Minggu, 14 Desember 2008

TUMOR KANDUNG EMPEDU

Tumor kandung empedu adalah kejadian yang tidak bahaya tetapi merupakan masalah yang serius. Spektrum dari lesi berkisar rata-rata dari tumor jinak, seperti adenoma, ke lesi ganas seperti adenokarsinoma. Beberapa pasien dengan jaundis dikarenakan oleh tumor pada cabang kandung empedu. Biasanya tumor terlihat kecil dan sulit untuk divisualisasikan dengan menggunakan studi pencitraan, seperti ultrasonografi dan tomografi, tetapi teknik ini bisa mememukan adanya obstruksi dan membantu mendeteksi penyebaran penyakitnya. Kolangiografi melewati transhepatik atau pendekatan endoskopi bias digunakan untuk mendeteksi anatomi kandung empedu dan melihat lesinya. Penanggulangan dari beberapa kasus tumor kandung empedu meliputi pencegahan obstruksi kandung empedu dengan komplikasinya, penyebaran local, dan kematian dalam 6-12 bulan. Perawatan tergantung dari lokasi dan penyebaran dari lesi, dan teknik pembedahan memperbaiki peluang hidup dan prognosis. Tumor dari kandung empedu telah ditemukan beberapa abad yang lalu. Musser yang pertama kali melaporkan adanya 18 kanker kandung empedu ekstrahepatika. Pada tehun 1935 – 1954, Sako dan teman-temannya menemukan 570 kasus kanker kandung empedu ekstrahepatika.di lain pihak, Altmeir juga menjelaskan adanya keganasan kandung empedu intrahepatik

Tumor dari kandung empedu adalah jarang terjadi baik itu yang jinak ataupun yang ganas. Rata-rata 2 % dari seluruh kanker ditemukan pada autopsi. Adenoma jinak atau papiloma secara nyata jarang terjadi dibandingkan dengan tumor ganas. Kolangiokarsinoma adalah tumor primer yang paling penting dari kandung empedu dan dapat melibatkan diantara intrahepatik atau ekstrahepatik kandung empedu. Pasien dengan intrahepatik kolangiokarsinoma (karsinoma kolangiokarsinoma) mempunyai prognosis yang jelek, dan metastasis tumor yang dini. Angka kejadian kanker kandung empedu di amerika serikat kira-kira 1 kasus dari 100.000 orang dalam penelitian otopsi, variasi angka kejadiannya 0,01-0,46 %. Kanker kandung empedu lebih biasa terjadi di Israel, Jepang dan India amerika.

Di Indonesia, penyakit tumor empedu masih kurang mendapat perhatian dibandingkan penyakit hati lainnya seperti hepatitis virus kronik, sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler. Padahal gejala dan komplikasi penyakit tumor empedu juga mempunyai dampak terhadap biaya kesehatan. Dibandingkan dengan kondisi di Amerika, biaya pengobatan komplikasi penyakit tumor empedu sudah termasuk kelainan saluran cerna termahal dan melebihi kombinasi biaya penyakit hati menahun dan sirosis hati, hepatitis kronik C dan kelainan pankreas. Sementara itu dengan kemajuan di bidang pencitraan dan endoskopi telah terjadi perubahan yang bermakna dalam pendekatan diagnosis dan terapi dari penyakit tumor empedu. Kewaspadaan terhadap penyakit tumor empedu masih perlu ditingkatkan sebab tidak jarang gejalanya mirip sakit lambung (maag) dan sakit kuning (hepatitis) (Sinar harapan, 2002).

Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, lalu keduanya bergabung membentuk duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung dengan saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) membentuk saluran empedu utama. Saluran empedu utama masuk ke usus bagian atas pada sfingter oddi, yang terletak beberapa sentimeter dibawah lambung. Sekitar separuh empedu dikeluarkan diantara jam-jam makan dan dialirkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. sisanya langsung mengalir ke dalam saluran empedu utama, menuju ke usus halus. Jika kita makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengosongkan empedu ke dalam usus untuk membantu pencernaan lemak dan vitamin-vitamin tertentu. Empedu terdiri dari: garam-garam empedu, elektrolit pigmen empedu (misalnya bilirubin), kolesterol, lemak. Fungsi empedu adalah untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu. Tumor kandung empedu bisa menyumbat aliran empedu dari kandung empedu, dan menyebabkan nyeri (kolik bilier) atau peradangan kandung empedu (kolesistitis) (Medicastore, 2003).

 

II. 1. Embriologi Kandung Empedu

Cikal bakal salura empedu dan hati berupa penonjolan sebesar tiga millimeter yang timbul di daerah ventral usus depan. Bagian cranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal tumbuh menjadi pancreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut.

II. 2. Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral musculus rektus abdominalis. Sebagian besar korpus menempel dan tertamam di bagian dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutu seluruhnya oleh lipatan peritoneum visceral. Infundibulum kandung empedu longgar, karena tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka bagian infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong Hartmann.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu tetapi menahan aliran keluarnya.

Saluran empedu ekstra hepatic terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale dengan batas atas porta hepatic sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi (m. sfingter ampula hepatikopankreatika), yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam ampula Vater, tetapi dapat pula terpisah.

Variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu dan pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati sering ditemukan. Variasiseperti ini, yang kadang ditemukan dalam bentuk luas, perlu diperhatikan oleh ahli bedah untuk menghindari komplikasi pembedahan seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.

Anatomi saluran empedu:

A. Saluran empedu dan hubungannya dengan saluran cerna. 1. hati, 2. cabang duktus hepatikus, 3. kandung empedu, 4. duktus sistikus, 5. duktus koledokus, 6. lambung, 7. pylorus, 8. duodenum, 9. pancreas, 10. duktus pancreas, 11. papilla Vater.

B. Saluran empedu, ligament hepatoduodenale dan struktur peritoneal. 1-11 sama dengan gambar A, 12. v. kava inferior, 13. v. lienalis, 14. v. mesenterika superior, 15. v. porta, 16. aorta, 17. trunkus seliakus dengan cabang a. lienalis , a. gastroduodenalis dan a. hepatica, 18. a. hepatica naik ke porta hati melalui ligamentum hepatoduodenale bersama duktus koledokus dan v. porta.

II. 3. Fisiologi Kandung Empedu

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di luar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 persen.

Pengaliran cairan kantung empedu diatur oleh tiga factor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa empedu yang diprodukasi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke arah duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi dari pada tahanan sfingter.

Hormon sel APUD (Amin Precursor Uptake and Decarboxylation Cells) kolesistokinin (CCK) dari selaput lender usus halus yang disekresi karena rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus, merangsang nervus vagus, sehingga terjadi kontraksi kadung empedu. Demikian CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.

II. 4. Biokimia Kandung Empedu

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90 %) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam anorganik.

Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.

Sintesis asam empedu berkurang yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengurangan hidroksilasi kolesterol ( kolesterol-7-hidroxilase ). Perubahan ini menyebabkan peningkatan insiden kolelitiasis / batu empedu pada lansia. Selain itu berkurangnya ekstraksi LDL kolesterol dari darah didalam hepar dan peningkatan serum kolesterol total dapat mencetuskan Coronary Arterial Disease pada lansia. Keduanya merangsang peningkatan konsentrasi kolesistokinin ( suatu hormon peptida yang dikeluarkan mukosa duodenum yang merangsang kontraksi kandung empedu dan merelaksasi sfingter bilier ) pada waktu puasa, dengan insiden lebih tinggi pada lansia.

Meski begitu, pengosongan kandung empedu pada waktu puasa dan tidak puasa tidak berubah sejalan dengan pertambahan usia, yang menurunkan sensitivitas kolesistokinin.

II. 5. Tumor ganas kandung empedu

Karsinoma kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya didapat pada usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu kandung empedu. Resiko keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung empedu.

Tumor ganas primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinima dengan penyabaran invasive langsung ke dalam hati dan porta hati. Metastasis terjadi ke kelenjar getah bening regional, hati, dan paru. Kadang karsinoma ditemukan secara tidak sengaja sewaktu melakukan kolesistektomi untuk kolelitiasis, dan sering telah terjadi penyebaran.

Stage tumor:
Stage dibentuk dengan tumor (primer), nodul (limfe regional), metastasis (perpindahan).

· T1 – Tumor pada mukosa

· T2 – Tumor menginvasi pada jaringan periduktus

· T3 - Tumour menginvasi struktur yang lebih luas.

· N0 – Tidak melibatkan kelenjar limfe regional.

· N1 – Melibatkan kelenjar limfe regional

· M0 – Tidak ada metastasis jauh.

· M1 – adanya metastasis jauh.

Stage:

· Stage I - T1, N0, MO

· Stage II - T2, N0, M0

· Stage III - T1-2, N1, M0

· Stage IVA - T3, N0-1, M0

· Stage IVB - T1-3, N0-1, M1

II. 6. Etiologi

a. Riwayat penyakit keluarga dengan fibrosis kongenital:

- hepatic fibrosis kongenital

- kista koledokus

- polikistik liver

b. Parasit:

- Clonorchis sinensis

- Opisthorchis viverrini yang ditemukan di thailan, laos dan Malaysia barat.

c. Batu empedu dan hepatolitiasis, resiko exstrahepatik kanker kandung empedu diturunkan hingga 10 tahun atau lebih setelah kolesistektomi.

d. Sklerosis kolangitis primer.

e. Kolitis ulserative.

f. Zat-zat beracun:

- Thorium dioxide (thorotrast)

- Radionuclides

- Carcinogens (eg, arsenic, dioxin, nitrosamines, polychlorinated biphenyls)

g. Obat-obatan:

- Kontrasepsi oral.

- Metildopa

- Isoniazid

h. Tipoid kronik yang karier mempunyai angka kejadian yang lebih besar dari kanker hepatobilier, yang meliputi kolangiokarsinoma.

i. Sirosis kandung empedu.

II. 7. Insidensi

Rata-rata, pasien dengan umur 60-65 tahun. Penyakit ini khas pada wanita usia lanjut, dengan frekuensi 0,2-5 %. Terdapat hubungan erat dengan batu empedu. Manifestasi utama biasanya berupa ikterus obstruktif, nyeri kuadran perut kanan atas, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik biasanya teraba massa keras di hipokondrium kanan.

II.8. Patofisiologi

Tumor kandung empedu disebabkan oleh karena sumbatan dari kandung empedu dengan stasis bilier dan menyebabkan penurunan fungsi hati. Sumbatan pada bilier menyebabkan disfungsi hepatoseluler, malnutrisi yang progresif, koagulopathi, pruritus, disfungsi ginjal dan kolangitis.

Inflamasi yang sangat lama dengan perkembangan dari peradangan yang kronis adalah poss akhir dari proses pembentukan tumor pada kandung empedu.

Organisme parasit yang memacu perubahan DNA dan mutasi memacu produksi karsinogen dan radikal bebas dan stimulasi dari proliferasi sel pada epitel kandung empedu, yang menyebabkan kanker.

Bakteri dapat memacu adanya zat endogen, derivate karsinogen garam empedu, seperti lithocholate, juga merupakan implkasi dari patogenesis. Hal ini didukung oleh penelitian epidemiologi pada penderita typoid.

Sel kolangiokarsinoma terdiri dari reseptor somatostatin RNA, dan garis sel memiliki reseptor yang spesifik. Pertumbuhan sel dihambat oleh analog somatostatin.

II. 9. Manifestasi Klinik

Keluhan utama biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis. Sering ditemukan nyeri menetap di perut kuadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila terjadi obstruksi duktus sistikus akan timbul kolesistitis akut. Gejala lain yang dapat terjadi adalah ikterus obstruksi dan kolangitis akibat invasi tumor ke duktus koledokus.

· Satu diantara tiga pasien dengan nyeri epigastrik yang sedang.

· Diare, anoreksi dan penurunan brat badan adalah gejala tambahan.

II. 10. Diagnosis

Diagnosis jaringan dapat didapat dengan biopsy aspirasi percutan, atau pemeriksaan sitologi. Walaupun, teknik ini menunjukkan diagnosis yang definitive hanya 30-50 persen pada pasien. Pada pemeriksaan fisik, dapat diraba massa di daerah kandung empedu. Massa ini tidak akan disangka tumor apabila disertai kolesistitis akut. Apabila gejala klinisnya hanya kolangitis, dan kandung empedu teraba membesar, harus dicurigai kemungkinan keganasan kandung empedu, sebab keadaan ini tidak biasa ditemukan pada koledokolitiasis. Pemeriksaan ultrasonografi dan payaran-CT dapat menemukan tumor dan batu. Bila tumor masih kecil, yang terlihat hanya batu empedu saja. Diagnosis prabedah yang tepat hanya 10 persen. Diagnosis banding adalah kolesistolitiasis kronik terutama bila ada dinding yang fibrotik.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan USG dan ERCP. Pengobatan dengan operasi, tetapi sayang prognosisnya buruk, 85 % meninggal 1 tahun setelah manifestasi penyakit timbul. Seringkali hanya tindakan paliatif yang bisa dikerjakan, berupa insersi protesis untuk mengurangi ikterus, karena tumor biasanya inoperabel.

II. 11. Pemeriksaan Penunjang

II. 11. a. Pemeriksaan Laboratorium:

· Tes fungsi hati

    • Hasil pada fungsi tes hati menunjukkan adanya kolestasis pada pasien dengan tumor kandung empedu. Naik turunnya kadar serum menunjukkan adanya obstruksi yang tidak lengkap atau hanya melibatkan satu duktus hepatikus.
    • Pada obstruksi yang tidak lengkap, bilirubin serum naik. Alkalin fosfatase serum dan gamma glutamine transferase juga mengalami kenaikan karena adanya kandung empedu yang mengalami peradangan.
    • Asparat aminotransferase serum dan alanin aminotransferase, yang menunjukkan adanya kerusakan sel hepar, biasanya meningkat sedang.

· Gambaran darah secara menyeluruh menunjukkan adanya:

    • Pasien biasanya anemia.
    • Jumlah leukosit mungkin normal-tinggi.
  • Alfa-fetoprotein biasanya normal dan tidak mengalami kenaikan.
  • Mitokondria antibody serum tes juga menunjukkan hasil yang negative.
  • Feses terlihat pucat dengan disertai darah.

II. 11. b. Pemeriksaan Radiologis:

  • Ultrasound pada hati adalah pemeriksaan pilihan pada pasien dengan jaundis obstruksi dan biasanya menunjukkan dilatasi duktus biliaris intrahepatik.
    • Massa tumor dapat diobservasi pada 40 % kasus sebagai lesi hiperekoik.
    • Ketiadaan dilatasi pada duktus biliaris menunjukkan diagnosis yang lain seperti obat yang dikaitkan dengan jaundis dan sirosis biliaris primer.
  • CT scan pada abdomen menunjukkan adanya dilatasi bilier intrahepatik dan atropi lobus, tetapi massa tumor biasanya sulit untuk ditunjukkan. Kalsifikasi biasanya ditemukan. CT scan sangat berguna untuk mendiagnosis tingkat obstruksi pada hamper seluruh pasien, dan diagnosis spesifik dimungkinkan pada 78 % pasien.
  • Spiral CT scan juga merupakan cara analisis yang akurat yang menunjukkan vaskuler dan anatomi kandung empedu pada hilus.
  • Digital subtraction angiography (DSA) berguna sebelum diadakan tindakan operasi yang menunjukkan adanya anatomi pada arteri hepatica dan vena porta.
  • Kolangiografi di indikasikan pada pasien dengan kolestatik dengan kandung empedu yang tidak mengalami dilatasi, ketika diagnosis masih dalam keragu-raguan. Pemilihan pemeriksaan dengan kolangiografi tergantung pada tetak dari tumor.

· Endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) yang memiliki sensitivitas lebih tinggi. Teknik ini memiliki sensitivitas 90 persen dalam mendeteksi batu di saluran empedu.

  • Secara radiologi, kolangiokarsinoma menunjukkan 3 hal:
    • Massa intra hepatic pada 20-30 % kasus. Kalsifikasi mungkin ada. Ultrasound menunjukkan hipoekoik, hiperekoik, atau gabungan dari masa yang ekogen.
    • Klatskin tumor adalah yang biasanya dijumpai.

II. 11. c. Pemeriksaan Histologi

Pada kasus tumor kandung empedu, 95 % adalah adenokarsinoma, tumor dapat berupa noduler, papiler atau dapat menunjukkan adanya striktur. Diagnosis dari kanker kandung empedu ditegakkan dengan penemuan yang

positive pada 2 dari 3 indikator, reaksi pasitif CEA, ukuran inti yang bervariasi, dan pembentukan dari lumen intra sitoplasmik yang distensi. Invasi neurologis pada penemuan histologi menunjukkan adanya kanker pada kandung empedu.

II.12. Terapi

Terapi medik diindikasikan pada pasien dengan pasien dengan kondisi umum yang tidak baik untuk prosedur operasi dan pasien dengan tumor yang tidak bisa diangkat.

Teknik endoskopi pada sumbatan meliputi spingterektomi, dilatasi balon pada striktur.

Endoprostetik transhepatik insersi perkutan juga menunjukkan keberhasilan, tetapi meningkatkan komplikasi.

Kemoterapi telah dicoba pada pasien tetapi tidak menunjukkan keuntungan.

Radio terapi intraoperative menggunakan sten bilier dengan iridium (Ir 192), radium, atau cobalt (Co 60), radioimunoterapi menggunakan sodium iodide (I 131). Radioterapi internal bisa dikombinasikan dengan drainase bilier, tetapi kemajuannya belum terbukti.

II. 12. a. Terapi pembedahan:

Indikasi pembedahan meliputi:

- Tidak ada metastasis ke hati, tidak ada karsinomatosis dan tidak ada perluasan ke vaskuler.

- Pasien yang mempunyai keadaan umum yang baik.

Kontraindikasi:

- Jika tumor telah meluas ke vena porta atau arteri hepatica.

- Metastasis yang melibatkan paritonel yang difus.

- Invasi vaskuler.

- Pasien yang mempunyai resiko tinggi pada anestesi general dan pembedahan karena kondisi umum kesehatannya.

Reseksi adalah perawatan yang terbaik dan paliasi yang terbaik. Keuntungan dari reseksi meliputi kemungkinan sembuh untuk jangka waktu yang lama, terutama pada pasien dengan tumor bagian distal. Reseksi adalah paliasi yang paling baik dari terjadinya komplikasi infeksi. Tipe prosedur pembedahan tergantung pada lokasi dan perluasan dari penyakit.

Tumor proksimal (Klatskin tumor) dapat dimanage dengan teknik yang bervariasi, meliputi:

· Pasien dengan tumor perihiler, tanpa invasi vascular, dapat dengan eksisi local.

· Tumor tipe III dengan lobektomi hepar kanan atau kiri.

Reseksi pada kandung empedu, mungkin dapat dikombinasikan dengan reseksi hepar, rekontruksi dapat dilakukan dengan unilateral atau bilateral hepatikojejunostomi dengan menggunakan stents transhepatik.

Tumor kandung empedu yang moderat dapat dimanage dengan reseksi kandung empedu dan rekontruksi Roux-en-Y. Tumor yang tidak dapat direseksi dapat di manage dengan kolesistektomi, Roux-en-Y hepatikojejunostomi, atau koledojejunostomi proksimal dari tumor, dan gastrojejunostomi dan simpathektomi kimia.

II. 12. b. Tindakan preorerative:

Stage dari penyakit dapat dievaluasi dengan menggunakan CT scac dan MRI.

Pelibatan vaskuler dapat diidentifiksi dan ditegakkan dengan CT scan, MRI dan angiografi.

Pasien dengan resiko tinggi pembedahan dan anestesi, dan kardial dan pulmo perlu dipertimbangkan kehati-hatian operasi, atau tidak dilakukan.

II. 12. c. Tindakan intraoperative:

Pencegahan dengan melakukan kolesistektomi pada penderita kolelitiasis merupakan cara yang paling baik. Cara ini terbukti menurunkan angka kejadian karsinoma kandung empedu. Diperkirakan setiap melakukan 100 kolisistektomi dapat dicegah satu penderita karsinoma kandung empedu. Apabila ditemukan karsinoma kandung empedu ditemukan sewaktu laparotomi, harus dilakukan kolisistektomi dan reseksi baji hepar selebar 3-5 cm disertai diseksi kelenjar limf regional di daerah ligamentum hepatoduodenale.

Reseksi yang lebih luas seperti hemihepatektomi atau lobektomi, tidak memberi hasil yang lebih baik.

Laparoskopi dapat berguna pada identifikasi metastasis dan penyakit peritoneal, ultrasonografi juga berguna untuk tindakan intraoperative. Laparatomi eksplorasi dapat dilakukan pada pasien yang keadaan umumnya baik untuk pembedahan dengan tidak ada metastasis pada pemeriksaan preoperative.

II. 12. d. Tindakan post operative:

Pasien mempunyai resiko komplikasi yang umum, meliputi pneumonia, trombosis vena, dan infeksi. Pemberian antibiotik dan koagulopati diijinkan. Fisioterapi, latihan nafas dianjurkan.

Komplikasi postoperasi dapat local atau general. Komplikasi general meliputi:

· Infarct Myocardial

· Pneumonia

· Infeksi pada daerah pembedahan.

· Thrombosis vena

· Embolisme Pulmo

Komplikasi dari teknik pembedahan meliputi:

· Striktur

· Perdarahan postoperasi

Komplikasi dari pemasangan stent meliputi:

· Awal - Kolangitis (7%) dan perforasi

· Lambat - Blokade and migrasi stent

II.13. Prognosis

Pilihan pengobatan dan prognosis sangat ditentukan oleh lokasi dari tumor. Prognosis adalah baik jika tumor kandung empedu pada distal, dan tumor polipoid. Beberapa factor yang menunjukkan adanya prognosis yang jelek meliputi keterlibatan pada nodus limfatikus, invasi vaskuler, stage T yang luas, dan mutasi dari gen P 53.

Rata-rata peluang hidup pada reseksi curative adalah 67-80 % dalam 1 tahun dan 11-21 % dalam 5 tahun. Reseksi local mempunyai rata-rata kematian (8 %) dari pada reseksi hepar mayor (15 %), dengan waktu harapan hidup 21 bulan dibandingkan 24 bulan pada reseksi hepar mayor.

Pada kanker distal kandung empedu, rata-rata reseksi lebih dari 60 %, dan prognosisnya lebih baik dari pada tumor hiler, rata-rata umur harapan hidupnya 39 bulan. Variasi persentase harapan hidup dari 50-70 % dalam 1 tahun, 17-39 % dalam 3 tahun.

Tumor intrahepatik yang difus kemungkinan meninggal dalam satu tahun.

Jika tidak dirawat, 50 % pasien dengan kanker kandung empedu dapat bertahan hidup sampai 1 tahun, 20 % selama 2 tahun, dan 10 % dapat bertahan dalam 3 tahun.

1 komentar: