<br />
1. Register kohort ibu dan bayi<br />
2. Laporan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan dukun bayi.<br />
3. Laporan dari dokter atau bidan praktek swasta<br />
4. Laporan dari fasilitas pelayanan selain Puskesmas yang berada di wilayah<br />
Puskesmas.<br />
Proses Penerapan PWS-KIA<br />
Persiapan<br />
Kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah :<br />
Pertemuan di tingkat propinsi<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertemuan ini merupakan pertemuan persiapan, dan dapat berupa rangkaian pertemuan dengan tujuan yang saling melengkapi yaitu untuk:<br />
1. Menyamakan persepsi mengenai PWS-KIA<br />
2. Pelatihan pelatih<br />
3. Merencanakan pelatihan di tingkat kabupaten dan Puskesmas<br />
4. Menentukan siapa yang akan dilatih<br />
5. Menentukan kebijaksanaan propinsi dalam pelaksanaan PWS-KIA<br />
6. Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan.<br />
Pihak yang terlibat meliputi:<br />
Kantor wilayah Kesehatan<br />
a. Kepala Bidang PKPP<br />
b. Kepala Bidang Yankesmas<br />
c. Kepala Bidang PPTK<br />
d. Kepala Seksi Gizi/Kesehatan Keluarga<br />
e. Kepala Seksi Puskesmas<br />
f. Kepala Seksi Rujukan<br />
g. Kepala Seksi Epidemilogi<br />
Dinas Kesehatan Tingkat I<br />
h. Kepala Subdinas KIA<br />
Kepala Subdinas Pemulihan<br />
i. Kepala Subdinas P2<br />
j. Kepala Subdinas PKM<br />
k. Kepala Seksi Ibu dan Anak<br />
l. Kepala Seksi Puskesmas<br />
m. Kepala Seksi RS<br />
n. Kepala Seksi Imunisasi<br />
<br />
o. Kepala Sub-bagian Perencanaan<br />
Pelatihan petugas Dati II<br />
Petugas Dati II dilatih untuk menjadi pelatih petugas Puskesmas.<br />
Peserta diambil dari unsur-unsur KIA (prioritas), P2M, PKM, Pemulihan<br />
baik dari Dinas Kesehatan maupun Kantor Departemen Tingkat II.<br />
Setiap kali pelatihan, sebaiknya peserta tidak lebih dari 30 orang.<br />
Materi pelatihan :<br />
Pedoman PWS-KIA<br />
Pedoman Pelayanan Antenatal<br />
Kebijaksanaan Program KIA<br />
Perencanaan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan<br />
Pelatihan petugas Puskesmas di Dati II<br />
Pelatihan petugas Puskesmas mengenai PWS-KIA diikuti oleh:<br />
Pimpinan Puskesmas<br />
Koordinator Unit KIA<br />
Petugas SP2TP<br />
Pelatihnya adalah petugas dari Dati II dan Dati I yang telah dilatih.<br />
Pertemuan dengan unit kesehatan swasta dan Rumah sakit umum Pertemuan ini penting karena PWS-KIA mempunyai pendekatan wilayah. Dengan demikian semua pelayanan KIA dari fasilitas pelayanan di luar Puskesmas pun perlu dilibatkan agar dapat diketahui cakupan pelayanan KIA oleh tenaga kesehatan.<br />
c. Pelaksanaan<br />
Pelaksanaan PWS-KIA dimulai di tingkat Dati II, yakni melalui:<br />
<br />
1. Pertemuan di Dati II<br />
2. Pertemuan intern kesehatan, yang dihadiri oleh para Kepala Seksi terkait di lingkungan Dinas Kesehatan dan Kandep, serta Puskesmas.<br />
3. Pertemuan lintas sektor, yang dihadiri oleh sektor terkait di tingkat kabupaten dan kecamatan.<br />
Pertemuan bertujuan memberikan informasi mengenai PWS-KIA, perencanaan yang akan dilakukan dan peran masing-masing yang diharapkan.<br />
2. Pertemuan di tingkat Puskesmas<br />
Pertemuan ini dapat disatukan dengan Mini Lokakarya, yang merupakan pertemuan rutin bulanan di Puskesmas. Semua staf yang memberikan pelayanan KIA diartih PWS-KIA. dan disusun rencana tindak lanjut.<br />
3. Pertemuan di tingkat Kecamatan<br />
Pertemuan bulanan berupa rapat koordinasi dapat dipakai untuk menginformasikan mengenai PWS-KIA non teknis. Hadir dalam pertemuan tersebut biasanya adalah Kepala Desa, Tim Penggerak PKK Desa, Puskesmas dan lintas sektor.<br />
d. Pemantauan<br />
Pemantauan kegiatan PWS-KIA dapat dilakukan melalui laporan dan supervisi yaitu:<br />
Tingkat Kabupaten<br />
a. Laporan Puskesmas<br />
b. Laporan Rumah Sakit<br />
c. Laporan Swasta<br />
d. Supervisi checklist<br />
Tingkat Puskesmas<br />
a. Sarana Pencatatan (buku register, dll)<br />
b. Laporan Swasta<br />
c. Kunjungan ke desa yang rawan<br />
<br />
Cara Membuat grafik PWS-KIA<br />
PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai,<br />
yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan. Dengan demikian<br />
tiap bulannya dibuat 6 grafik, yaitu:<br />
1. Grafik cakupan K1<br />
2. Grafik cakupan K4<br />
3. Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan<br />
4. Grafik penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat<br />
5. Grafik penjaringan ibu hamil berisiko olah tenaga kesehatan<br />
6. Grafik cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan ,:<br />
<br />
Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS-KIA:<br />
a. Pengumpulan Data<br />
Data yang diperlukan untuk menghitung tiap indikator diperoleh dari catatan ibu<br />
hamil per desa, register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan<br />
pemantauan ibu hamil per desa, catatan posyandu, laporan dari bidan/ dokter<br />
praktek swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.<br />
b. Pengelolaan Data<br />
Perhitungan untuk cakupan K1 (akses)<br />
2. Pencapaian komulatif per desa adalah<br />
x100%<br />
Sasaranibu hamilperdesa selama1tahun<br />
per desa (Januari s/d Juni 1994)<br />
Pencapaian cakupankomulatif ibu hamil baru<br />
3. Pencapaian bulan ini per desa<br />
x100%<br />
Sasaranibu hamilperdesaselama1tahun<br />
(Juni1994)<br />
Pencapaian cakupan ibu hamil baru per desa selama<br />
s<br />
4. Pencapaian bulan lalu per desa adalah<br />
<div>
<div>
Pencapaian cakupan ibu hamil baru per desa selama</div>
<div>
Perhitungan untuk cakupan K4</div>
<div>
5. Pencapaian komulatif per desa adalah :</div>
<div>
x100%</div>
<div>
Sasaran ibu hamil perdesaselama1tahun</div>
<div>
Per desa (Januaris/d Juni1994)</div>
<div>
Pencapaian cakupan komulatif kunjungan ibu hamil (K4)</div>
<div>
6. Pencapaian bulan ini per desa</div>
<div>
x100%</div>
<div>
Sasaran ibu hamil perdesa selama1tahun</div>
<div>
Per desa (Juni 1994)</div>
<div>
Pencapaian cakupan komulatif kunjungan ibu hamil (K4)</div>
<div>
7. Pencapaian bulan lalu per desa adalah</div>
<div>
x100%</div>
<div>
Sasaranibu hamil perdesaselama1tahun</div>
<div>
Per desa selama (Mei 1994)</div>
<div>
Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4)</div>
<div>
c. Penggambaran grafik PWS-KIA</div>
<div>
Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan</div>
<div>
menggunakan indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut:</div>
<div>
1. Menentukan target rata-rata perbulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal (sumbu y).</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Misalnya target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam 1 tahun</div>
<div>
ditentukan 90 % (garis a), maka sasaran rata-rata setiap bulan adalah:</div>
<div>
7,5%</div>
<div>
12bulan</div>
<div>
90% </div>
<div>
Dengan demikian, maka sasaran pencapaian komulatif sampai dengan bulan</div>
<div>
Juni adalah (6 x 7,5% =) 45 % (garis b).</div>
<div>
2. Hasil perhitungan pencapaian komulatif cakupan K1 sampai dengan bulan Juni dimasukkan ke dalam jalur % komulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi sebelah kiri dan terendah disebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk puskesmas dimasukkan kedalam kolom terakhir.<br />
<br />
Nama desa bersangkutan dituliskan pada lajur desa, sesuai dengan<br />
cakupan komulatif masing-masing desa<br />
4. Hasil perhitungan pencapaian bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei) untuk<br />
tiap desa dimasukkan kedalam lajur masing-masing<br />
5. Gambar anak panah dipergunakan untuk lajur trend. Bila pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari pencapaian cakupan bulan lalu, maka di gambarkan anak panah yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan kebawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).</div>
</div>
<div>
<br />
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<br />
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2679288625605035990.post-23156484822315135932013-03-12T12:51:00.001+07:002013-03-12T13:04:54.308+07:00Kewenangan Puskesmas PONED Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PONED : Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk : </div>
<div style="text-align: justify;">
a) Hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia, Eklampsia), </div>
<div style="text-align: justify;">
b) Tindakan Pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan, </div>
<div style="text-align: justify;">
c) Perdarahan post partum, </div>
<div style="text-align: justify;">
d) Infeksi nifas,</div>
<div style="text-align: justify;">
e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi, </div>
<div style="text-align: justify;">
f) Asfiksia pada bayi, </div>
<div style="text-align: justify;">
g) Gangguan nafas pada bayi, </div>
<div style="text-align: justify;">
h) Kejang pada bayi baru lahir, </div>
<div style="text-align: justify;">
i) Infeksi neonatal, </div>
<div style="text-align: justify;">
j) Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri – Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal Standar. </div>
<div style="text-align: justify;">
Download naskah lengkapnya di <a href="http://adf.ly/KhBLT">sini</a></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com1