This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 27 Desember 2008

GASTROSKISIS

Cacat kongenital dinding abdomen pada seluruh tebalnya memberi ancaman yang mematikan bagi neonatus sebagai akibat terpaparnya visera dan kemungkinan kontaminasi bakteri. Dua yang tersering dari cacat tersebut meliputi gastroskisis dan omfalokel. (1)

Pada janin usia 5 - 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio. Pada usia 10 minggu akan terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari ekstraperitonium akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat, maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung, dan kadang hati. Dinding yang tipis, terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya kering sehingga isi kantong tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritorium dan amnion, keadaan ini disebut gastroskisis. (2)

Insidensi omfolokel telah dilaporkan antara 1 : 3000 dari 10.000 kelahiran hidup, sedangkan insidensi gastroskisis telah mengalami perubahan yang jelas pada dua dasawarsa yang lalu, dengan persyaratan frekuensi dari 1 : 150.000 kelahiran pada tahun 1960-an sampai saat ini. Gastroskisis cenderung timbul pada bayi dari ibu primigravida muda dengan insidensi prematuritas yang tinggi (60%) (1)

 

A. DEFINISI

Gastroskisis adalah keluarnya usus dari titik terlemah di kanan umbilikus dimana usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion. (2)

Gastroskisis adalah bentuk amfalokel yang mengalami ruptur. (3)

Gastroskisis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam pembentukan dinding abdomen sehingga dinding abdomen sebagian tetap terbuka, dan usus sebagian besar berkembang di luar rongga abdomen janin. (4)

B. ETIOLOGI

Etiologi gastroskisis masih belum jelas, walaupun telah ada hipotesa yang mengatakan gastroskisis diakibatkan oleh pecahnya selaput ketuban dalam uterus pada basis tali pusat. (1)

Gastroskisis bukan merupakan kelainan yang diturunkan. Tekanan oksigen yang rendah pada usia 9 bulan kehamilan meningkatkan kejadian gastroskisis 10 kali lipat. Dapat juga disebabkan oleh defisiensi asam folat atau tripan salisilat biru. Insidensi meningkat pada anak dengan trisomi yaitu trisomi 21,13,15, dan 18. (5)

Etiologi embriologi dianggap kegagalan fusi lipatan dinding abdomen sefalit kaudal dan lateral dengan calert sentral yang mengakibatkan penghambatan lipatan dinding lateral dan terjadi omfalokel/gastroskisis pada garis tengah yang rendah dan epigastrium. (1)

C. MANIFESTASI KLINIS

Gastroskisis merupakan suatu kelainan ketebalan dinding perut yang lokasinya biasanya di sebelah kanan umbilikus. Usus yang keluar dari lubang abdomen memperlihatkan tanda-tanda peritonitis kimia sebagai akibat pengeluaran cairan amnion. Usus menjadi tebal, pendek dan kaku dengan edema yang jelas di dinding usus. Karena pengendapan dan iritasi cairan amnion dalam kehidupan intra uterin. Peristaltis tidak ada, kadang-kadan terjadi iskemik karena puntiran kelainan fascia. Usus tampak pendek, rongga abdomen janin menjadi sempit. Pada anak memperlihatkan gambaran udara sebagai hasil dilatasi perut dan usus kecil bagian proksimal, isi intra abdominal normal jelas terlihat dengan kelainan, yang mana herniasi terjadi pada periode post natal. (4,5)

D. PENATALAKSANAAN

1. Masalah setelah kelahiran

Usus-usus, visera dan seluruh permukaan rongga abdomen yang berhubungan dengan dunia luar menyebabkan :

a. Penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan hipotermi.

b. Kotaminasi usus dengan kuman juga cepat berlangsung sehingga terjadi sepsis.

c. Aerofagi menyebabkan usus-usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan usus ke rongga abdomen pada waktu pembedahan. (4)

  1. Pertolongan pertama untuk mencegah penyakit-penyakit yang timbul dengan :

a. Pemasangan sonde lambung dan pengisapan yang kontinu untuk mencegah distensi usus-usus yang mempersulit pembedahan.

b. Pemberian cairan dan elektrolit/kalori intervena.

c. Antibiotika dengan spektrum luas secara intravena dan pra bedah.

d. Suhu dipertahankan secara baik.

e. Pencegahan kontaminasi usus-usus dengan menutup kasa steril lembab dengan cairan NaCl steril. (4)

  1. Tindakan bedah

Reduksi intra abdominal visera yang terpapar dan penutupan primer kulit atau bahkan fasia, biasanya akan terbukti layak pada gastroskisis, setelah usus dikompresi dengan adekuat varitas peritoneum diperbesar dengan peregangan manual dinding abdomen. Jika penutupan primer gastroskisis, terbukti tidak layak atau tampak menimbulkan tekanan intra abdominal dalam tingkat yang tidak dapat ditoleransi, maka penutupan bertahap bisa dicapai dengan membentuk kantong prostesis (“silo” silastik atau “cerobong asap”), dimana di dalam prostesis ini visera yang terpapar dapat dibungkus. Silo yang menonjol progresif memendek dalam 7 sampai 10 hari berikutnya sebagai peregangan spontan otot dinding abdomen dan dekompresi usus bertahap memungkinkan visera dikandungnya ditempatkan kembali ke dalam kavitas peritonealis. Penutupan fasia/kulit kemudian dapat dicapai. (1,6)

Jika terjadi gangguan respirasi, atau jika terjadi dapat diperkirakan sebelumnya oleh sifat umum dari omfalokel, reparasi primer tidak diindikasikan dan lebih disukai melakukan operasi dua tahap atau reparasi yang menggunakan silastik.

Operasi dua tahap :

Tahap I

Permukaan luar kantong disiapkan bersama-sama dengan kulit seluruh badan. Pangkal umbilikus direamputasi dan diikat dekat batasnya dengan kantong. Kulit diiris melingkar 1 cm dari tepi kantong yang tidak boleh dibuka. Kulit dan jaringan subkutan dinding abdomen dan panggul secara ekstensif dilepaskan dari lapisan aponeurosis untuk memungkinkan masa ekstra abdomen ditutup dengan potongan kulit yang viabel. Diseksi toraks harus dibatasi sesedikit mungkin sesuai dengan penutupan kulit yang diberikan. Potongan kulit diangkat dengan forsep jaringan dan penutupan dilakukan dengan memakai jahitan kasur simpul.

Tahap II

Tahap ini ditunda sampai ronga perut berkembang dan telah dimungkinkan mereduksi hernia ventral jika anak berbaring dengan tenang. Pada waktu operasi kulit dan kantong yang berlebihan dieksisi dan peritoneum, lapisan-lapisan fasia serta kulit didekatkan seperti pada reparasi tahap I. (6)

 

DAFTAR PUSTAKA

1. David C. Sabiston, Jr., M.D, Buku Ajar Bedah, Buku ke-2, Cetakan 1, Penerbit EGC, Jakarta, 1994 : 265 - 267.

2. Sjamsuhidayat R. Wim de jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta, 1997 : 698 - 697.

3. Schwartz I.S, Principle of Surgery, Edisi ke-3, Mc Seraw Hill International, Singapore, 1982 : 1654 - 1655.

4. Kartono Darmawan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Cetakan I, Penerbit Binarupa Aksara, 1995 : 129 - 130.

5. Maingot Rodney, Maingot’s Abdominal Operation, Volume I, Ninth Edition, Appictan & Lange Norwalk Connecticut, USA, 1989 : 306 - 310.

6. Hamilton B, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992 : 570 - 574.

Rabu, 24 Desember 2008

TUMOR TESTIS

Tumor traktus urogenetalia merupakan keganasan yang sering dijumpai di tempat praktek sehari-hari yang mungkin terlewatkan karena kekurangwaspadaan dokter dalam mengenali penyakit ini. Tumor urogenetalia dapat tumbuh di seluruh organ urogenetalia mulai dari ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli, prostat, uretra, testis dan penis (Rainy Umbas, 2000).

Semua gambaran atau manifestasi klinis tumor urogenital tergantung dari letak tumor, stadium, dan penyulit yang disebabkan oleh tumor. Metastasis pada paru, otak, tulang dan liver dapat menyebabkan gangguan organ tersebut dan memberikan manifestasi klinis sesuai dengan gejala organ yang terkena. Diantara keganasan urogenetalis, karsinoma kelenjar prostat merupakan keganasan yang angka kejadiannya paling banyak, kemudian disusul oleh keganasan buli-buli.

Tumor testis relatif jarang ditemukan, walaupun insidennya menunjukkan peningkatan pada tahun-tahun terakhir ini. Di Inggris ditemukan kurang dari 1 % dari seluruh kematian akibat kanker (Coupt, 2000).

Tumor testis cukup penting, banyak mengenai pria dewasa muda dan merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada kelompok ini (Satumed.com, 2004). Banyak diantaranya mempunyai tingkat keganasan yang tinggi walaupun, kemajuan kemoterapi akhir-akhir ini telah mampu memperbaiki prognosis penderita.

Menurut Purnomo (2003), tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia diantara 15 – 35 tahun dan merupakan 1 – 2% semua neplasma pada pria, dipaparkan juga bahwa akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis yang lebih baik, diketemukannya penanda tumor, diketemukannya regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% (1970) menjadi 5% (1997).

Menurut Robbins dan Kumar (1995), tumor testis merupakan penyebab utama yang penting terjadinya pembesaran testis yang padat tanpa rasa nyeri. Sekitar 95% tumor testis berasal dari sel-sel benih dan hampir semuanya ganas. Sisanya 5% berasal dari sel-sel interstitial Leydig atau sel Sertoli, dan ini biasanya jinak, meskipun tumor ini dapat mengeluarkan steroid yang dapat menyebabkan kelainan endokrinopati. Di Amerika Serikat rata-rata angka kejadian tumor sel benih testis sekitar 2 per 100.000 pria. Puncaknya pada usia 15 – 34 tahun. Dari golongan usia ini, frekuensi naik terus dalam beberapa tahun terakhir. Penyebab karsinoma testis tidak diketahui, namun bagaimanapun juga faktor predisposisi itu ada. Dalam rujukan telah dimuat bahwa angka kejadian tumor ini meningkat 10 sampai 40 kali pada penderita testis yang tidak turun. Penelitian epidemiologi memperkirakan bahwa pengaruh genetika juga berperan disini.

II.1. Definisi

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997) :

Dalam artian umum, tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh.

Dalam artian khusus, tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh adanya neoplasma.

Neoplasma adalah pertumbuhan sel-sel baru yang tidak terbatas, tidak ada koordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis.

Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan secara normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya.

Tumor testis adalah tumor yang berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis.

II.2. Dasar-dasar Neoplasma

Neoplasma dalam dunia kedokteran secara umum sering diartikan sebagai “tumor”. Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel-sel baru yang tidak terbatas pada koordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis (Tjidarbumi, 2000).

Dalam arti luas tumor hanyalah merupakan suatu benjolan atau pembengkakan yang diantaranya dapat disebabkan oleh edema atau perdarahan jaringan. Namun istilah “tumor” sekarang ini diterapkan hanya semata-mata untuk neoplastik yang dapat menyebabkan benjolan pada permukaan tubuh; penggunaan istilah untuk lesi non-neoplastik sudah hampir tidak digunakan.

Regenerasi epitel dan pembentukan jaringan granulasi juga suatu pertumbuhan sel baru, tetapi ini bukan neoplasma karena proses disini sesuai dengan pertumbuhan normal. Sel mempunyai dua fungsi utama yaitu bekerja dan reproduksi. Bekerja tergantung dari sitoplasma sedangkan reproduksi tergantung pada inti sel (Robbins dan Kumar, 1995).

Pertumbuhan merupakan sifat pokok dari organ yang hidup dan untuk itu ada regulasinya. Organisme yang dewasa tidak lagi mengadakan pertumbuhan oleh karena disini pertumbuhan sel-sel baru sudah ada dalam kondisi seimbang dengan matinya sel-sel lama. Pada pertumbuhan tumor terjadi keadaan yang disebabkan oleh karena adanya “disregulasi” pertumbuhan. Pertumbuhan tumor sedikit banyak bersifat otonom, tidak terpengaruh oleh mekanisme yang mengatur pertumbuhan sel tubuh kita.

Menurut Underwood (2000), berdasarkan biologisnya tumor dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Tumor jinak (benigna)

Ciri-ciri :

a. batas tegas

b. berkapsul

c. pertumbuhan lambat

d. tidak menimbulkan kematian

2. Tumor ganas (maligna)

Ciri-ciri :

a. batas tidak tegas

b. tidak berkapsul

c. pertumbuhan cepat

d. metastase

e. menimbulkan kematian

Tumor ganas secara keseluruhan dinyatakan sebagai “kanker”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti kepiting. Sesuai dengan sifat yang melekat pada setiap bagian dan mencengkram dengan erat seperti seekor kepiting. Suatu neoplasma dikatakan “ganas” bila dapat menembus dan menghancurkan struktur yang berdekatan dan menyebar ke tempat yang jauh atau metastasis dan menyebabkan kematian (Robbins dan Kumar, 1995). Sel-sel neoplasma yang berproliferasi akan mengalami perubahan sehingga mungkin tidak menyerupai sel asalnya lagi. Derajat morfologi menyerupai sel normal atau asal isebut “differensiasi” dari parenkhim.

Purnomo (2003), menyatakan bahwa penentuan derajat diferensiasi sel-sel tumor ditentukan berdasarkan atas pemeriksaan histopatologi :

- G1 : diferensiasi sel baik

- G2 : diferensiasi sel sedang

- G3 : diferensiasi sel jelek

Dewasa ini diagnosis kanker lebih banyak ditegakkan melalui evaluasi struktural atau morfologik baik histologik maupun sitologik, kemantapan diagnosis sitomorfologik kadang masih banyak kendalanya karena faktor subyektivitas yang tinggi dan kesulitan dalam menilai invasi sel ke stroma (Tjidarbumi, 2000).

Disregulasi pertumbuhan tumor dapat ditemukan baik pada tumor jinak (meskipun dalam gradasi yang lebih rendah) maupun pada tumor-tumor ganas. Hal ini biasanya baru diketahui bila proses tersebut berlangsung agak lanjut. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan hancurnya sel. Pertumbuhan tumor pada umumnya bersifat balans positif, artinya lebih banyak sel yang terjadi daripada yang hilang.

Salah satu sifat karakteristik dari sel kanker adalah kemampuannya untuk menembus jaringan normal dan penetrasi ke dalam pembuluh darah dan saluran limfe. Selain dari pada itu sel kanker pun sering memanfaatkan struktur-struktur yang sudah ada untuk mempermudah infiltrasi, misalnya rongga perineural. Di lain pihak infiltrasi dapat dipersulit oleh struktur-struktur seperti fasia, simpai suatu organ, atau peristoneum. Faktor penambahan volume tumor akan mengakibatkan kenaikan tekanan dalam tumor dan ini akan mempermudah menembusnya sel tumor ke dalam jaringan normal. Dengan kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka tumor ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh.

Untuk mengukur derajat penyebaran tumor ditentukan dalam stadium tumor. Menurut UICC (Union Internationale Contre le Cancere) yaitu perhimpunan kanker dunia, tingkat invasi tumor dinyatakan dalam sistem TNM atau Tumor Nodul Metastasis, yaitu :

- T adalah tingkat pertumbuhan tumor di dalam organ atau tingkat penyebaran tumor ke organ sekitarnya. T diberi tanda dari T0 sampai T4.

- N berarti penyebaran tumor secara limfogen. N diberi tanda dari N0 sampai N3.

- M berarti penyebaran secara hematogen ke organ-organ lain di sekitarnya yang letaknya berjauhan dari tumor primer. M0 jika tidak dijumpai metastasis dan M1 jika sudah terdapat metastasis secara homogen.

Menurut Tjindarbumi (2000), metastasis tumor ganas dapat melalui bermacam-macam, yaitu :

1. Infiltratif

Adalah penyebaran ke jaringan sekitarnya, terjadi secara perlahan-lahan, sel-sel kanker menyebuk ke dalam jaringan sehat sekitarnya atau di dalam ruang antara sel.

2. Limfogen

Yaitu sel-sel kanker masuk ke dalam pembuluh limfe dan merupakan embolus masuk ke dalam kelenjar getah bening regional dan melekat pada simpainya.

3. Hematogen

Yaitu lewat pembuluh darah. Masuknya sel-sel kanker ke dalam pembuluh darah.

4. Implantasi

Biasanya terjadi di meja operasi, misal : jika alat telah digunakan untuk operasi dan dipakai untuk operasi lagi tanpa disterilkan terlebih dahulu.

5. Perkontinuitatum

Yaitu kontak langsung, misalnya tumor gaster menjalar ke ovarium.

II.3. Anatomi dan Fisiologi Testis

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong skrotum, sistem duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens, duktus ejakulatorius, dan urethra; dan glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis (Pichl, 1998).

Gambar Sistem Reproduksi Pria

clip_image002

 

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15 – 25 ml, berbentuk uvoid.

Gambar Anatomi Testis (Pandangan Sagital)

 

clip_image002[4]

Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang berjumlah + 250 lobuli.

Tiap lobulus terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel sertoli dan sel-sel leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada tubulus seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel-sel sertoli, sedang diantara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig.

Sel-sel spermatogonium pada prosis spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel ertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstitial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.

Gambar Anatomi Testes (Potongan Sagital)

clip_image002

Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.

Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk sperma maupun kemih.

Testis mendapatkan pasokan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremastika yang merupakan cabang dari arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.

Gambar Anatomi Testis dan Hubungan Vaskuler

clip_image002[6]

II.4. Etiologi

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997), faktor penyebab karsinoma testis tidak jelas. Faktor genetik, virus atau penyebab infeksi lain, yaitu trauma testis tidak mempengaruhi terjadinya tumor ini. Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai risiko lebih tinggi untuk tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda mengurangi insidensi tumor testis sedikit, risiko terjadinya tumor tetap tinggi. Rupanya kriptokusmus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan risiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda, yang berarti karsinoma testis untuk janin pria.

Demikian juga dengan Purnomo (2003), menyatakan bahwa penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain :
(1) maldesus testis, (2) trauma testis, (3) atrofi atau infeksi testis, dan
(4) pengaruh hormon.

Kriptorkismus merupakan faktor resiko timbulnya karsinoma testis. Dikatakan bahwa 7 – 10% pasien karsinoma testis, menderita kriptorkismus. Proses tumorigenesis pasien maldensus 48 kali lebih banyak daripada testis normal. Meskipun sudah dilakukan orkidopeksi, resiko timbulnya degenerasi maligna tetap ada. Hal senada juga dinyatakan oleh Underwood (2000), dalam tulisannya, bahwa kesalahan penurunan testis merupakan satu-satunya yang telah diketahui untuk timbulnya tumor. Pria dengan testis undesenden mempunyai risiko 10 kali untuk mendapat tumor dibandingkan dengan mereka yang mempunyai testis intraskrotal. Sekitar 10% dari seluruh tumor testis timbul dalam testis, atau telah mempunyai kriptorkidisme.

II.5. Klasifikasi

Sebagian besar (+ 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor. Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal diantaranya adalah tumor sel Leydig, sel sertoli dan gonadoblastoma. Selain berada di dalam testis, tumor sel germinal juga bisa berasa di luar testis sebagai Extragonadal Germ Cell Tumor antara lain di mediastinum, retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan glandula pineal (Purnomo, 2003).

Dalam Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997), klasifikasi organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation / WHO) tentang tumor testis ganas :

1. Seminoma :

· Yang khas

· Spermatositik

· Anaplastik

2. Non Seminoma

· Karsinoma embrional

· Teratokarsinoma

· Teratom matur dan imatur

3. Koriokarsinoma

Klasifikasi neoplasma testis yang digunakan secara luas di Inggris berdasarkan klasifikasi dari The British Testicular Tumour Panel and Registry sebagai berikut :

· Seminoma

· Teratoma

· Mixed Germ Cell tumor (seminoma dan teratoma)

· Limfoma maligna

· Tumor yolk sac

· Tumor sel interstitial (sel Leydig)

· Tumor sel Sertoli

· Tumor metastatik

· Tumor adenomatoid

· Sarkoma paratestikuler

Gambar Klasifikasi Tumor Testis

clip_image001[4]

1) Tumor Sel Benih

a. Seminoma

Ø Jenis tumor testis yang paling sering ditemukan

Ø Asal sel benih

Ø Insiden puncak umur 30 – 50 tahun

Seminoma berasal dari sel benih yang tumbuh dari epitel tubulus seminiferus. Testis membesar berupa tumor solid berwarna putih, homogen dan keras. Tumor ini mengganti seluruh bagian tubuh testis. Sekelompok kecil sisa testis terdesak pada salah satu tepi tumor.

Lima jenis seminoma berdasarkan gambaran histologis ialah :

§ Klasikal

§ Spermatositik

§ Anaplastik

§ Disertai sel raksasa sinsitiotrofoblas

§ Campuran dengan jenis lain tumor sel benih

b. Teratoma

Ø Asal dari sel benih

Ø Insiden puncak 20 – 30 tahun

Ø Lebih agresif dibandingkan dengan seminoma

Ø bHCG dan alfa-fetoprotein berguna sebagai pertanda tumor

Teratoma terdiri atas berbagai jenis jaringan dari endoderm, ektoderm dan mesoderm. Pendapat pada saat ini, teratoma sel benih, dan bukan berasal dari sel totipoten yang terlepas dari keikutsertaan pengorganisasian dalam embrio. Insidensi puncak teratoma antara umur 20 sampai 30 tahun dan dibandingkan dengan seminoma, teratoma lebih agresif.

Klasifikasi yang digunakan di Inggris dan negara manapun, terdapat empat kelompok histologis dari teratoma, yaitu :

§ berdiferensiasi

§ ganas intermedia

§ ganas tanpa berdiferensiasi

§ ganas trofoblastik

c. Tumor Sel Benih Campuran

Bentuk campuran terjadi sekitar 14% dari seluruh tumor testis. Daerah seminoma dan teratoma dapat saling tercampur di dalam tumor yang sama atau sebagian bagian noduler yang terpisah.

Pada tumor campuran ini imunositokimiawi bermanfaat untuk mengidentifikasi bagian kecil dari komponen jaringan yang lebih agresif seperti trofoblas. Prognosis tumor ini ditentukan oleh subtipe teratoma yang ditemukan.

2) Tumor Bukan Sel Benih

a. Limfoma Maligna

Limfoma maligna ditemukan sebanyak 7% dari tumor testis dengan insiden puncaknya antara umur 60 sampai 80 tahun. Tumor ini sering mengenai kedua testis (bilateral) dan pada beberapa kasus, manifestasi pertama yang ditemukan dapat berupa penyebaran pada kelenjar limfe, hati dan limpa.

Testis akan membesar dan digant oleh jaringan tumor homogen berwarna putih lunak. Ini adalah limfona non Hodgkin, yang biasanya suatu limfoma sel-B berdiferensiasi buruk dengan bentuk yang difus. Bentuk khasnya adalah infiltrasi sel ganas di antara tubulus seminiferus tanpa merusak struktur tubulusnya. Ditemukan pula adanya infiltrasi sel tumor ke dalam dinding pembuluh vena di dalam tumor.

b. Tumor Yolk Sac

Tumor yolk sac biasanya ditemukan pada umur di bawah tiga tahun dan merupakan jenis tumor testis yang paling sering ditemukan pada anak-anak; nama lainnya ialah Orchioblastoma. Tumor ini dapat juga mengenai orang dewasa, biasanya merupakan salah satu komponen dari tumor sel benih campuran dan jarang ditemukan sebagai bentuk asli sendiri.

Gambaran histologisnya menunjukkan suatu bentuk adenopapiler dengan sel kolumner atau gepeng yang sitoplasmanya mengandung butir-butir eosinofilik. Ditemukan pula bangunan khas yang disebut badan Schiller – Duval yang dibentuk oleh lapisan perivaskuler sel tumor. AFP merupakan pertanda yang penting untuk tumor jenis ini yang dapat dideteksi dalam serum penderita.

c. Tumor Sel Leydig

Tumor yang tumbuh berasal dari sel interstisial atau sel leydig testis jarang ditemukan, hanya sebanyak 2% dari seluruh tumor testis. Insiden puncak tumor antara 30 sampai 45 tahun. Jenis tumor ini memproduksi androgen dan menyebabkan terbentuknya prekoksius pada anak laki-laki. Manifestasi klinisnya berupa ginekomastia.

d. Tumor Sel Sertoli

Tumor sel sertoli merupakan jenis tumor testis yang jinak dan jarang ditemukan pada pria. Tumor ini lebih sering terjadi pada anjing yang akan menyebabkan terjadinya feminisasi.

e. Tumor Metastatik

Berbagai macam tumor kadang-kadang mengadakan metastasis ke testis, tetapi hasil metastasis tersebut biasanya ditemukan hanya secara kebetulan pada waktu melakukan autopsi dan sangat jarang memberikan kelainan klinis sebagai pembesaran testis. Karsinoma bronkus atau prostat dan melanoma maligna merupakan tumor primer yang lebih sering mengadakan metastasis ke testis.

clip_image002[4]

II.6. Stadium Tumor Testis

Dalam Purnomo (2003) disebutkan bahwa, berdasarkan sistem klasifikasi TNM, penentuan T dilakukan setelah orkidektomi berdasarkan atas pemeriksaan histopatologik.

Beberapa cara penentuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb, yaitu :

§ Stadium A atau I :

Untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis.

§ Stadium B atau II :

Untuk tomur yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta).

Stadium B atau II dibagi menjadi 2 :

- Stadium IIA (untuk pembesaran limfonodi para aorta yang belum teraba)

- Stadium IIB (untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba > 10 cm)

§ Stadium C atau III :

Untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan metastasis supradiafragma.

Tabel Stadium dan Tingkat Penyebaran Tumor Testis

Stadium

TNM

Lokasi

I

II

IIA

IIB

IIC

III

T1 N0

N+

N1

N2

N3

M+

di dalam testis dan rete testis, kelenjar negatif

kelenjar limf retroperitoneal positif

< 2 cm

2-5 cm

> 5 cm

kelenjar limf proksimal diafragma positif atau metastatis jauh seperti di paru, hati, otak, atau tulang

 

II.7. Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Testis

Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ di sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar ke testis.

Kecuali koriokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama; kemudian menuju kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula, sedangkan korio karsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar dan otak.

Kelenjar limfe terletak paraaortal kiri setinggi L2 tepat di bawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan vena Kava setinggi L3 dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikus seperti pada hernia inguinalis lateralis yang menyebabkan gangguan aliran limfe di dalamnya. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini merupakan tanda korio karsinoma.

Klasifikasi TNM Penyebaran Karsinoma Testis

T.

Tis

T1

T2

T3

T4

 

N.

N0

N1

N2

N3

 

M.

M0

M1

tumor primer

pra-invasif (intratubular)

testis dan retetestis

di luar tunika albuginea atau epidimis

funikulis spermatika

skrotum

 

kelenjar limf

tidak ditemukan keganasan

tunggal < 2 cm

tunggal 2-5 cm; multiple < 5 cm

tunggal atau multipel > 5 cm

 

metastatis jauh

tidak dapat ditemukan

terdapat metastatis jauh

 

clip_image002[8]Gambar Penjalaran Karsinoma Testis, Stasiun Pertama adalah Kelenjar Limfe pada Aorta

II.8. Gambaran Klinis

Gambaran khas tumor testis ialah benjolan di dalam skrotum yang tidak nyeri dan tidak diafan. Biasanya tumor terbatas di dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epidimis pada palpasi yang dilakukan dengan telunjuk ibu jari.

clip_image004Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung perut, dispnoe atau batuk, dan ginekomasti menunjukkan pada metastatis yang luas. Metastatis paraaorta sering luas dan besar sekali, menyebabkan perut menjadi kembung dan besar sekali, kadang tanpa nyeri pinggang. Metastatis di paru kadang tertabur luas dan cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat badan.

Pasien biasanya mengeluh adanya pembedaran testis yang seringkali tidak nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada masa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar bHCG di dalam sirkulasi sistematik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.

Pada pemeriksaan fisis testis terdsapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan tidak menunjukkan tanda transimulasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.

II.9. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Penanda Tumor

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan, dan sebagai indikator prognosis tumor testis.

Penanda tumor yang palign sering diperiksa pada tumor testis adalah :

1. aFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.

2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40% - 60% pasien karsinoma embrional, dan 5% - 10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.

Secara ringkas nilai penanda tumor pada berbagai macam jenis tumor dapat dilihat pada tabel.

Tabel Nilai Penanda Tumor pada Beberapa Jenis Tumor Testis

Seminoma

Non Seminoma

Non Chorio Ca

Chorio Ca

aFB

bHCG

40-70 %

25-60 %

-

100%

II.10. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler pada massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis.

Pemakaian CT Scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.

II.11. Pemeriksaan Histologi

Setiap benjolan testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat pada waktu dua minggu harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari testis yang didekati melalui sayatan inguinal. Testis diinspeksi dasn dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Sekali-kali tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas, dilakukan orkiektomi yang disusuli pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran. Untuk menentukan luas penyebaran limfogen biasanya dilakukan diseksi kelenjar limfe retroperitoneal secara trans abdome, yaitu operasi yang menuntut pengalaman khusus. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi.

II.12. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis banding meliputi setiap benjolan di dalam skrotum yang berhubungan dengan testis seperti hidrokel, epididimitis, orkitis, infark testis, atau cedera.

Transiluminasi, ultrasonografi, dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk membedakan tumor dari kelainan lain. Kadang tumor testis disertai hiderokel, karena itu ultrasonografi sangat berguna. Pemeriksaan pertanda tumor sangat berguna, yaitu beta-human chorionic gonadotropin (beta-HCG), alfafetoprotein (AFP), dan laktat dehidrogenase (LDH). Foto paru dibuat untuk diagnosis metastasis paru. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi.

II.13. Penatalaksanaan

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk penegakkan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan, karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan nonseminoma. Jenis seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap radiasi sedangkan jenis non seminoma tidak sensitif. Oleh karena itu radiasi eksterna dipakai sebagai ajuvan terapi pada seminoma testis. Pada non seminoma yang belum melewat stadium III dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lymphnode disection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika terlebih dahulu dengan harapan akan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil. Sitostatika yang diberikan di berbagai klinik tidak sama. Di beberapa klinik diberikan kombinasi regimen PVB (Sisplatinum, Vinblastin, dan Bleomisin).

Diagram Penatalaksanaan Tumor Testis

New Picture (2)

II.14. Prognosis

Pada beberapa tahun terakhir ini terlihat adanya peningkatan yang nyata dari prognosis penderita tumor testis. Seminoma merupakan tumor yang radiosensitif yang mempunyai prognosis sangat baik. Peningkatan utama, terdapat pada penderita tumor sel benih yang non-seminoma yang disebaban oleh tiga faktor, yaitu perkembangan teknik imaging yang lebih cepat yang memperbaiki ketepatan penilaian stadium; peningkatan teknik pemeriksaan pertanda tumor; dan peningkatan obat kemoterapi yang digunakan. Akibatnya, sekarang ditemukan angka kesembuhan yang sama dengan angka kesembuhan pada seminoma.

Sampai saat ini, pengelolaan biasanya berupa orkidektomi yang kemudian diikuti radioterapi profilakstik pada kelenjar limfe para-aorta. Cara ini menghasilkan angka kesembuhan sebesar 90-95% pada seminoma. Pengelolaan paling akhir yang sekarang telah diterima untuk seminoma dan teratoma ialah orkidemtomi diikuti pengawasan dengan menggunakan teknik imaging dan pertanda tumor dalam serum. Kekambuhan yang terjadi kemudian diobati dengan pemberian kemoterapi. Apabila penderita tetap hidup dalam jangka waktu dua tahun setelah pemberian lengkap kemoterapi tanpa adanya proses kekambuhan, penderita dinyatakan telah sembuh.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, Tumor Genitalia Pria, www.satumed.com

Coup. A.J., Traktus Genitalia Pria, (Patologi umum dan sistemik, Ed. Sarjadi), EGC, Ed. 2 Jakarta, 2000.

Purnomo, B.B., Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Ed. 2, Jakarta. 2003.

Piehl. EJ., Gangguan Sistem Reproduksi Pria (Patofisiologi, Ed: Price, S.A. Wilson, L.M). EGC. Ed. 2, Jakarta, 1999.

Robbins S., Kumar V., Buku Ajar Patologi I, EGC, Ed. 2 Jakarta, 2003.

Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Ed. 2, 1997.

Tjidarbumi, Tumor/Onkologi, (Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Ed: Reksoprodjo, S, dkk), Bagian Bedah Staf Pengajar Universitas Indonesia, Ed. 2 Jakarta, 2000.

Umbas, R., Tumor Ganas dalam Bidang Urologi, (Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Ed: Reksoprodjo, S, dkk), Bagian Bedah Staf Pengajar Universitas Indonesia, Ed. 2 Jakarta, 2000.

Underwood, Neoplasi (Patologi Umum dan Sistemik, Ed : Sarjadi), EGC Ed. 2 Jakarta, 2000.

 

SIRKUMSISI

Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis (kulub) atau preputium. Sirkumsisi bertujuan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab penyakit yang mungkin melekat pada ujung penis yang masih ada preputiumnya.

Sirkumsisi atau sunat sudah dilakukan sejak jaman pra sejarah (Journal of Men’s Studies, Amerika Serikat). Sirkumsisi juga diharuskan dalam agama, misalnya Islam dan Yahudi. Bahkan pada awalnya para pendeta Kristenpun diharuskan sunat.

car9xkod

Ada 3 alasan utama orang menjalani sirkumsisi :

1. Karena indikasi medis.
2. Tindakan pencegahan penyakit (untuk masa depan).
3. Alasan agama/keyakinan.

Sirkumsisi (circumcision) dapat dilakukan dengan cara tradisional dan medis, di dalam dunia kedokteran, ada beberapa langkah yang dilakukan ketika melakukan sunat:

Pertama-tama mengiris kulit di bagian punggung penis (dorsumsisi). Ini dilakukan untuk mengeluarkan ujung bagian dalam penis. Kedua, mengiris kulit kulup yang mengelilingi penis (sirkumsisi). Dengan begitu, penis jadi terbuka. Setelah itu menjahit luka irisan tersebut agar penyembuhannya berlangsung cepat dan tidak timbul komplikasi.

Selain cara klasik di atas, masih ada banyak cara untuk menyunat. Di antaranya adalah:

Cara kuno

Dengan menggunakan sebilah bambu tajam. Para bong supit alias mantri sunat langsung memotong kulup dengan bambu tajam tersebut. Namun cara ini mengandung risiko terjadinya perdarahan dan infeksi, bila tidak dilakukan dengan steril.

Metode cincin

Dicetuskan oleh oleh dr. Sofin, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan sudah dipatenkan sejak tahun 2001.

Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar tetap meregang dengan cara memasang semacam cincin dari karet. Biasanya, ujung kulup akan menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya cukup singkat sekitar 3-5 menit.

Metode mangkuk.

Metode ini lebih cocok dilakukan untuk balita atau anak yang memiliki pembuluh darah pada kulup lebih kecil dari ukuran normal.

Metode lonceng.

Di sini, tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis hanya diikat erat sehingga bentuknya mirip lonceng. Setelah itu, jaringan akan mati dan terlepas dengan sendirinya dari jaringan sehat. Hanya saja metode ini waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu. Alatnya diproduksi di beberapa negara Eropa, Amerika, dan Asia dengan nama Circumcision Cord Device.

Dengan laser CO2.

Fasilitas Laser CO2 sudah tersedia di Indonesia. Salah satunya, di Jakarta. Laser yang digunakan adalah laser CO2 Suretouch dari Sharplan. Berikut tahapan sunat dengan laser tersebut:

setelah disuntik kebal (anaestesi lokal), preputium ditarik, dan dijepit dengan klem. Laser CO2 digunakan untuk memotong kulit yang berlebih.Setelah klem dilepas,kulit telah terpotong dan tersambung dengan baik, tanpa setetes darahpun keluar. Walaupun demikian kulit harus tetap dijahit supaya penyembuhan sempurna. Dalam 10-15 menit, sunat selesai. Cara sirkumsisi seperti ini cocok untuk anak pra-pubertal, namun kurang cocok untuk dibawa-bawa kelapangan misalkan pada khitan masal, karena disamping alat ini mahal dan berat dalam pengoperasiannya mutlak memerlukan jaringan listrik.

Khitan metode Electrocautery

Metode pemotongan dengan solder panas ini sempat booming beberapa tahun belakangan ini, masyarakat awam menyebutnya khitan laser. Metode pemotongan elektrokauter inipun mutlak membutuhkan energi listrik (PLN) sebagai sumber dayanya. Namun belakangan ini metode elektrokauter ini banyak mendapat sorotan karena :

- Dapat menimbulkan luka bakar yang cukup serius.

- Tidak praktis karena mutlak membutuhkan jaringan listrik (PLN)

- Jika ada kebocoran (kerusakan) alat, dapat terjadi sengatan listrik yang sangat berbahaya bagi pasien maupun operator.

Persiapan, Perlengkapan Khitan

PerlengkapanSebelum mulai menerima pasien untuk dikhitan, terlebih dahulu kita harus melakukan persiapan.

1. Minor set/Sirkum Set terdiri dari :

- gunting dengan ujung tajam dan tumpul,

- pinset anatomis,

- Klem lurus 3 buah,

- Klem bengkok (mosquito) 1 buah,

- Neddle holder 1 buah- semuanya berukuran kecil-sedang bukan yang besar-besar.

2. Wadah stainles untuk minor set- semuanya ini dalam kondisi steril
3. Jarum cutting ukuran kecil-sedang dan benang cat-gut plain ( lebih baik lagi bila ada yang atraumatik)

4. Spuit 3 cc dan lidocain 2% atau Pehacain
5. Kassa steril yang cukup
6. Plester .
7. Trifamycetin zalf atau sofratule bila ada.
8.Duk steril bolong, handskun steril ukuran sesuai tangan
9. Meja untuk pasien berbaring beserta perlaknya dan kipas angin, serta pencahayaan yang baik atau headlamp.
10. Adrenalin yang sudah dimasukkan dalam spuit untuk jaga-jaga saja
11. Alkohol 70 % dan betadine
12.Tempat sampah
Setelah persiapan lengkap lidocain sudah masuk dalam spuit sebanyak 2,5 cc, jarum sudah dipegang oleh needle holder serta benang catgut sudah terpasang ( "klik" 2 kali ) di pantat jarum, barulah kita panggil pasien.

Evaluasi kelayakan prakhitan ( prasirkumsisi)

A. Evaluasi kelayakan

wwwSebelum memutuskan apakah pasien dapat dikhitan serta untuk menghindari penyulit pada saat atau sesudah proses khitan, atau kemungkinan adanya kontraindikasi klhitan ada beberapa hal yang harus dicermati antaralain:

1. Hypospadia/epispadia
Hal-hal yang perlu ditanyakan/diperhatikan:
- Arah pancaran kencing ke depan, atas atau bawah.
- Apakah penis melengkung saat ereksi
- Kelainan bentuk penis, meatus uretra eksternsa, atau adanya korda.
2. Kelainan hemostasistanya:
Riwayat pendarahan lama setelah luka.
Riwayat perdarahan lama setelah cabut gigi.
Riwayat gosok gigi sering berdarah.
Riwayat kulit mudah membiru bila terkena benturan ringan.
Riwayat perdarahan lama pada keluarga ketika luka.
Riwayat operasi sebelumnya.
3. Diabetus Mellitus
Tanyakan trias DM (polidipsi, poliphagi, poliuri), pruritus, parestesi (kesemutan), riwayat DM di keluarga.4. Riwayat penyakit lainmisal asma bronkiale, epiepsi yang sewaktu-waktu bisa kambuh sehingga kita bisa menyiapkan obat-obatan.
5. Riwayat penyakit menular
semisal hepatitis B,C,D, HIV positif, AIDS.
6. Riwayat alergi obat
Riwayat reaksi gatal2, kemerahan, pusing, pingsan setelah mendapat suntikan atau obat tertentu. Bila alergi iodin bisa diganti savlon sebagai antiseptiknya.

B. Pendekatan terhadap anak.

> Seperti sifat anak pada umumnya, akan takut jika berhadapan dengan tenaga medis, jarum suntik dan peralatan medis lainnya.
> Hendaknya kita dapat mengalihkan perhatian anak misalnya dgn mengajak ngobrol membaca ayat alquran, main game dll.
> Jangan meletakkan instrumen di tempat yang mudah terlihat.
> Usahakan jangan didampingi orangtua agar anak tidak cengeng.
> Usahakan anak tidak mendengar apalagi melihat proses khitan yang disertai tangisan anak lain.

C. INFORM CONSENT

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.

Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya.
�Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. �

Urutan Operasi Sirkumsisi

TEKNIK OPERASI Urutan teknik operasi :
1. Asepsis
2. Anestesi
3. Release
4. Insisi
5. Hemostasis
6. Wound suture
7. Wound care
ASEPSIS
Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone iodine atau betadine secara melingkar sentrifugal di area genitalia. Pada beberapa kasus didapatkan reaksi alergi oleh povine iodine. Setelah 3-5 menit bilas dengan alkohol 70 % (perhatian : bila didapatkan laserasi atau reaksi hipersensitivitas berlebihan dianjurkan tidak mengguakan alkohol) Persempit lapangan
operasi dengan doek steril berlubang.
ANESTESI
Sircumsisi pada umumnya menggunakan anestesi lokal, teknik
anastesi yang dipakai biasanya blok, infiltrasi atau gabungan keduanya. Disini penulis menggunakan anestesi infiltrasi yang membentuk ring blok.
Teknik Infiltrasi
Jarum disuntikan di daerah dorsum penis proksimal secara sub kutan, gerakkan kekanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jaruh ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Kemudian jarum injeksikan di daerah ventral dan lakukan infiltrasi seperti diatas sehingga pada akhirnya terbentuk Ring Block Massage penis, karena obat anestesi membutuhkan waktu untuk bekerja. Tunggu 3-5 menit kemudian dilakukan test dengan menjepit ujung preputium dengan klem. Apabila belum teranestesi penuh ditunggu sampai dengan anestesi bekerja kira-kira 3-5 menit berikutnya.
Pada batas tertentu bila dipandang perlu dapat dilakukan tambahan anestesi.

Mengatasi perlengketan dan membersihkan smegma.

1. Membebaskan perlengketan.

image

Perlengketan yang dimaksud disini adalah antara prepusium dan gland penis, kususnya didaerah korona glandis. Hal ini diakibatkan adanya smegma yang menumpuk dan mengeras, akibat higiene yang kurang baik atau karena kelainan phimosis.

Smegma yang terlanjur menumpuk dan mengeras sulit dibersihkan dengan tangan tanpa alat bantu. Namun hal itu tidak akan dapat dilakukan sebelum kita membebaskan perlengketan gland penis dan mukosa prepusium. Ada beberapa cara untuk melakukan hal ini diantaranya:

Teknik klem

Caranya, tarik preputium ke proksimal kemudian klem dibuka sambil didorong ke arah perlengketan. Cara ini dilakukan berulang-ulang kearah proksimal dan lateral sampai terlihat sulkus korona glandis dan pangkal mukosa prepusium di sekeliling sulkus korona glan penis.

Keuntungan tehnik ini adalah dapat membebaskan perlengketan dengan cepat sedangkan keurangannya adalah dapat menyebabkan lecet didaerah gland dan mukosa. Yang harus diperhatikan dalam tehnik ini bahwa ujung klem harus benar-benar tumpul.
Teknik kasa

Caranya sama, preputium ditarik dengan tangan kiri ke arah proksimal sampai meregang sehingga terlihat perlengketan, tangan kanan memegang kasa steril untuk membebaskan perlengketan. Kemudian daerah perlengketan didorong dengan kasa dan didorong ke arah proksimal sehingga perlengketan terlepas sedikit demi sedikit. Keuntungan tehnik ini adalah minimnya resiko lecet atau trauma pada gland penis, namun kerugiannya adalah prosesnya memakan waktu relatif lama.

Ciri perlengketan yang sudah lepas.

Yang harus diperhatikan dari beberapa tehnik diatas adalah perlengketan sekeliling perbatasan

mukosa dan gland penis harus benar-benar bebas / lepas seluruhnya. Ciri perlengketan sudah lepas adalah sudah terlihat batas mukosa-batang penis dan sulkus korona glandis secara utuh, terlihat sebagai sudut tumpul yang melingkar sepanjang lingkaran penis.

2. Membersihkan smegma

image

Smegma yaitu sekret dari kelenjar yang dapat mengeras, berupa butiran-butiran putih seperti kapur yang berkumpul antara mukosa dan gland penis, utamanya didaerah korona glandis. Membersihkannya dengan didorong kasa steril sedikit demi sedikit. Namun jika smegma sulit dilepaskan basahilah kasa dengan iodin povidon kemudian lakukan cara yang sama dengan diatas. Jika dengan cara ini smegma masih sulit terlepas, dapat diatasi dengan klem mosquito dengan cara menjepit gumpalan smegma satu persatu, kemudian bersihkan dengan kasa yang telah dicelup iodin povidon 10%.

Dorsumsisi, Tehnik Konvensional Dorsal Slit Operation

Dorsumsisi ( Dorsal Slit Operation )

TEKNIK KONVENSIONAL (DORSUMSISI)

Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus coronarius.

Keuntungan

  • Kelebihan kulit mukosa bisa diatur

  • Resiko menyayat/memotong penis lebih kecil

  • Mudah mengatur panjang pendek pemotongan mukopsa

  • Tidak melukai glan dan frenulum

  • Pendarahan bisa cepat diatasi

  • Baik untuk penderita fimosis/paraphimosis.

  • Baik untuk pemula.(tehnik yang paling aman)

Kerugian :

  • Pendarahan relative lebih banyak.
  • Teknik sulit dan lebih rumit
  • Insisi sering tidak rata, tidak simetris.
  • Waktu lebih lama.

Urutan / Tahapan Tehnik

  1. Tandai batas insisi dengan menjepit kulit prepusium dengan klem/pinset.

image

image

  • Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal.

  • Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher

  • Preputium diinsisi pada jam 12 diantara jepitan klem dengan menggunakan gunting kearah sulcus coronarius, sisakan mukosa kulit secukupnya dari bagian distal sulcus pasang tali kendali

    image

    image

  • Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’)
    Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali kendali )
  • Buat tali kendali pada jam 3 dan 9
  • Gunting dan rapikan kelebihan mukosa
  • Rawat perdarahan yang terjadi

    image

    image

    HEMOSTASIS

    Perawatan perdarahan di lakukan dengan mencari sumber perdarahan dengan menghapus daerah luka dengan menggunakan kasa, bila di dapatkan sumber perdarahan segera di jepit dengan klem/pean arteri kecil. Tarik klem, ligasi dengan mengikat jaringan sumber perdarahan dengan catgut. Potong ikatan sependek mungkin. Cari seluruh sumber perdarahan lain dan lakukan hal yang serupa.

    Jika anda mempergunakan flashcutter, cukup menyentuh pendarahan dengan probe bipolar, seketika langsung terhenti.

    WOUND SUTURE

    Jahitan Frenulum
    Frenulum biasanya dijahit dengan matras horizontal atau boleh dengan matras 8 (cross) ataupun matras horizontal. Setelah dijahit sisakan benang untuk digunakan sebagai kendali.·

    Jahitan Dorsal
    Jahitan pada dorsal penis mengunakan jahitan simpul. Sisakan benang untuk dibuat tali kendali. (Gambar 18 Simpul pada jam 12)·

    Jahitan bagian kulit mukosa yang lain
    Dengan menggunakan kendali untuk mengarahkan posisi penis jahit sekeliling luka dengan jahitan simpul (jam 12). Jahitan simpul bisa dilakukan pada jam 3 dan 9 atau jam 2,4, 8 dan 10. Tidak diianjurkan Mengikatnya terlalu erat. Tidak dianjurkan menggunakan jahitan jelujur (Continuous Suture). Bila telah dijahit semua maka lihat apakah ada bagian yang renggang yang memerlukan jahitan.

    WOUND CARE
    Setelah selesai di jahit olesi tepi luka dengan betadine, bila perlu beri dan olesi dengan salep antibiotik.

    Perawatan luka bisa dilakukan dengan metode tertutup atau terbuka.

    Metode terbuka (Open Care )

    Perawatan ini bisa dilakukan bila ada jaminan penderita mampu menjaga kebersihan luka. Setelah diolesi betadine dan salep antibiotika biarkan secara terbuka (dianjurkan urologi).

    Metode tertutup (Close Care)

    Setelah diberi betadine dan salep antibiotika, berikan sufratule secara melingkar. Tutup denga kasa steril, ujung kain kasa dipilin sebagai tempat fiksasi supra pubic dengan menggunakan plester (Balutan Suspensorium) atau biarkan berbentuk cincin (Balutan Ring).

    POST OPERATION CARE
    Medikamentosa
    Analgetika : Antalgin 500mg PO 3dd1
    Asam Mefenamat 500mg PO 3dd1

    Antibiotika : Amoksisilin 500mg PO 3dd1
    Eritromisin 500mg 3dd1

    Roboransia : Vitamin B Complex
    Vitamin C

    Edukasi
    Luka dalam 3 hari jangan kena air.
    Hati hati dengan perdarahan post circumsisi, bila ada segera kontrol
    Perbanyak istirahat
    Bila selesai kencing hapus sisa air kencing dengan tisue atau kasa
    Perbanyak dengan makan dan minum yang bergizi terutama yang banyak mengandung protein, tidak ada larangan makan.
    Setelah 3-5 hari post circumsisi buka perban di rumah segera kontrol.

     

    Khitan klasik atau sirkumsisi taknik standar, konvensional.

    Sirkumsisi taknik standar, konvensional.

    potong-konfensional-300x245Khitan metode ini merupakan khitan standar yang paling kuno namun masih banyak dipakai sampai saat ini, baik oleh tenaga medis maupun non medis (paraji sunat ,calak (Jawa), dll). Di Sunda dikenal dengan sebutan sopak lodong.

    Keuntungan.

    - Peralatan lebih murah dan sederhana, sudah banyak dikenal masyarakat.

    - Biaya relative lebih murah.

    Kerugian atau resiko :

    - Resiko glan terpotong / tersayat sangat tinggi, terutama jika sayatan dibawah koher.

    - Proses memakan waktu cukup lama, kurang cocok untuk acara khitan masal yang lagi marak terahir ini.

    - Mukosa kadang lebih panjang sehingga membutuhkan pemotongan ulang.

    - Bisa terjadi nekrosis jika jepitan koher terlalu lama .

    - Resiko pendarahan operasi relative sangat tinggi,demikian halnya paska operasi.

    Teknik khitan standar ( konvensional )

    1. Tandai batas insisi
    2. Pasang klem pada jam 12 dan 6 ditarik ke distal sampai teregang.
    3. Urutlah glans seproksimal mungkin dan fiksasi glans dengan tangan kiri.
    4. Jepit koher pada batas yang telah kita tandai dengan arah melintang miring (sekitar 40 derajat) antara jam 12 dan 6 ( jam 6 lebih distal)
    5. Yaskinkan bahwa glans tidak terjepit.
    6. Gunting / sayat dengan bisturi dibagian atas atau bawah koher.
    7. Lepaskan koher dan munculkan kembali glans.
    8. Rapikan sayatan terutama jika mukosa masih panjang.

    Kontra Indikasi Khitan

    Hemofilia

    Salah satu kelainan yang merupakan kontraindikasi dilakukannya khitan ( sirkumsisi, circumcision ) adalah penyakit Hemofilia, yaitu suatu kelainan yang disebabkan oleh karena kurangnya faktor pembekuan darah.

    Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.

    Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan ( bawaan ) yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.

    Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.

    Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.

    Hemofilia A dan B

    Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :

    Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama :

    Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.

    Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

    Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama :

    Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada

    Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

    Bagaimana ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi?

    Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2).
    Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan.

    image

    a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.

    b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.

    c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.

    d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

    image

    a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.

    b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.

    c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.

    d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.

    Seberapa banyak penderita hemofilia ditemukan ?

    Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang.

    Siapa saja yang dapat mengalami hemofilia ?

    Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.

    Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia)

    Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.

    Tingkatan Hemofilia

    Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :

    Klasifikasi

    Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah

    Berat

    Kurang dari 1% dari jumlah normalnya

    Sedang

    1% - 5% dari jumlah normalnya

    Ringan

    5% - 30% dari jumlah normalnya

     

    Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.

    Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.

    Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.

  •