This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 01 Maret 2009

HAND DERMATITIS

Dermatitis tangan (juga dikenal sebagai eksim tangan) sering berasal dari kombinasi banyak sebab, diantaranya karena genetik (faktor konstitusional), luka (kontak dengan pembuat iritasi) dan alergi. Sering diakibatkan saat bekerja, ketika diketahui sebagai dermatitis di tempat kerja. Dermatitis tangan khususnya terjadi dalam industri yang melibatkan tempat kerja kebersihan, katering, pekerjaan yang berhubungan dengan logam, cuci rambut, perawatan kesehatan dan pekerjaan dengan mesin.

Dermatitis tangan beragam beratnya. Bisa mempengaruhi punggung tangan. Sering mulai sebagai keluhan ringan dan jarang terjadi. Tetapi dapat menjadi sangat berat dan jelas. Kulit yang terpengaruh awalnya menjadi merah dan kering, kemudian perkembangannya dapat menjadi papul (bengkak) dan gembung berisi cairan (vesikel), membesar dan pecah (fissures), eksudasi dan pembengkakan (oedema). Infeksi karena bakteri dapat menghasilkan pustule, retak-retak dan rasa sakit. Dermatitis yang dipertahankan lama pada ujung jari menghasilkan perubahan pada kuku. Dermatitis tangan dapat tersebar dan mempengaruhi tempat lainnya, khususnya lengan dan kaki.

I. DEFINISI

Dermatitis tangan (eksim tangan) adalah hal umum yang sering terjadi. Kemerahan di tangan biasanya berasal dari kombinasi dari kulit yang sensitif dan iritasi atau reaksi alergi dari material yang tersentuh. Orang dengan dermatitis tangan sering memiliki dermatitis dimanapun.

Dermatitis tangan atau eksem adalah peradangan pada kulit tangan yang terjadi ketika tangan terkena suatu zat yang menyebabkan iritasi. Kemerahan, membesar, bengkak, atau rasa gatal yang jelas pada kulit di jari atau telapak tangan dikenal sebagai dermatitis tangan. Biasanya menjadi masalah kronis yang dapat terjadi berbulan-bulan bahkan tahunan. Ada banyak penyebab yang mungkin, diantaranya pendekatan pada bahan kimia kasar atau detergen, sering mencuci dengan tangan dan kontak atau reaksi alergi sistemik pada hal-hal yang menyentuh kulit atau masuk ke sistem tubuh (misal, makanan, obat, infeksi). Orang dengan masalah alergi lain seperti demam tinggi atau asma lebih cenderung terjadi pada dermatitis tangan atau eksem.

II. FREKUENSI

Ini menjadi masalah kesehatan di tempat kerja nomor satu di AS (dan negara lain yang sangat industrialis). Sejumlah besar pekerja kantor juga mengalaminya saat ini (khususnya dalam lingkungan yang kering dan pada musim dingin) disebabkan oleh kombinasi transepidermal (kulit) kehilangan air dan bahan kimia residu (Formaldehyde dan Pemutih) dalam kertas daur ulang yang mereka tangani setiap hari. Di rumah (atau di laboratorium) ibu-ibu (dan beberapa bapak) mendapatkan apa yang disebut ,”dishpan hands” (tangan pencuci piring). Juga mempengaruhi anak-anak dan remaja yang biasanya alergi pada nikel, makanan, sabun, bahan kimia, deterjen, atau setiap bahan alergen atau iritan lainnya.

Kondisi eksem/dermatitis kronis ini tidak terbatas pada tangan. Dapat juga mempengaruh muka, lengan, kaki atau badan. Bagian ini memfokuskan pada tangan karena menurut sebagian besar pakar medis dan praktisi dermatologi, eksem tangan adalah paling sulit bagi mereka untuk mengontrolnya dan mengelola dengan steroid tradisional dan pelembab.

III. PENYEBAB

· Dermatitis tangan disebabkan kontak dengan iritan, reaksi alergi terhadap zat tertentu.

· Dermatitis tangan kebanyakan disebabkan oleh detergen, logam, sabun, zat kimia yang keras dan pelarut, yang secara langsung atau berangsur-angsur mengiritasi kulit. Iritan yang lain bisa berupa gesekan yang berulang-ulang seperti angina dan dingin.

  • Kita semua memiliki lapisan pelindung alami dari minyak pada kulit kita. Jika lapisan ini hilang oleh sabun, detergen, bahan kimia atau zat lain. Kulit dapat menjadi kering dan pecah. Pendekatan lebih dekat dengan lingkungan pembuat iritasi menyebabkan kemerahan dan peradangan.
  • Beberapa orang secara genetis mudah terpengaruh oleh dermatitis tangan. Jika anda adalah salah satu dari individu ini, maka lebih mudah untuk terjadinya dermatitis tangan jika dibandingkan dengan orang yang tidak secara genetis mudah terpengaruh. Dematitis tangan (eksim tangan) tidak menular.

IV. GAMBARAN KLINIS

Gejala-gejala dermatitis tangan bertingkat, dari yang ringan, gatal-gatal ringan, gatal sekali, bengkak dan melepuh. Dalam kasus-kasus yang parah, luka yang terbuka bisa mengakibatkan infeksi bakteri kulit. Dermatitis kontak iritan biasanya mempengaruhi permukaan tangan, sering kelihatan kering, kulit pecah-pecah pada permukaan jari-jari. Jika iritasinya disebabkan oleh logam, iritasinya akan nampak dibawah cicin.

Dermatitis kontak alergi biasanya juga nampak dipermukaan tangan dan sekitar jari-jari. Kontak dengan tanaman yang beracun dapat menyebabkan kulit melepuh dan berair.

Dermatitis tangan atopik dapat juga menyebabkan gatal yang kronis. Ketika dermatitis tangan disebabkan oleh infeksi jamur, gejala-gejalanya berupa gatal yang melepuh pada sisi-sisi jari.

V. FAKTOR YANG MEMBERATKAN

Faktor Konstitusional

Beberapa orang lebih peka untuk terjadinya dermatitis tangan daripada orang lain, terutama pada orang yang memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan dermatitis atopik, asma atau demam tinggi. Mereka bisa memiliki discoid eczema.

Kadang stress karena emosi membuat dermatitis tangan memburuk, khususnya jenis yang dikenal sebagai pompholyx yang memberikan gatal-gatal dan vesikel pada jari.

Kontak dengan iritan

Faktor tempat kerja adalah yang paling umum menyebabkan dermatitis pada tangan. Khususnya sering jika kulit didekatkan pada detergen (misal pencuci rambut dan shampo) dan pelarut (misal cat dan terpentin), bagian kulit yang terkena pada lapisan pelindung alami. Gesekan dan luka yang berulang juga merusak kulit. Pembuat iritasi menghasilkan lebih banyak kerusakan ketika dermatitis mulai terbentuk; beberapa menit pemecahan menghasilkan peradangan yang dapat berakhir selama beberapa bulan. Ini disebut dermatitis kontak iritan.

Alergi

Alergi mengacu pada hipersensitivitas imunologi tertentu. Kulit bereaksi secara tak wajar dengan suatu zat yang tidak mempengaruhi yang lain. Suatu reaksi yang cepat dikenal sebagai contact urticaria: misalnya beberapa orang tidak dapat memakai sarung tangan kulit karena tidak terbiasa dan secepatnya mereka menanggalkannya, tangan menjadi merah, bengkak dan gatal-gatal. Contact urticaria biasanya berakhir selama sekitar 20 menit , namun alergi kulit dapat menjadi bahaya karena ada resiko anaphilaksis (sulit bernapas dan terhenti).

Dermatitis konyak alergi terjadi berjam-jam hingga harian setelah kontak terjadi, hingga dapat sulit mengidentifikasi penyebabnya. Ada sejumlah item besar, yang dapat menyebabkan dermatitis kontak karena alergi, diantaranya, zat nikel, pewangi, akselerator dari karet (misal sarung tangan) dan p-phenylenediamine (pengering rambut permanen).

Orang katering cenderung mengalami kombinasi reaksi alergi yang cepat dan tertunda pada berbagai protein dalam makanan (protein contact dermatitis).

Ketika alergi tertentu telah teridentifikasi, kontak dengan materi penyebab harus secara ketat dihindari dalam waktu lama untuk membersihkan dermatitis dan mencegah kejadian berulang.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes Patch

Jika memiliki dermatitis yang mengganggu, konsultasikan ke ahli kulit. Sering meminta saran untuk merencanakan tes patch guna membedakan alergi kontak dari reaksi pembuat iritasi. Kelompok material diantaranya diduga sebagai pembuat alergi diterapkan ke bagian punggung atas tangan dalam konsentrasi tertentu yang tidak bisa memunculkan reaksi jika pasien tidak sensitif. Tes patch dihilangkan 48 jam kemudian dan pembacaan akhir dibuat pada 96 jam.

VII. PENGOBATAN

Dengan penanganan yang hati-hati, dermatitis tangan biasanya sembuh secara menyeluruh. Beberapa hari tidak bekerja bisa sangat membantu. Ketika dermatitis di tempat kerja/saat bekerja menjadi berat, mungkin tidak bisa bekerja dalam beberapa minggu atau bulan. Kadang perubahan pekerjaan diperlukan.

  • Perlindungan kulit menjadi bagian yang terpenting dalam pengobatan.
  • Lindungi tangan anda dari kontak langsung dengan sabun, detergen, bubuk asam, dan bahan kimia pembuat iritasi yang sama dengan menggunakan sarung tangan anti air, terbalut kapas. Jika memungkinkan, hindari tempat kerja yang basah dan kontak dengan pembuat iritasi.
  • Lindungi tangan anda dengan menggunakan sarung tangan vinyl, yang kurang sering terjadi daripada karet lebih sering yang menyebabkan reaksi alergi. Jangan dipakai dalam periode waktu lama, saat berkeringat akan juga mengganggu/memperberat dermatitis. Selalu meyakinkan sarung tangan bersih di dalamnya.
  • Ketika mencuci tangan, gunakan air hangat dan sedikit sabun seperti Dove atau Basis, Cetaphil atau Neutrogenan. Kocok sabun dengan hati-hati dan keringkan dengan perlahan. Seluruh sabun dapat menimbulkan iritasi. Tidak ada sabun “lembut untuk kulit”. Jangan buang uang dengan sabun-sabun khusus atau “pembersih bebas sabun”.
  • Cincin sering memperburuk dermatitis dengan menjebak bahan materi pembuat iritasi di bawah jari. Lepaskan cincin anda ketika bekerja di rumah dan sebelum mencuci tangan anda.
  • Sering Gunakan cairan (emollients) , lapisan tipis sebagai krim penghalang yang harus diterapkan pada seluruh area yang terpengaruh sebelum bekerja, dan digunakan kembali setelah mencuci tangan dan kapanpun saat kulit kering.
  • Sebagian besar kasus dermatitis tangan dapat diatur dengan penggunaan resep cortisone ointment super kuat secara berulang. Ointment (salep) ini dapat digunakan dua kali sehari selama 2–3 minggu untuk mengobati peradangan. Jika digunakan Setiap hari selama 3 minggu bisa menyebabkan kulit menjadi tipis dan merah permanen.
  • Jika dermatitis anda terinfeksi, dapat diberikan antibiotik oral atau topikal seperti flucloxacillin untuk sekitar seminggu.
  • Lindungi tangan anda dari setidaknya empat bulan setelah dermatitis anda terobati.

Datangi ahli kulit jika dermatitis anda lebih dari beberapa bulan atau semakin berat. Anda bisa diobati dengan penanganan steroid oral (prednisone) atau medikasi imuno supresan lain. Bentuk pengobatan radiasi ultraviolet (PUVA) direkomendasikan.

Menghindari zat-zat yang anda tahu dapat mengiritasi kulit anda atau memicu reaksi alergi. Dalam beberapa kasus, mencuci tangan dengan sabun dan air setelah kontak dengan suatu zat, seperti tanaman yang berracun, bisa mencegah atau meminimalkan gejala-gejala dermatitis tangan.

KESIMPULAN

Dermatitis tangan atau eksem adalah peradangan pada kulit tangan yang terjadi ketika tangan terkena suatu zat yang menyebabkan iritasi. Ada banyak penyebab yang mungkin, diantaranya pendekatan pada bahan kimia kasar atau detergen, sering mencuci dengan tangan dan kontak atau reaksi alergi sistemik pada hal-hal yang menyentuh kulit atau masuk ke sistem tubuh.

Dermatitis tangan kebanyakan disebabkan oleh detergen, logam, sabun, zat kimia yang keras dan pelarut, yang secara langsung atau berangsur-angsur mengiritasi kulit. Iritan yang lain bisa berupa gesekan yang berulang-ulang seperti angina dan dingin.

Gejala-gejala dermatitis tangan bertingkat, dari yang ringan, gatal-gatal ringan, gatal sekali, bengkak dan melepuh. Biasanya terjadi pada permukaan tangan, sering kelihatan kering, kulit pecah-pecah pada permukaan jari-jari.

Pemeriksaan dengan tes patch digunakan untuk membedakan alergi kontak dari reaksi pembuat iritasi.

Yang terpenting dalam pengobatan adalah difokuskan pada perlindungan kulit terutama kulit tangan dengan menghindari kontak langsung dari bahan pembuat iritasi yang menyebabkan dermatitis tangan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. www.E-doc.com, CLINICAL SKILLS SERIES Contact Eczema, October 17, 2004
  2. www.Nutripharm.net, Dermatitis, Eczema and Their Treatment, 2004
  3. www.Allederm.com, LUBREX CREAM AND CLEANSER frequently asked questions, 2004
  4. Advanced Dermatology of East TN, PC. htm, Hand Dermatitis, 2004
  5. Contact Dermatitis. htm, Hand Eczema (Hand Dermatitis), 2004
  6. American Academy of Dermatology, FAQs, Eczema, 2004
  7. www.Emedicine.com, Contact Dermatitis, Irritant, September 1, 2004

  8. www.Emedicine.com, Dermatitis, Contact, September 1, 2004

  9. www. Dermnet.com, Hand Dermatitis, 30 September 2004

  10. www.Skinsite.com, Hand Dermatitis, 2003
  11. Milton S. Hershey Medical Center College Of Medicine, Hand Dermatitis, 25 Oktober 2004
  12. Linda Sy Skincare, Hand Eczema: The Sound of One Hand Chapping, 2004
  13. www.SanaVita.com, Hand Eczema, 2004

Dyshidrotic eczema

Dyshidrotic eczema merupakan varian dari dermatitis yang ditandai oleh adanya vesikel dan bula pada telapak tangan, telapak kaki dan pada permukaan lateral jari tangan yang bersifat rekuren, akut dan kronis (Steigleder dan Maibach, 1995).

Secara internasional insidensi dyshidrotic ezcema di Amerika Serikat terjadi sebanyak 5 – 20 % pasien dengan keluhan eksema pada tangan, biasanya terjadi dalam iklim panas, selama musim semi dan musim panas (Burdick, 2004).

Dyshidrotic eczema semula diduga sebagai tanda gangguan pengeluaran keringat, namun sekarang beberapa penyebab telah ditemukan yaitu antara lain dermatitis kontak (nikel pada wanita), reaksi id yang menyebar akibat infeksi jamur atau bakteri, erupsi akibat obat, dermatofitid dan penyebab lain yang tidak diketahui (Steigleder dan Maibach, 1995). Bisa juga karena stres emosi, makanan atau obat-obatan. Banyak menyerang pada orang dewasa dengan frekuensi yang sama antara wanita dan pria (Siregar, 1996).

II.1 Definisi

Dyshidrotic eczema adalah suatu eksema endogen yang ditandai dengan adanya erupsi vesikula menonjol di telapak tangan atau telapak kaki (Harahap, 2000).

Menurut Siregar (1996), dyshidrotic eczema merupakan suatu kondisi dimana timbul vesikel-vesikel pada tangan dan/atau kaki yang bersifat rekuren, akut dan kronis.

II.2 Sinonim

Menurut Burdick (2004), penyakit ini mempunyai sinonim, antara lain pompholyx, vesicular palmoplantar eczema dan dermatitis dishidrotik.

II.3 Insidensi

Secara internasional insidensi dyshidrotic eczema di Amerika Serikat terjadi sebanyak 5 – 20 % pasien dengan keluhan gatal pada tangan, biasanya terjadi di dalam iklim panas, selama musim semi dan musim panas. Dyshidrotic eczema bisa menjadi berat, tergantung tingkat keparahan dan waktu menemukan penyakit ini (Burdick, 2004).

Banyak dijumpai pada dewasa muda, usia antara 4 - 76 tahun dengan rata-rata 38 tahun, dimana setelah usia pertengahan frekuensi ini akan menurun. Sedangkan rasio laki-laki dan perempuan 1 : 1 (Harahap, 2000).

II.4 Etiologi

Menurut Harahap (2000), karena lokalisasinya di tempat yang banyak berkeringat (hiperhidrosis), diduga keringat sebagai penyebabnya (dishidrotik). Penderita juga mempunyai riwayat kecenderungan atopy (eksema, asma, hay fever dan rinitis alergika).

Penyebab dyshidrotic eczema belum diketahui dengan pasti. Dyshidrotic eczema sering timbul bersamaan dengan penyakit kulit lain misalnya dermatitis atopik, dermatitis kontak, alergi terhadap bahan metal, infeksi dermatofita, infeksi bakteri, lingkungan dan stres. Menurut Burdick (2004), ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan dyshidrotic eczema dan pompholyx, yaitu :

· Faktor genetik : Kembar monozigot dapat secara serentak dipengaruhi oleh dyshidrotic eczema.

· Atopy : Sebanyak 50% pasien dengan dyshidrotic eczema dilaporkan baik secara personal maupun keluarga mempunyai atopy diatesis (eksema, asma, hay fever, rinitis alergika)

- Serum IgE akan meningkat, sekalipun pasien dan keluarga tidak mempunyai riwayat atopy.

- Dyshidrotic eczema bisa merupakan manifestasi awal dari diatesis atopy.

· Sensitif terhadap nikel : Ini mungkin faktor yang signifikan dalam dyshidrotic eczema namun mempunyai jumlah yang rendah, sedangkan dalam beberapa studi lain dilaporkan adanya peningkatan terhadap sensitifitas terhadap nikel.

· Diet rendah nikel : Hal ini dilaporkan dapat menurunkan frekuensi dan keparahan dari dyshidrotic eczema.

· Reaksi id : Timbulnya dyshidrotic eczema tidak selalu berhubungan dengan paparan bahan kimia yang peka atau metal (misalnya kromium, kobalt, karbomix, fragande mix, diaminodiphenylmethana, parfum, fragrances dan balsem dari Peru).

· Infeksi jamur.

· Stres emosi : Merupakan faktor yang paling memungkinkan menyebabkan dyshidrotic eczema. Banyak pasien melaporkan adanya pompholyx berulang selama periode stres. Perbaikan dyshidrotic eczema menggunakan biofeedback untuk mengurangi stres.

· Faktor lain : Faktor yang dilaporkan bisa menyebabkan dyshidrotic eczema antara lain rokok, kontrasepsi oral, aspirin dan implan metal.

II.5 Patofisiologi

Menurut Burdick (2004), ada beberapa hipotesa mengenai patofisiologi dari dyshidrotic eczema. Hipotesa awal berupa disfungsi kelenjar dimana saluran kelenjar keringat tidak ada hubungannya dengan lesi vesikel. Pasien biasanya tidak mempunyai keluhan hiperhidrosis.

Dyshidrosis eczema mungkin berhubungan dengan atopy. Sebanyak lima puluh persen penderita mempunyai riwayat dermatitis atopik.

Faktor eksogen misalnya dermatitis kontak terhadap nikel, balsem, kobalt, sensitif terhadap bahan metal, infeksi dermatofita dan infeksi bakteri bisa sebagai salah satu pemicu terjadinya dyshidrotic eczema.

Antigen-antigen lain mungkin bereaksi seperti hapten dengan daya spesifik palmoplantar protein dari stratum lusidum dalam epidermis.

Stres emosional dan faktor lingkungan meliputi perubahan iklim, suhu yang panas atau dingin dan kelembaban dapat memudahkan terjadinya penyebaran dari dyshidrotic eczema.

Pasien mengeluh gatal pada tangan dan basah serta adanya bula yang tiba-tiba muncul. Keluhan rasa panas dan gatal mungkin akan dialami setelah bula muncul. Keadaan tersebut bisa berubah dari sekali sebulan menjadi sekali setahun.

II.6 Gejala Klinik

Pada stadium akut dijumpai banyak vesikula, yang berisi cairan, terasa sangat gatal dan munculnya tiba-tiba. Vesikula tersebut kadang-kadang dapat berkelompok dan kemudian membentuk bula yang besar. Pada stadium subakut atau kronis, kulit kering dan berskuama. Pada 80% penderita, mengenai telapak tangan, bagian lateral jari-jari dan hanya 12% yang mengenai telapak kaki. Erupsinya simetris, dan sering rekuren (Harahap, 2000). Kadang-kadang terdapat pustula dan bula yang kemudian lebih sering sembuh dengan mengering daripada memecah (Siregar, 1996).

Umumnya bisa menjadi infeksi sekunder dan sesudah itu kulit menjadi kering atau terpecah-pecah dan deskuamasi (Wilkinson dkk, 1994). Sering didapatkan pada orang-orang yang banyak berkeringat pada tangan dan kaki (Siregar, 1996).

II. 7 Laboratorium

Menurut Burdick (2004), diagnosis dyshidrotic eczema biasanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis semata dan mudah untuk didiagnosis karena cenderung tidak menyerupai keadaan lainnya. Pemeriksaan kultur bakteri dan sensitifitas dilakukan jika curiga adanya infeksi sekunder. Sedangkan tes darah biasanya tidak diusulkan, tapi biasanya IgE-nya meningkat. Dapat juga dilakukan uji tempel (Patch Test) bila dicurigai adanya dermatitis kontak alergi.

II.8 Histopatologi

Tidak tampak perubahan pada kelenjar keringat. Pada epidermis ditemukan vesikel-vesikel dan tidak terlihat adanya tanda-tanda radang (Siregar, 1996). Secara histologik dijumpai adanya vesikula yang penuh berisi cairan di epidermis (Harahap, 2000).

II.9 Diagnosis Banding

Diagnosis bandingnya adalah dermatifitid yaitu dermatitis sekunder yang terjadi karena adanya infeksi jamur. Dermatitis kontak iritan dapat menjadi faktor pencetus terjadinya dyshidrotic eczema ini. Dermatitis kontak iritan pada tangan biasanya mengenai dorsum manus dan sela-sela jari. Pada dyshidrotic eczema, lokalisasi terutama di telapak tangan dan pinggir lateral jari-jari (Harahap, 2000).

Vesikel dari dyshidrotic eczema dapat dirancukan dengan psoriasis pustulosa. Namun demikian, psoriasis pustulosa biasanya melibatkan ujung-ujung jari dan kuku yaitu adanya alur-alur ataupun onikolisis selain juga dapat ditemukan lesi-lesi pada tempat lain. Lesi pada psoriasis jelas batasnya dan tidak gatal (Siregar, 1996)

II. 10 Penatalaksanaan

Menurut Harahap (2000), pengobatan dari dyshidrotic eczema meliputi :

· Astringent untuk mengeringkan kulit.

· Emolien pada lesi kulit yang kering.

· Steroid topikal.

· Kortikosteroid sistemik hanya perlu pada kasus yang berat.

Menurut Siregar (1996), dyshidrotic eczema dapat disembuhkan dengan :

· Krim kortikosteroid

· Asam salisilat 5% dalam alkohol

· Krim vioform 3% memberi hasil yang baik

· Bila madidans : kompres dengan KMnO4 1 : 5000

· Pada kasus-kasus yang berat diberikan kortikosteroid sistemik seperti : prednison, prednisolon atau tiamsinolon

II. 11 Prognosis

Baik, tergantung dari pengobatan

II.12 Komplikasi

Menurut Burdick (2004), komplikasi dari dyshidrotic eczema :

· Infeksi bakteri sekunder dari vesikel atau bula bisa menyebabkan selulitis, limfadenitis dan septikemia.

· Perubahan susunan dan bentuk kuku tampak gambaran seperti garis melintang, menebal, perubahan warna dan kuku yang berlubang.

II.13 Edukasi

· Menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan, misal nikel.

· Menggunakan pelembab secara rutin

· Membersihkan tangan secara rutin untuk memnghindari bahan iritan.

DAFTAR PUSTAKA

Burdick, A.E. 2004, Dyshidrotic Eczema, Department of Dermatology, University of Miami School of Medicine, http ://www.eMedicine.com : 1-19.

Harahap, H. 2000, Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta : 21

Siregar, R.S. 1996, Atlas Berwarna SARIPATI PENYAKIT KULIT, EGC, Jakarta : 142-143

Steigleder, G.K. dan Maibach, H.I. 1995, Atlas Saku PENYAKIT KULIT, Binarupa aksara, Jakarta : 116-117.

Wilkinson, J.D., Shaw, S. dan Fenton, D.A. 1994, Atlas Bantu DERMATOLOGI, Hipokrates, Jakarta : 117

PEMAKAIAN ASIKLOVIR PADA PENYAKIT KULIT

 

Asiklovir (ay-SYE-kloe-veer) merupakan obat antivirus yang digunakan untuk mengobati infeksi akibat virus. Biasanya obat-obatan ini bekerja pada satu jenis atau kelompok dari infeksi virus. Asiklovir digunakan untuk mengobati gejala-gejala cacar air (varisela), herpes zoster, infeksi virus herpes pada genital, kulit, otak, dan membran mukosa (bibir dan mulut), serta infeksi virus herpes pada neonatus. Asiklovir juga digunakan untuk mencegah infeksi herpes genital kambuhan (rekuren). Walaupun asiklovir tidak mengobati herpes, tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan dan menghilangkan rasa sakit (jika ada) dengan cepat. Asiklovir juga dapat digunakan pada infeksi virus yang lainnya, akan tetapi obat ini tidak dapat digunakan pada infeksi virus yang pasti seperti pada common cold. 1

RIWAYAT ASIKLOVIR

Asiklovir [9-(2-hidroksietoksimetilguanin)] merupakan obat sintetik jenis analog nukleosida purin. Sifat antivirus asiklovir terbatas pada kelompok virus herpes. 2

Asiklovir merupakan prototip sekelompok obat antivirus yang di dalam sel hospes difosforilasikan terlebih dahulu oleh enzim kinase virus, sebelum bekerja menghambat sintesis DNA virus herpes. Pada percobaan in-vitro, virus yang paling sensitive terhadap asiklovir adalah virus herpes simplex-1 (HSV-1, 0.02-0.9 ug/ml), diikuti oleh virus herpes simplex-2 (HSV-2, 0.03-2.2 ug/ml), virus varicella-zoster (VZV, 0.8-4.0 ug/ml), virus Epstein-Barr (EBV, 6.0-7.0 ug/ml), dan cytomegalovirus (CMV, > 20 ug/ml). Sel mamalia yang tidak terinfeksi umumnya tidak dipengaruhi oleh asiklovir, biarpun dosisnya tinggi (> 50 ug/ml). 3

MEKANISME KERJA DAN RESISTENSI

Asiklovir memerlukan tiga kali fosforilasi sebelum aktif. Pertama, disfosforilasi menjadi senyawaan monofosfat oleh kinase timidin yang spesifik untuk virus, kemudian diubah menjadi senyawaan di- dan trifosfat oleh enzim kinase yang berasal dari sel hospes. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA melalui dua mekanisme : menghambat deoxyGTP secara kompetitif untuk selanjutnya bereaksi lebih lanjut oleh polymerase DNA, dengan cara mengikat diri pada cetakan DNA membentuk kompleks yang tidak mudah lepas, dan memutus pembentukan rantai DNA virus. 3

Resistensi terhadap asiklovir dapat muncul pada HSV dan VZV melalui perubahan kinase thymidine atau polymerase DNA. Kebanyakan isolat klinis resisten berdasarkan kekurangan aktivitas kinase thymidine, sehingga isolat ini juga resisten terhadap valasiklovir, famsiklovir, dan gansiklovir. Obat lain seperti foscarnet, cidovir, dan trifluridine tidak memerlukan kinase thymidine virus, sehingga tetap aktif terhadap virus yang sudah resisten terhadap asiklovir. 3

FARMAKOKINETIKA

Bioavailabilitas asiklovir yang diberikan per oral berkisar antara 10%-30% dan menurun dengan peningkatan dosis. Kadar puncak rerata adalah 0.4-0.8 ug/ml setelah dosis 200 mg, dan 1.6 ug/ml setelah dosis 800 mg. Setelah pemberian intravena kadar puncak dan lembah pukul rata adalah 9.8 ug/ml dan 0.7 ug/ml, setelah dosis 5 mg/kg/jam, dan 20.7 ug/ml dan 2.3 ug/ml setelah dosis 10 mg/kg/8jam. 3

Asiklovir disebar luas kedalam berbagai cairan tubuh termasuk cairan vesikel, bola mata, dan serebrospinal. Kadar dalam cairan saliva rendah, dan dalam cairan vagina bervariasi, dibandingkan kadarnya dalam plasma. Kadar asiklovir di air susu, cairan amnion, dan plasenta lebih tinggi daripada dalam plasma. Kadar dalam plasma bayi baru lahir sama tinggi dengan kadar dalam plasma i bu. Penyerapan asiklovir melalui kulit setelah pemberian topikal adalah rendah. 3

Rerata waktu paruh eliminasi asiklovir adalah 2.5 jam, dengan kisaran 1.5 sampai 6 jam pada orang dewasa yang ginjalnya baik. Pada neonatus waktu paruhnya adalah 4 jam, pada penderita anuria meningkat jadi 20 jam. Eliminasi asiklovir terutama melalui filtrasi glomerulus dan ekresitubuli. Metabolitnya adalah 9-karboksimetilguanin sebanyak 15%. Farmakokinetik asiklovir pada wanita hamil sama dengan wanita tidak hamil. 3

INDIKASI

Asiklovir efektif terhadap infeksi virus herpes simplex (VHS) tipe 1 dan 2, termasuk herpes mukokutaneus jenis kronis dan rekuren pada pasien yang terganggu fungsi imunologiknya (imunocompromised), juga diindikasikan untuk HSV ensefalitis, neonatus dan VZV (varicella-zoster virus). Asiklovir topikal dapat mempersingkat lamanya herpes genital primer tetapi tidak efektif untuk mencegah rekurensinya. Asiklovir tidak efektif untuk infeksi CMV. Pemberian selama kehamilan tidak dianjurkan. 2

PERHATIAN

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemberian asiklovir :

  • Apakah penderita alergi terhadap asiklovir, atan golongannya, atau mempunyai alergi terhadap sesuatu misalnya makanan.
  • Apakah penderita sedang hamil, walaupun dilaporkan bahwa tidak ada efek terhadap bayi yang dikandung pada ibu yang mengkonsumsi asiklovir.
  • Apakah penderita sedang menyapih anaknyaà Asiklovir dapat melewati air susu walaupun dilaporkan tidak ada efek terhadap si bayi.
  • Usia sipenderita karena pada anak-anak berbeda dosisnya dengan orang dewasa
  • Penderita usia lanjut, karena golongan ini sistem saraf sentralnya lebih sensitif dibandingkan dewasa muda sehingga sering terjadi agitasi, bingung, pusing dan drowsiness akibat obat ini.
  • Apakah penderita sedang menjalani terapi tertentu karena beberapa obat dapat berinteraksi terhadap asiklovir diantaranya :
    • Carmustin mis : BICNU
    • Cisplatin mis : Platinol
    • Kombinasi obat-obatan penghilang nyeri dengna asetaminopen dan aspirin mis : Eksedin atau salisilat lainnya.
    • Cyclosporin mis : sandimmune
    • Deferoksamin mis : Desferal (dengan pemakaian jangka lama)
    • Garam emas (obat-obatan artritis)
    • Obat-obatan anti inflamasi atau analgetik keculai narkotik
    • Litium mis : Lithane
    • Metotreksat (mexate)
    • Obat-obatan lain untuk infeksi
    • Penisilamin mis : cuprimin
    • Plicamycin mis : Mithracin
    • streptozocin mis : Zanosari
    • Tiopronin (thiola) à pemakaian bersamaan dengan asiklovir dapat meningkatkan resiko terjadinya efek samping khususnya penyakit ginjal
  • Masalah-masalah lain, diantaranya :
    • Dehidrasi
    • Penyakit ginjalà dehidrasi atau penyakit ginjal dapat meningkatkan kadar asiklovir, meningkatkan resiko terjadinya efek samping.
    • Penyakit sistem saraf à asiklovir dapat memperberat penyakit ini. 1

EFEK SAMPING

Asiklovir umumya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir topikal dalam larutan polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa terbakar bila dioleskan pada lesi genital. Penggunaan asiklovir selama 5 tahun untuk terapi supresi herpes genitalis dinyatakan aman. Tidak terlihat peningkatan cacat bawaan pada wanita hamil yang menggunakan asiklovir. 3

Beberapa pasien melaporkan mual, muntah dan pusing, tetapi efek samping ini jarang sampai memerlukan penghentian pengobatan. Asiklovir dapat mengendap di tubuli renal bila dosis yang diberikan sangat berlebihan atau pada pasien dehidrasi. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan bersihan kreatinin. Pada pasien dengan bersihan ginjal yang kurang, dapat timbul efek samping yang berikut ini : ensefalopati disertai letargi, tremor, halusinasi, kejang dan koma. 2

Asiklovir juga dapat menimbulkan efek samping diantaranya : kelelahan, nyeri terutama pada sendi, rambut rontok, perubahan daya lihat. Sedangkan efek samping yang lebih serius diantaranya :

  • bintik-bintik merah yang bengkak dan gatal
  • ruam atau kulit melepuh
  • gatal
  • sulit bernafas atau sulit menelan
  • pembengkakan pada wajah, tenggorokan, lidah, mata, tangan, kaki, pergelangan kaki atau tungkai bawah
  • serak
  • jantung berdebar
  • kelemahan
  • kulit pucat
  • sulit tidur, demam, nyeri tenggorokan, menggigil, batuk dan gejala infeksi lainnya, memar atau perdarahan yang tidak biasa
  • hematuria
  • nyeri atau kram lambung
  • diare berdarah
  • penurunan produksi urin
  • sakit kepala
  • halusinasi ( melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada)
  • bingung
  • tingkah laku agresif
  • sulit bicara
  • mati rasa, seperti terbakar, atau sensasi gatal pada lengan atau kaki
  • ketidakmampuan sementara untuk menggerakakan bagian badan
  • tremor yang tidak dapat dikontrol
  • kejang
  • kehilangan kesadaran. 4

V.Efek samping jika dilihat dari cara pemberian :

Parenteral :

1. Toksisitas pada ginjal; pengendapan kristal Asiklovir dat terjadi pada tubulus ginjal jika mlebihi daya larut asiklovir bebas (2,5 mg/ml dalam 37OC air) atau jika pemberian injesi secara bolus. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat sedangkan bersihan kreatinin menurun.

2. Gejala ensefalopati : rata-rata 1% pasien yang menerima Asiklovir intravena bermanifestasi seperti gejala ensefalopati yaitu letargi, obtundation, tremor, bingung, halusinasi, agitasi, kejang atau koma.

3. Lainnya : peningkatan sementara kreatinin serum, ruam atau bintik-bintik merah yang bengkak dan gatal, diaphoresis, hematuria, hipotensi, sakit kepala dan mual, trombositosis.

Oral : (efek gastrointestinal berkurang jika diminum bersamaan dengan makanan)

§ Terapi jangka pendek : mual/muntah, diare, sakit kepala, pusing, lelah, ruam kulit, udem, adenopati inguinal, anoreksia, nyeri tungkai, berkurangnya sensasi perasa, nyeri tenggorokan.

§ Terapi jangka panjang : mual, muntah, diare, sakit kepala, vertigo, insomnia, iritabilitas, depresi, ruam kulit, jerawat, rambut rontok, nyeri sendi, demam, palpitasi, nyeri tenggorokan, kram otot, mentruasi yang abnormal, limfadenopati. 5

VIII. DOSIS

Dosis asiklovir dapat berbeda satu pasien dengan pasien yang lain.

Oral :

  • Pengobatan herpes simpleks :
  • Dewasa : 200 mg (400 mg pada immunocompromised atau bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari, selama 5 hari.
  • Anak dibawah 2 tahun : setengah dosis dewasa.
  • Anak diatas 2 tahun : berikan dosis dewasa.

Pencegahan herpes simpleks kambuhan :

  • 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali sehari, dapat diturunkan menjadi 200 mg 2 atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-12 bulan.
  • Profilaksis herpes simpleks pada immunocompromised :
  • Dewasa :200-400 mg 4 kali sehari
  • Anak dibawah 2 tahun : setengah dosis dewasa
  • Anak diatas 2 tahun : dosis dewasa

Pengobatan varisela dan herpes zoster :

  • Dewasa : 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari.
  • Anak à varisela : 20 mg/kg (maks.800 mg) 4 kali sehari selama 5 hari dibawah 2 tahun : 200 mg 4 kali sehari
  • 2-5 tahun : 400 mg 4 kali sehari
  • diatas 6 tahun : 800 mg 4 kali sehari

Topikal :

Herpes simpleks : tiap 4 jam (5 kali sehari). Krim tidak boleh dioleskan pada mukosa 6

Dosis Asiklovir injeksi :

Untuk terapi herpes pada otak, genital, mukosa membran atau untuk terapi herpes zoster :

  • Dewasa dan anak usia 12 tahun keatas : dosis berdasarkan berat badan. Dosis biasanya 5 sampai 10 mg/kgBB, injeksi lambat hingga 1 jam, dan diulangi setiap 8 jam selama 5 hingga 10 hari.
  • Usia 12 tahun kebawah : dosis berdasarkan berat badan. Dosis biasa adalah 10 mg sampai 20 mg/kgBB, injeksi lambat hingga 1 jam, dan diulangi setiap 8 jam selama 7 hingga 10 hari.

Terapi penularan infeksi virus herpes pada neonatus :

  • bayi hingga umur 3 bulan : dosis berdasarkan berat badan. Dosis umum 10 mg/kgBB. Injeksi lambat selama 1 jam dan diulang setiap 8 jam selama 10 hari. 1

Terapi pada pasien immunocompromised :

  • Dewasa :
    • Herpes simpleks : 5 mg/kg setiap 8 jam biasanya untuk 5 hari.
    • Varisela zoster : dosis ganda menjadi 10 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari
    • Ensefalitis simpleks : 10 mg/kg setiap 8 jam selama 10 hari.
  • Anak 3 bulan -12 tahun :
    • Varisela zoster : 500 mg/m2 setiap 8 jam biasanya 5 hari. 6

PENYAKIT-PENYAKIT KULIT YANG MENGGUNAKAN ASIKLOVIR

1. Herpes Zoster Oftalmikus merupakan salah satu penyakit virus yang melibatkan dermatom cabang oftalmika N. trigeminus. Herpes Zoster Oftalmikus, dapat berbentuk konjungtivitis, keratitis, uveitis, glaukoma sekunder, ptosis, oklusi arteri sentrdis retina, ablasio retina dan oftalmoplegia. Komplikasi pada mata dapat menimbulkan penurunan tajam penglihatan sampai kebutaan. Komplikasi yang lain dapat berupa empsi vesikula generalisata (Herpes Zoster Generalisata), anaestesia, dan neuralgia pasca Herpetika. 7

2. Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia. herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit. Gejala pertama biasanya gatal-gatal dan kesemutan/perasaan geli, diikuti dengan benjolan yang membuka dan menjadi sangat sakit. Infeksi ini dapat menjadi dorman (tidak aktif) selama beberapa waktu, kemudian tiba tiba menjadi aktif kembali tanpa alasan jelas. Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin. Namun HSV-1 dapat menye- babkan infeksi pada kelamin dan HSV- 2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks. Pengobatan baku untuk HSV adalah asikovir dalam bentuk pil dua kali sehari. Terapi ini dapat mencegah sebagian besar jangkitan kambuh. Penyakit herpes dapat menyebabkan rasa nyeri (sakit) yang amat sangat. Rasa sakit ini harus ditangani dengan baik, dengan memakai analgesik yang cukup untuk menawarkannya. 8

3. Varisela (chickenpox, cacar air) yaitu infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelaianan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Virus ini ditularkan melalui percikan ludah penderita atau melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan kulit. Penderita bisa menularkan penyakitnya mulai dari timbulnya gejala sampai lepuhan yang terakhir telah mengering. Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster. 9 Masa inkubasi ini berlangsung 17 sampai 21 hari. Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala, kenudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel, vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses berlangsung, timbul lagi vesikel baru sehingga memberi gambaran polimorf. 10

4. Herpes zoster (Shingles atau sinanaga) adalah suatu penyakit yang membuat sangat nyeri (rasa sakit yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Perawatan setempat untuk herpes zoster sebaiknya termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan menjaganya tetap kering. Gentian violet dapat dioleskan pada luka. Pengobatan baku untuk herpes zoster adalah dengan asiklovir, yang dapat diberikan dalam bentuk pil yang diminum lima kali sehari atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih parah. Obat ini paling berhasil apabila dimulai dalam tiga hari pertama setelah rasa nyeri herpes zoster mulai terasa. 11

DAFTAR PUSTAKA

  1.  Anonim. 2006. Acyclovir (systemic).
  2. http://www.nlm.nih.gov/medileplus/druginfo/uspi/20.2008.html
  3. Ganiswarna, G.S., 2000. Farmakologi dan Terapi edisi 4. FK UI. Jakarta.
  4. Daili, F.S,. 2002. Infeksi Virus Herpes. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
  5. Anonim, 2006. Acyclovir http://medlineplus.gov
  6.  Anonim. 2005. Acyclovir A Commonly Used Medication for HIV and AIDS patients. http://www.hivdent.org/main.htm
  7. Departemen Kesehatan RI. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. CV. Sagung Seto. Jakarta.
  8. Suhardjo, 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus di RSUP Dr. Sardjito. Cermin Dunia Kedokteran No.122.
  9. Anonim. 2005. Herpes Simpleks. Yayasan Spiritia. Jakarta.
  10. http://www.i-base.org.uk
  11.  Anonim. 2004. Cacar Air http://www.medicastore.com
  12. Djuanda, A., 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta.
  13. Anonim. 2005. Herpes Zoster (Sinanaga). Yayasan Spiritia. Jakarta.
  14. http://www.i-base.org.uk

Dermatitis Seboroik

 

A. Definisi

Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat seboroik.1

Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi.2,5,6

Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar lemak) yaitu: kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas ( daerah presternum, daerah interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan pantat).1,2,3,4,5

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.3,5

A. Etiopatogenesis

Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Factor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.1,2,5,6

Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.1,2,3,4,5,6

Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.1,2,3,4,6

Etiologi yang lain antara lain sebum meningkat penumpukannya pada kulit yang tidak bargerak, misalnya pada kelainan neurologis; hygiene yang buruk; variasi suhu dan kelembaban yang rendah; dermatitis seboroik yang luas dan sukar diobati dipikirkan karena infeksi HIV, terutama pada kelompok resiko tinggi karena imunosupresi sehingga pertumbuhan “yeast” meningkat; lebih sering pada orang-orang yang banyak m,emakan lemak dan minum alkohol.2,3,4,6

B. Manifestasi Klinis

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Kadang-kadang ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mengering berwarna kekuningan. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.1,3,4,5,6

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.1,4,5,6

Pada bentuk yang lebuh berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh kruata-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel atau krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak yang lekat pada kulit kepala daerah frontal dan parietal tanpa ada dasar kemerahan dan kurang atau tidak gatal disebut cradle-cap. Dapat pula ditemukan lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama berminyak, kurang atau tidak gatal.1,2,4,5

Pada daerah supraorbiatal, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus.1,5

Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.1

Pada dewasa (dimulai usia puber, rata-rata pada 18-40 tahun, dapat pula usia tua). Pada area seboroik, khas tapak lesi maculae atau patch, folikular, perifolikular atau papulae, kemerahan atau kekuningan yang ringan sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak.2,5,6

C. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dermatitis seboroik adalah:1,3

1. Psoriasis.

Pada psoriasis: skuama berlapis-lapis, kasar, tanda tetesan lilin dan Auspitz.

Psoriasis yang mengenai scalp: skuama lebih tebal dan putih seperti mika, kelainan kulit pada perbatasan wajah dan scalp dan tempat lain sesuai predileksi.1,3,4,5,6

2. Psoriasis inverse yang mengenai daerah fleksor.

3. Kandidosis yang terdapat pada lipatan paha dan perianal.1,3,6

Pada kandidosis: eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.

4. Otomikosis.

Pada otomikosis: terlihat elemen jamur pada sediaan langsung.

5. Otitis eksterna.

Pada otitis eksterna: menyebabkan tanda-tanda radang, jika akut terdapat pus.

6. Tinea barbae.

Pada tinea barbae: pada daerah jenggot, berupa papula-papula menyerupai folikulitis yang dalam.1,3,5

7. Tinea kapitis (favus).

Pada tinea kapitis: biasanya tampak bercak-bercak botak dengan abses yang dalam, rambut putus-putus dan mudah dilepas.1,3,5

Diagnosis banding tergantung berat dan lokasi penyakit: Pytiriasis kapitis (ketombe), psoriasis vulgaris, dermatitis atopi, dermatitis kontak, rosasea, pemphigus erythematosus, pemphigus foliaceus, neurodermatitis, pytiriasis rosea, pytiriasis versikolor, dermatofitosis, kandidiasis intertrigo, eritema intertrigo, eritrasma, erupsi obat, penyakit Darier, penyakit Lettere-Siwe.2,5

D. Diagnosis

Penegakkan diagnosis berdasarkan:2,3

1. Gejala klinis yang khas.

2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih jelas. Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.

3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.

4. pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).

E. Terapi

Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:3

1. Umum

Hindari semua factor yang memperberat, makanan berlemak, dan stress emosi. Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan dengan shampo.

  1. Khusus

a) Sistemik

1) Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.

2) Vitamin B kompleks.

3) Kortikosteroid oral dapat menurunkan insiden dermatitis seboroik. Misalnya Prednison 20-30 mg sehari untuk bentuk berat. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.1,3,6

4) Antibiotik seperti penisilin, eritromisin pada infeksi sekunder (dermatitis seboroik).1,3

5) Preparat azol akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap P. Ovale, juga dapat memengaruhi berat ringannya dermatitis seboroik. Misalnya Ketokonazol 200 mg per hari.1,3,4,5,6

6) Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.1

7) Narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.1

b) Topikal

1) Cuci rambut dengan Selenium sulfida (selsun) seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-15 menit atau dengan larutan Salisil 1% atau larutan belerang 2-4% atau dalam bentuk krim.3,4,5,6

2) Kortikosteroid topikal atau krim dapat memberi kesembuhan sementara.3,6

F. Prognosis

Prognosis dermatitis seboroik adalah baik, jika faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan.3

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, “Dermatitis Seboroik” dan “Tinea Kapitis”, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002

2. Suparlan, A., G., dkk, “Kandidiasis”, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, LAB/ UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Dokter Soetomo, Hal 15-18, Surabaya, 1994

3. Siregar, R., S., “Dermatitis Seboroika”, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002

4. Anonim, “Seborrheic Dermatitis”, dalam http://www.aocd.org/skin/dermatologic_disease/seborrheic_dermatology.html., American Osteopasthic College of Dermatology, 2004

5. Selden, Samuel, “Seborrheic Dermatitis”, dalam http://www.emedicine.com/DERM/topic396.htm., September 23, 2005

6. Schwartz, Robert, et all, “Seborrheic Dermatitis: An Overview”, dalam http://www.aafp.org/afp., American Family Physician, July 1, 2006

Dermatitis

 

Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejalasubyektif pruritus. Obyektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi, dan pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis.

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri, dan fungus. Respons tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi iala perubahan kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi.

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi karena pajanan ulang pada kulit secara langsung dengan substansi alergenik, dan mekanisme yang mendasari proses terjadinya DKA termasuk reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV)

II. 1. DERMATITIS

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.

Sinonim dermatitis adalah eksem. Ada yang membedakan antara dermatitis dan eksem, tetapi pada umumnya menganggap sama.

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik (contoh : sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui pasti.

Banyak macam dermatitis yang belum diketahui patogenesisnya, terutama yang penyebabnya fakktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis kontak, baik yang tipe alergik maupun iritan primer.

Pada umumnya penderita dermatitismengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebarannya dapat setempat, generalisata, bahkan universalis.

Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tidak selalu harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.

Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga karena seseorang dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu yang bersamaan atau bergantian.

Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh : dermatitis kontak, radiodermatitis, dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh : dermatitis papulosa, dermatitis vesikulosa, dermatitis medidasns, dermatitis eksfoliativa), bentuk (contoh : dermatitis numularis), lokalisasi (contoh : dermatitis interdigitalis, dermatitis intertriginosa, dermatitis manus, dermatitis generalisata), dan ada pula yang berdasarkan lama atau stadium penyakit (contoh : dermatitis akut, dermatitis subakut, dermatitis kronis)>

Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada stadiumnya.

Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil kadang ditemukan, bergantung pada penyebab dermatitis.

Kelainan pada stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di epidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis; edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukan sel radang.

Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi. Papila dermis memanjang (papilamatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis terutama di bagian atas bersebukan sel radang mononuklear, jumlah fibroblas dan kolagen bertambah.

Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak diketahui pasti, maka pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/mengurangi keluhan dan menekan peradangan.

Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin, atau antihistamin dikombinasi dengan antiserotonin, antibradikinin, anti-SRA, dan sebagainya. Pada kasus akut dan berat dapat diberi kortikosteroid.

Prinsip umum terapi topikal diuraikan di bawah ini:

1. Dermatitis akut/basah (medidans) harus diobati secara basah (kompres terbuka). Bila subakut, diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum (pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedang pasta pada daerah yang tidak berambut. Bila kronik, diberi salap.

2. Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat spesifik.

II. 2. DERMATITIS KONTAK IRITAN

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.

Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat.

ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik.

PATOGENESIS

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadan ini akan merusak sel epidermis.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

GEJALA KLINIS

Sebagaimana disebabkan diatas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis.

Dermatititis kontak iritan akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.

Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

Dermatitis kontak iritan kronis

Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada dermatitis kontak iritan akut (oleh iritan primer), dalam dermatitis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear dan determis bagian atas. Eksositosis di epidermis disertai spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis ini dapat menimbulkan bula subepidermal.

DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak irita kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

PENGOBATAN

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.

PROGNOSIS

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor.

II. 3. DERMATITIS KONTAK ALERGIK

EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.

ETIOLOGI

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat (delayed hypersensitivit), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.

Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses leh makrofag dan sel Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

GEJALA KLINIS

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.

Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak :

Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.

Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata.

Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing-aids.

Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.

Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan.

Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis).

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

DIAGNOSIS BANDING

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.

UJI TEMPEL

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe cresendo).

PENGOBATAN

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.

Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksufatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.

Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal.

PROGNOSIS

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A., Djuanda S., Hamzah M., Aisah S., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kedua, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993

Arnold HL., Odom RB., James WD., Andrew’s Dissease of Skin, 8th ed, London : WB Sauders Co., 1990, 89-114

Larsen WG, Allergic Contact Dermatitis, In : Moschella SL., Hurley HJ, Dermatology, 3rd ed, London : WB Sauders Co., 1992, 391-400

Akrodermatitis

 

Akrodermatitis ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata acro yang berarti ekstremitas dan dermatitis yang mempunyai arti peradangan pada kulit(4). Sehingga dapat ditarik suatu pengertian secara bahasa yakni peradangan kulit yang terdapat pada ektremitas.

Akrodermatitis pertama kali ditemukan pada tahun 1955 di Italia oleh Gianotti yang dikaitkan dengan infeksi virus Hepatitis B(5). Beberapa waktu kemudian dikemukakan bahwa banyak virus maupun bakteri lain yang dapat menyebabkan akrodermatitis seperti Coxsackie virus, Parainfluensa virus, Enterovirus, Respiratory Syncytial virus, group A Beta Hemolytic Streptococcus dan lainnya(3).

Sinonim dari acrodermatitis ialah acrodermatitis infatile lichenoid, acrodermatitis papular infatile, Gianotti crosti sindrom, papular acrodermatitis of childhood, papulovesicular acro located syndrom(1).

Sedangkan secara klinis akrodermatitis dijelaskan sebagai suatu kelainan kulit pada anak yang disertai dengan gejala ringan berupa panas dan malaise, yang dikaitkan dengan adanya infeksi virus hepatitis B ataupun infeksi virus lainnya. Pada kelainan ini biasanya lesinya simetrik, papul berwarna merah tembaga berbentuk datar, berkilat, berbentuk garis linear(1).

Akrodermatitis dapat mengenai semua suku bangsa, perbandingan wanita dan laki laki sama(2). Sedang faktor usia sering terjadi pada anak anak, menurut Albert sering pada usia antara 3 bulan sampai 7 tahun. Dan menurut Timolty antara umur 1 sampai 6 tahun.

1. Definisi.

Akrodermatitis adalah suatu kelainan kulit yang tidak berbahaya yang disertai gejala demam dan malaise, yang terkait dengan suatu infeksi virus maupun bakteri. Yang tersering terinfeksi virus Hepatitis B(1).

2. Epidemiologi.

Akrodermatitis merupakan penyakit yang jarang ditemukan, tersering menyerang pada usia anak anak, dimulai sejak usia 3 bulan sampai 7 tahun yang rata rata berkisar pada usia 2 tahun. Akrodermatitis tidak ditemukan pada usia dewasa. Untuk jenis kelamin tidak dibedakan, baik pada wanita maupun laki laki perbandingannya sama. Begitu pula dengan suku bangsa tidak dapat dibedakan semua dapat terkena(7).

Di Amerika Serikat kasus akrodermatitis insidensinya tidak diketahui secara pasti hal ini dimungkinkan karena kasusnya sangat jarang dan tidak berbahaya(2).

Di Italia dilaporkan bahwa insiden akrodermatitis sejak tahun 1955 sampai 1989 sekitar 308 pasien. Dan penyakit ini menyebar di Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan Jepang(5).

Di Indonesia sendiri belum ada data yang pasti tentang insiden akrodermatitis selama ini.

3. Etiologi.

Pada mulanya akrodermatitis diduga karena infeksi virus hepatitis B, tetapi sekarang telah disepakati penyebab akrodermatitis bermacam macam. Hal ini terbukti di negara Jepang, Italia penyebabnya virus hepatitis, sedangkan di Amerika Serikat penyebab tersering Ebstein Barr Virus(3).

Beberapa penyebab akrodermatitis dikelompokkan sebagai berikut(5) :

a. Infeksi virus.

· Hepatitis A, B, dan C

· Rotavirus

· Ebstein Barr virus

· Rubella virus

· Cytomegalovirus

· Coxsackieviruses A16, B4 dan B5

· Adenovirus

· Enterovirus

· Respiratory syncytial virus

· Virus parainfluenza

· Parvovirus B19

b. Infeksi bakteri.

· Group β hemolitik streptococcus

· Mycobacterium avium intracelullar.

c. Imunitas.

· Polio

· Difteria

· Influenza

· Pertusis

4. Patofisiologi.

Timbulnya exanthem atau demam yang disertai gejala erupsi kulit karena adanya reaksi hipersensitif tipe IV. Dimana terjadi akibat limfosit yang tersensitivitasi mengadakan reaksi dengan antigen virus atau bakteri yang berlokasi disekitar pembuluh darah dermis, kemudian terjadi interaksi antigen antibodi (immunohistochemical) yang mengakibatkan pelepasan bermacam macam limfokin sehingga terjadi peradangan pada kulit(5).

Sedangkan pada pemeriksaan imunofluoresensi direct pada kulit hasilnya selalu negatif.

5. Manifestasi Klinik.

Pasien datang dengan keluhan adanya ruam atau exanthem yang timbul secara akut dengan disertai adanya tanda tanda infeksi, demam dan malaise. Ruam biasanya timbul 2-4 minggu atau bisa juga selama 4 bulan, tidak gatal, kecuali bila ruam lebih dari 3 minggu(2).

Ruam berupa papul papul merah kecoklatan atau seperti merah tembaga yang distribusinya simetrik ,diskret ataupun membentuk garis linear. Biasanya tempat prediksinya paling sering pada ektremitas, wajah, dan pantat tetapi dapat juga pada telapak tangan dan telapak kaki walaupun sangat jarang. Gejala lainya dapat terjadi pembesaran abdomen, hal ini karena liver dan lien yang membesar(8).

6. Pemeriksaan Fisik.

· Pada kulit tampak adanya papul papul yang berwarna merah kecoklatan atau seperti merah tembaga dengan ukuran 2-5mm, datar dan berkilat tidak gatal,dan distribusinya simetrik, diskret (terpisah satu dengan lain) atau membentuk garis linear(6),

· Daerah predileksi : wajah, ektremitas (tangan, kaki) bagian ektensor, pantat. Kadang kadang dapat mengenai telapak tangan dan telapak kaki(1).

· Jika akibat infeksi virus Hepatitis dapat ditemukan anicterik adanya hepatosplenomegali, limfadenopati.

· Jika penyebabnya streptococcus pada sistem respirasi atas dapat dijumpai adanya lesi di mukosa, pembengkakan pada tonsil dan pharing merah(6). Sedang untuk penyebab lain belum diterangkan secara terperinci.

7. Pemeriksaan Penunjang.

Ø Laboratorium.

· Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan lymphosytosis dan monositosis.

· Sedang pada kasus yang etiologinya virus hepatitis pada pemeriksaan faal hati didapatkan adanya peningkatan enzim transaminase dan ditemukannya antibody antivirus (AntiHBsAg).

· Untuk mengetahui etiologi yang lain dapat dilakukan pemeriksaan:

v Untuk Ebstein Barr Virus dapat dilakukan IgM dan IgG titer

v Untuk Respiratoric Syncytial Virus dilakukan test fluorescent antibody

v Enterovirus dapat dilakukan dengan kultur atau polimerasi chain reaktive

v Group beta hemolitik streptococcus dapat dilakukan kultur.

Ø Histopatologi.

Pada biopsi kulit pada epidermis diperoleh spongiosis fokal, parakeratosis dan acantholisis ringan. Pada dermis disekitar vaskular terdapat infiltrat lymphosit dan histiosit.

8. Diagnosa Banding.

Akrodermatitis dapat dibedakan dengan penyakit lain yang mempunyai ujud kelainan kulit yang serupa yakni(2) :

· Dermatitis kontak iritan

· Drug Eruption

· Lichen Nitidus

· Lichen Planus

· Pityriasis lichenoidis

· Pityriasis rosea

· Sarcoidis

· Scabies

· Histiositosis sel langerhans

· Erytema Multiforme

· Insect Bite

· Moluscum Contangiosum

Pada diagnosa diferential diatas yang membedakan dengan acrodermatitis yakni dari segi etiologi, distribusi dan tempat predileksi.

9. Terapi.

Sebenarnya tidak ada terapi khusus untuk acrodermatitis, penanganannya hanya bersifat symtomatik.

· Dengan pemberian kortikosteroid topikal seperti Triamcinolone 0,1% cream. Efektivitasnya terhadap antipruritus hanya minimal, tetapi untuk inflamasi efektivitasnya sangat maksimal. Obat ini kerjanya menekan penyebaran leukosit polimorphonuklear dan mengembalikan permeabiltas kapiler pembuluh darah.

· Pemberian antihistamin seperti Hidroxyzine memberi hasil yang sangat memuaskan sebagai anti pruritus. Sifat dari obat ini adalah reseptor antagonis H1 pada perifer dan dapat menekan aktivitas histamin pada subcortical pada sistem syaraf pusat.

· Untuk pasien dengan etiologinya yang diketahui dapat dikonsulkan juga pada ahlinya seperti dengan infeksi virus hepatitis maka dapat dikonsultasikan pada dokter specialis gastroenterology anak.

· Sedang untuk memantau perkembangan penyakitnya (follow up) dapat dilakukan setelah 2 bulan pengobatan untuk mengetahui adanya perbaikan dari lesinya, sedang untuk penyakit yang mendasarinya follow up diperlukan untuk memantau kadar transaminase yang semula tinggi sampai diharapkan mencapai normal.

10. Komplikasi.

Sejauh ini belum ada komplikasi yang nyata pada kelainan kulitnya, tetapi untuk komplikasi penyakit yang mendasarinya dapat berupa penyakit liver yang kronis(7).

11. Prognosis

Prognosis dari akrodermatitis biasanya baik, karena kelainan ini tidak berbahaya dan dapat sembuh sendiri.

1. Kesimpulan.

Akrodermatitis merupakan suatu kelainan kulit yang menyerang pada anak anak yang dikaitkan dengan infeksi virus, bakteri maupun imunitas.

Akrodermatitis mempunyai ujud kelainan kulit berupa papul papul yang berwarna merah kecoklatan atau merah tembaga, permukaan datar dan berkilat, distribusinya simetrik, diskret dan kadang membentuk garis linear.

Daerah predileksi tersering pada wajah, ektremitas atas dan bawah bagian ektensor, pantat, dan kadang kadang dapat mengenai telapak kaki dan telapak tangan.

Untuk menegakkan pasti diagnosa akrodermatitis dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin yang didapatkannya limfositosis dan monositosis, pemeriksaan faal hati, serologi virus untuk mengetahui etiologi dari akrodermatitis, dan dapat juga dilakukan biopsi kulit.

Terapi akrodermatitis secara nyata tidak ada, sifat terapi hanya symtomatik saja.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, Acrodermatitis definition, April, 2003, htt :// www.unair.com//.

2. Albert G.Y. , Gianotti –Crosti Syndrome (Papular Acrodermatitis of Chillhood, Desember, 2002, http :// www.medicine.com //.

3. Cristopher J.R , Acrodermatitis Overview, Cause and Risk Factors, Oktober, 2002, htt :// www.raredisease.org //

4. Dorland, Medical Dictionary, 1996, htt :// www.yahoo.com //

5. Howard P., Gianotti Crosti Syndrome, journal American Academy of Dermatology, March, 2003, http :// www.aad.org //

6. Lehree M, Acrodermatitis Symptoms and Sign, University of Pennsylvania Medical Center, January, 2002, Philadelphia, htt: // www.urac.org //

7. Timothy G.W. , Eleana E.S , Acrodermatitis, November, 2001, htt :// www.google.com //.

8. Wagner A. , Gianotti Crosti and Frictional lichenoid dermatitis, 1999, htt :// www.dermatology.com //

Trauma Thorax

 

Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax.

II. DEFINISI.

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

III. ETIOLOGI.

1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax.

2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.

IV. ANATOMI.

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

V. PATOFISIOLOGI.

Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus )dan perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

VI. INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN.

1. Pengelolaan penderita terdiri dari :

a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.

b. Resusitasi fungsi vital.

c. Secondary survey yang terinci.

d. Perawatan definitif.

2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax, intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.

3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi secepat dan sesederhana mungkin.

4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi thorax dengan jarum.

5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi terhadap adanya trauma – trauma yang bersifat khusus.

VII. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX .

A. Trauma dinding thorax dan paru.

- Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga begian tengah ( iga ke – 4 sampai ke – 9 ).

- Flail Chest. terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.

- Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.

- Pneumotoraks dikibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi/rujuk.

- Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound ) Defek atau luka yang besar plada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.

- Tension pneumorothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vnea jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radkologi. Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosisi merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan keduanya. Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.

- Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

- Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

- Cedera trakea dan Bronkus. Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna, hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau pneumothorax.

B. TRAUMA JANTUNG DAN AORTA.

- Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik. Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosistik klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisi, distensi vena leher tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovlemia dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia. Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponade jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus dicurigai adanya temponade jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pda berbagai keadaan lain. Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat resusitasi (lihat Bab 5, Trauma abdomen, V.F, Studi diagnostik spesifik pada trauma tumpul). Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adaah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha rsusitasi, merupakan indiksi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar besar akan adanya tamponade jantung, pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.

- Kontusio Miocard . Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar jantung dikenal sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin bervariasi dari ptekie epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmia merupakan temuan yang sering timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa yang spesifik, EKG mungkin memperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non spesifik atau disritmia. Adapun penatalaksanaan berupa suportif.

- Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat primary survey. Kadang tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum dan/atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokard yang mengalami trauma. Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel perematur yang multipel, sinus takikardi yang tak bisa diterangkan, fibrilasi atrium, bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dpat disebabkan adanya serangan infak miokard akut. Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis karena adanya kondusksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya disrtimia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval tersebut resiko disritmia kaan menurun secara bermakna.

KESIMPULAN

Trauma toraks sering terdapat pada penderita trauma multipel dan merupakan masalah life threatening. Penderita dengan trauma toraks tersebut biasanya dapat diterapi atau kodisi diperbaiki sementara dengan tindakan yang relatif sederhana seperti intubasi, ventilasi, selang dada atau perikardiosintesis dengan jarum. Kemampuan untuk mengenal trauma ini dan kemampuan melakukan tindakan adalah prosedur yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa.

DAFTAR PUSTAKA.

1. IKABI, ATLS, American College of Surgeon, edisi ke – 6, tahun 1997.

2. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995.