Kamis, 06 September 2007

Anemia Pada Anak

Sekitar 32,8 % siswa Sekolah Dasar (SD) di Jakarta masih menderita anemia pada tahun 2003. Meski menurun dibandingkan tahun 2002, yang mencapai angka 49,5 %, ada kecenderungan penderita anemia kambuh lagi jika tidak ada bimbingan dan penyuluhan soal gizi kepada masyarakat.


Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang.
Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar misalnya anemia defisiensi besi selalu terjadi akibat dari perdarahan kronis apakah itu disebabkan karsinoma colon atau ankilostomiasis dan lain-lain. Hal ini harus selalu diingat, oleh karenanya apabila kita telah menentukan adanya anemia maka menjadi kewajiban kita selanjutnya menentukan etiologi dari anemianya.
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi dikenal tiga klasifikasi besar. Yang pertama adalah anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV rendah; MCHC rendah). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal congenital).
Sedangkan klasifikasi anemia menurut etiologinya adalah :
1. Anemia Pasca Perdarahan (Post Hemorrhagic)
Terjadi akibat perdarahan yang masif (seperti kecelakaan, luka operasi, persalinan dan sebagainya)
2. Anemia Hemolitik
Terjadi akibat penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan. Hal ini dibedakan menjadi dua faktor yaitu :
a. Faktor intrasel
Misal talassemia, hemoglobinopatia (talassemia HbE, sickle cell anemia), sferositos congenital, defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation reduktase).
b. Faktor ekstrasel
Misal intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah).
3. Anemia Defisiensi
Karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya).
4. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
Menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
Jenis anemia yang paling sering kita temui adalah Anemia Kekurangan Besi (AKB) yang disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin. Di Indonesia AKB masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A, dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi AKB pada anak balita sekitar 30-40% dan pada anak sekolah 20-35%. Menurut hasil SKRT 1992, prevalensi anemia pada anak usia sekolah 55,5% dan sebagian besar adalah AKB. AKB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi, serta penurunan kemampuan belajar, sehingga menurunkan prestasi belajar sekolah.
Selain kekurangan zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Anemia aplastik terjadi bila sel yang memproduksi butir darah merah (terletak pada sumsum tulang belakang) tidak dapat menjalankan tugasnya. Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi atau obat tertentu. Sedangkan jenis berikutnya adalah anemia hemolitik yang terjadi ketika sel darah merah hancur secara dini, lebih cepat dari kemampuan tubuh untuk memperbaruinya. Penyebab anemia hemolitik bermacam-macam, bias bawaan seperti talasemia atau sickle cell anemia. Pada kasus lain, seperti misalnya reaksi atas infeksi atau obat-obatan tertentu, sel darah merah dirusak sendiri oleh antibodi di dalam tubuh kita.
Manifestasi gejala dan keluhan anemia tergantung dari beberapa faktor :
1. Penurunan kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan dari penurunannya;
2. Derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah;
3. Penyakit dasar penyebab anemianya;
4. Kapasitas kompensasi sistem kardiopulmonal.
Oleh karena itu rendahnya kadar hemoglobin dari seorang penderita anemia bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan ada atau tidaknya keluhan dan gejala anemia. Jadi apabila kadar hemoglobin cukup rendah akan tetapi tidak ada penyakit lain dari sistem kardiopulmonal maka biasanya tidak akan ada keluhan tetapi apabila ada kelainan koroner maka akan timbul keluhan angina pectoris akibat hipoksianya. Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara lambat-laun lalu akan terjadi kompensasi dari sistem kardiopulmonal sehingga kadar hemoglobin yang tidak terlalu rendah biasanya tidak menimbulkan keluhan. Apabila penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti yang terjadi akibat suatu perdarahan masif, keluhan bisa terjadi mendadak berupa suatu renjatan apabila perdarahannya masif, atau hanya berupa hipotensi bahkan bisa tanpa gejala tergantung berat ringannya perdarahan yang terjadi. Penurunan kadar hemoglobin secara cepat akibat destruksi eritrosit (hemolisis) tentu disamping keluhan kardiopulmonal akan disertai dengan tanda-tanda hemolisis seperti ikterus, hemoglobinemi, hemoglobinuria dan lain-lain.
Anemia jenis apapun yang diderita, gejala yang menandainya sama, yaitu keletihan. Gejala lain yang mungkin juga muncul adalah warna kekuning-kuningan pada kulit dan bagian putih mata, atau rasa sakit pada tulang. Kekurangan zat besi menimbulkan beberapa gejala yang tidak terlalu kelihatan jelas, seperti mudah lelah, cepat capai bila berolahraga, sulit konsentrasi atau mudah lupa. Mengingat hal ini juga biasa dialami oleh orang sibuk yang sehat dan tidak kekurangan zat besi sekalipun, maka gejala-gejala seperti ini sering luput dari perhatian. Pada umumnya orang mulai curiga akan adanya anemia bila keadaan sudah makin parah sehingga kelihatannya lebih jelas, seperti kulit pucat, jantung berdebar-debar, pusing, mudah kehabisan nafas ketika naik tangga atau olahraga (karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa oksigen ke seluruh tubuh).
Anemia tidak menular, tetapi tetap berbahaya. Remaja berisiko tinggi menderita anemia, khususnya kurang zat besi karena remaja mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam pertumbuhan, tubuh membutuhkan nutrisi dalam jumlah banyak, dan di antaranya adalah zat besi. Bila zat besi yang dipakai untuk pertumbuhan kurang dari yang diproduksi tubuh, maka terjadilah anemia.
DEFINISI
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sumber yang lain mengatakan bahwa anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hemtokrit) per 100 ml darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Catatan : Kadar Hb normal menurut WHO :
Umur 6 bulan - 6 tahun ≥ 11 gr %
Umur diatas 6 tahun ≥ 12 gr %

ETIOLOGI
Etiologi umum dari anemia adalah :
1. Perdarahan hebat
• Akut (mendadak)
- Kecelakaan
- Pembedahan
- Persalinan
- Pecah pembuluh darah
• Kronik (menahun)
- Perdarahan hidung
- Wasir (hemoroid)
- Ulkus peptikum
- Kanker atau polip di saluran pencernaan
- Tumor ginjal atau kandung kemih
- Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
2. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
- Kekurangan zat besi
- Kekurangan vitamin B12
- Kekurangan asam folat
- Kekurangan vitamin C
- Penyakit kronik
3. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
- Pembesaran limpa
- Kerusakan mekanik pada sel darah merah
- Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
- Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
- Sferositosis herediter
- Elliptositosis herediter
- Kekurangan G6PD
- Penyakit sel sabit
- Penyakit hemoglobin C
- Penyakit hemoglobin S-C
- Penyakit hemoglobin E
- Thalasemia
4. Kegagalan dan kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastik
- Keganasan
- Osteoporosis
- Myelo fibrosis (penyakit ginjal kronis dan defisiensi vitamin D)




TATALAKSANA
Penderita baru dengan anemia tidak perlu dirawat inap bilamana tidak ada indikasi antara lain :
a. Keadaan umum jelek, gagal jantung (mengancam), dan ada perdarahan
b. Anemia berat : Hb < 7 gr %
c. Ada tanda-tanda keganasan atau penyakit lain dengan indikasi perlu perawatan
d. Diagnosis belum jelas dan perlu pemeriksaan intensif, khususnya untuk menemukan etiologi atau penyakit primer
e. Perlu pemeriksaan dengan persiapan khusus
Tatalaksana penderita rawat inap tergantung pada jenis anemia dan etiologinya.
Pasien dengan anemia harus ditransfusi yaitu pada keadaan :
1. Sebelum operasi segera, jika Hb < 10 gr%
2. Pendarahan aktif
3. Tampaknya tidak ada terapi spesifik yang efektif
4. Selama terapi supresif sumsum tulang (missal kemoterapi)
5. Jika ada defek yang berkaitan dalam transfer oksigen (missal dekompensasi jantung atau dekompensasi pernafasan)
6. Jika ada peningkatan kebutuhan oksigen
Pasien dengan anemia tidak boleh ditransfusi pada keadaan :
1. Anemia ringan pada pasien muda
2. Jika anemia dapat pulih kembali dalam waktu singkat
3. Sebagai “persiapan utama” preoperatif untuk operasi efektif, jika tersedia terapi definitive (misalnya defisiensi besi)
4. Jika efek hemodilusi dari anemia mungkin menguntungkan (misalnya kehamilan anemia pada penyakit kronis, penyakit vaskular).
Tatalaksana penderita rawat jalan pada prinsipnya serupa dengan penderita rawat inap, yaitu :
1. Medikamentosa tergantung dari jenis anemianya
2. Pengawasan keadaan klinis dan laboratories, dengan kemungkinan perlu dirawat inap atas berbagai indikasi.

TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda-tandanya yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini bervariasi, dan merupakan respons atas kompensasi jantung dan pernafasan berdasarkan berat dan lamanya jaringan mengalami kekurangan oksigen.
Tanda-tanda dan gejala (sindrom) anemia adalah penderita mengeluh lemah, sakit kepala, telinga mendenging, penglihatan berkunang-kunang, merasa cepat letih, sempoyongan, mudah tersinggung, menstruasi berhenti, libido berkurang, gangguan saluran cerna, sclera ikterik, organ limpa membesar, sesak nafas (mula-mula nafas dalam, lama-kelamaan nafas menjadi dangkal akhirnya payah jantung sampai syok), nadi lemah dan cepat, hipotensi ortostatik serta tekanan darah sedikit naik sebagai akibat refleks penyempitan pembuluh darah arteriola. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.

PEMERIKSAAN YANG DIPERLUKAN
1. Anamnesis : keluhan anemia pada umumnya merupakan riwayat penyakit atau kalau perlu riwayat penyakit pada keluarga (pada kelainan herediter).
2. Pemeriksaan Fisik :
KU, konjungtiva palpebra, sklera, bibir, lidah, kelainan congenital, bentuk kepala, wajah, jantung/paru, pembesaran kelenjar, hati dan limpa.
3. Laboratorium :
- Kadar Hb, jumlah eritrosit, leukosit, hitung jenis, hematokrit (nilai mutlak MCV, MCHC, MCH), gambaran apusan darah tepi.
- Retikulosit, jumlah trombosit
- Bone Marrow Punction (BMP)
- Kadar besi serum
- Resistensi eritrosit
- Hb patologis, Hb elektroforesis, tes koagulasi darah
- Bilirubin direk/indirek, tes Coomb
4. Pemeriksaan penunjang lain :
- Rontgen foto tulang tengkorak, tulang panjang
- EKG pada anemia gravis dan atau dekompensasi jantung
DIAGNOSA
Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah komplit (CBC).

B. ANEMIA PASCA PERDARAHAN (POST HEMORRHAGIC)
DEFINISI
Anemia Karena Perdarahan Hebat adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan hebat.

ETIOLOGI
Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang. Pada akhirnya, peningkatan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia. Tetapi pada awalnya anemia bisa sangat berat, terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada :
- Kecelakaan
- Pembedahan
- Persalinan
- Pecahnya pembuluh darah.
Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus menerus atau berulang-ulang), yang bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh:
1. Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat
2. Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan kanker usus besar) : mungkin tidak terlihat dengan jelas karena jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang merah di dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan tersembunyi
3. Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih ; bisa menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih
4. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.
GEJALA
Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah:
1. Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang
2. Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen berkurang.
Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan:
• Pingsan
• Pusing
• Haus
• Berkeringat
• Denyut nadi yang lemah dan cepat
• Pernafasan yang cepat
Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jikasangatberatbisamenyebabkankematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal. Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volume darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali.

TERAPI
Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi. Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga hilang selama perdarahan.
Karena itu sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam bentuk tablet.

C. ANEMIA DEFISIENSI BESI
DEFINISI
Anemia Defisiensi Zat Besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat; tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormon, terutama eritropoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah). Tanpa zat gizi dan hormon tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.
Penyakit kronik juga bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah merah.
Asupan normal zat besi biasanya tidak dapat menggantikan kehilangan zat besi karena perdarahan kronik dan tubuh hanya memiliki sejumlah kecil cadangan zat besi.
Sebagai akibatnya, kehilangan zat besi harus digantikan dengan tambahan zat besi.
Janin yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena itu wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata mengandung sekitar 6 mgram zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar 10-12 mgram/hari. Sumber yang paling baik adalah daging. Serat sayuran, fosfat, kulit padi (bekatul) dan antasid mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya.
Vitamin C merupakan satu-satunya unsur makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2 mgram zat besi dari makanan setiap harinya, yang secara kasar sama degnan jumlah zat besi yang dibuang dari tubuh setiap harinya.
Terjadinya anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium. Gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.
a. Stadium 1
Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang.
Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
b. Stadium 2.
Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
c. Stadium 3.
Mulai terjadi anemia.
Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.
Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
d. Stadium 4.
Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
e. Stadium 5.
Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
ETIOLOGI
Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati, zat besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan kembali oleh sel darah merah yang baru. Tubuh kehilangan sejumlah besar zat besi hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi merupakan salah satu penyebab terbanyak dari anemia dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada dewasa adalah perdarahan. Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa menyebabkan kekurangan pada bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih banyak zat besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanit pasca menopause, kekurangan zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Pada wanita pre-menopause, kekurangan zat besi bisa disebabkan oleh perdarahan menstruasi bulanan.

GEJALA
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu:
• Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji
• Glositis : iritasi lidah
• Keilosis : bibir pecah-pecah
• Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

DIAGNOSA
Pemeriksaan darah digunakan untuk mendiagnosis anemia. Biasanya penderita anemia diperiksa untuk mengetahui kekurangan zat besi. Kadar zat besi bisa diukur dalam darah. Kadar zat besi dan transferin (protein pengangkut zat besi yang berada diluar sel darah merah) diukur dan dibandingkan. Jika kurang dari 10% transferin yang terisi dengan zat besi, maka kemungkinan terjadi kekurangan zat besi. Tetapi pemeriksaan yang paling sensitif untuk kekurangan zat besi adalah pengukuran kadar ferritin (protein yang menampung zat besi). Kadar ferritin yang rendah menunjukkan kekurangan zat besi. Tetapi kadang kadar ferritin normal atau tinggi walaupun terdapat kekurangan zat besi karena feritin kadarnya bisa meningkat pada kerusakan hati, peradangan, infeksi atau kanker. Kadang diperlukan pemeriksaan yang lebih memuaskan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksan yang paling khusus adalah pemeriksaan sumsum tulang, dimana contoh dari sel diperiksa dibawah mikroskop untuk menentukan kandungan zat besinya.

TERAPI
Langkah pertama adalah menentukan sumber dan menghentikan perdarahan, karena perdarahan merupakan penyebab paling sering dari kekurangan zat besi.
Mungkin diperlukan obat-obatan atau pembedahan untuk:
• Mengendalikan perdarahan menstruasi yang sangat banyak
• Memperbaiki tukak yang mengalami perdarahan
• Mengangkat polip dari usus besar
• Mengatasi perdarahan dari ginjal.
Biasanya juga diberikan tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet.
Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. Biasanya diperlukan waktu 3-6 minggu untuk memperbaiki anemia karena kekurangan zat besi, meskipun perdarahan telah berhenti. Jika anemia sudah berhasil diperbaiki, penderita harus melanjutkan minum tablet besi selama 6 bulan untuk mengembalikan cadangan tubuh.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan secara rutin untuk meyakinkan bahwa pasokan zat besi mencukupi dan perdarahan telah berhenti. Kadang zat besi harus diberikan melalui suntikan. Hal ini dilakukan pada penderita yang tidak dapat mentoleransi tablet besi atau penderita yang terus menerus kehilangan sejumlah besar darah karena perdarahan yang berkelanjutan. Waktu penyembuhan dari anemia yang diobati dengan tablet besi maupun suntikan adalah sama.


PENCEGAHAN
Lebih banyak mengkonsumsi daging, hati dan kuning telur; juga tepung, roti dan gandum yang telah diperkaya dengan zat besi. Jika makanan sehari-hari sedikit mengandung zat besi, maka harus diberikan tablet besi.

D. ANEMIA DEFISIENSI VITAMIN B12
DEFINISI
Anemia Defisiensi Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah.
Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.
Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal.
Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut.
Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).

ETIOLOGI
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar (ilium). Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium, menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja.
Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan sejumla besar vitamin B12, maka anemia biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap vitamin B12. Selain karena kekurangan factor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan vitamin B12 adalah :
• Pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin B12
• Penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
• Pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap
• Vegetarian.

GEJALA
Selain mengurangi jumlah pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:
• Kesemutan di tangan dan kaki
• Hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan
• Pergerakan yang kaku.
Gejala lainnya adalah:
• Buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru
• Luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar
• Penurunan berat badan
• Warna kulit menjadi lebih gelap
• Linglung
• Depresi
• Penurunan fungsi intelektual.

DIAGNOSA
Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin untuk anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop, tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Juga dapat dilihat perubahan sel darah putih dan trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia dalam jangka waktu yang lama. Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar vitamin B12 dalam darah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.
Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik :
1. Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik. Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa.
2. Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung.
Dimasukkan sebuah selang kecil (selang nasogastrik) melalui hidung, melewati tenggorokan dan masuk ke dalam lambung. Lalu disuntikkan pentagastrin (hormon yang merangasang pelepasan faktor intrinsik) ke dalam sebuah vena. Selanjutnya diambil contoh cairan lambung dan diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik.
Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling.
Diberikan sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur penyerapannya. Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin B12, lalu penyerapannya diukur kembali. Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi tidak diserap tanpa faktor intrinsik, maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.

TERAPI
Pengobatan kekurangan vitamin B12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral (ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.

PENCEGAHAN
Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa dicegah melalui pola makanan yang seimbang.




E. ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT
DEFINISI
Anemia Defisiensi Asam Folat adalah suatu anemia megaloblastik yang disebabkan kekurangan asam folat. Asam folat adalah vitamin yang terdapat pada sayuran mentah, buah segar dan daging; tetapi proses memasak biasanya dapat merusak vitamin ini. Karena tubuh hanya menyimpan asam folat dalam jumlah kecil, maka suatu makanan yang sedikit mengandung asam folat, akan menyebabkan kekurangan asam folat dalam waktu beberapa bulan.

ETIOLOGI
Kekurangan asam folat terjadi pada :
1. Kekurangan asam folat lebih sering terjadi dunia Barat dibandingkan dengan kekurangan vitamin B12, karena disana orang tidak cukup memakan sayuran berdaun yang mentah
2. Penderita penyakit usus halus tertentu, terutama penyakit Crohn dan sprue, karena terjadi gangguan penyerapan asam folat
3. Obat anti-kejang tertentu dan pil KB, karena mengurangi penyerapan asam folat
4. Wanita hamil dan wanita menyusui, serta penderita penyakit ginjal yang menjalani hemodialisa, karena kebutuhan akan asam folat meningkat
5. Peminum alkohol, karena alkohol mempengaruhi penyerapan dan metabolisme asam folat.

GEJALA
Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita anemia. Bayi, tetapi bukan orang dewasa, bisa memiliki kelainan neurologis. Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat tulang belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk lainnya pada janin.

DIAGNOSA
Pada pemeriksaan apus darah tepi dibawah mikroskop akan ditemukan megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Jika ditemukan megaloblas (sel darah merah berukuran besar) pada seorang penderita anemia, maka dilakukan pengukuran kadar asam folat dalam darah.

TERAPI
Diberikan tablet asam folat 1 kali/hari. Penderita yang mengalami gangguan penyerapan asam folat, harus mengkonsumsi tablet asam folat sepanjang hidupnya.

PENCEGAHAN
Menambah asupan makanan yang banyak mengandung asam folat. Untuk mencegah kekurangan asam folat pada kehamilan, maka wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi tablet asam folat.

F. ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS
DEFINISI
Penyakit kronik sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut.
Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia anemia penggunaan ulang zat besi.

ETIOLOGI
Pada semua penderita, infeksi (bahkan infeksi yang ringan) dan peradangan (misalnya artritis dan tendinitis) menghambat pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah merah berkurang. Tetapi keadaan tersebut baru akan menimbulkan anemia jika sifatnya berat atau berlangsung dalam waktu yang lama (kronik).

GEJALA
Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena anemianya.
DIAGNOSA
Pemeriksaan laboratorium bisa menentukan bahwa penyebab dari anemia adalah penyakit kronik, tetapi hal ini tidak dapat memperkuat diagnosis. Karena itu yang pertama kali dilakukan adalah menyingkirkan penyebab anemia lainnya, seperti perdarahan hebat atau kekurangan zat besi. Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang terjadi; tetapi anemia karena penyakit kronik jarang yang menjadi sangat berat :
• Hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah) jarang sampai dibawah 25% (pada pria normal 45-52%, pada wanita normal 37-48%)
• Hemoglobin (jumlah protein pengangkut oksigen dalam sel darah merah) jarang sampai dibawah 8 gram/dL (normal 13-18 gram/dL).

TERAPI
Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini, sehingga pengobatan ditujukan kepada penyakit kronik penyebabnya. Mengkonsumsi tambahan zat besi tidak banyak membantu. Jika anemia menjadi berat, mungkin diperlukan transfusi atau eritropoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah di sumsum tulang).

PENCEGAHAN
Dengan mengobati penyakit kroniknya, maka bisa dicegah terjadinya anemia.
Penyakit Crohn sulit diobati, sehingga penderitanya bisa mengalami anemia yang hilang timbul, tergantung keadaan penderita.

G. ANEMIA HEMOLITIK
DEFINISI
Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal.
Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.
G.1 PEMBESARAN LIMPA
Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa. Jika membesar, limpa cenderung menangkap dan menghancurkan sel darah merah; membentuk suatu lingkaran setan, yaitu semakin banyak sel yang terjebak, limpa semakin membesar dan semakin membesar limpa, semakin banyak sel yang terjebak. Anemia yang disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya cenderung ringan.
Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan berkurangnya jumlah trombosit dan sel darah putih. Pengobatan biasanya ditujukan kepada penyakit yang menyebabkan limpa membesar. Kadang anemianya cukup berat sehingga perlu dilakukan pengangkatan limpa (splenektomi).
G.2 KERUSAKAN MEKANIK PADA SEL DARAH MERAH
Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang pembuluh darah tanpa mengalami gangguan. Tetapi secara mekanik sel darah merah bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada pembuluh darah (misalnya suatu aneurisma), katup jantung buatan atau karena tekanan darah yang sangat tinggi. Kelainan tersebut bisa menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah mengeluarkan isinya ke dalam darah. Pada akhirnya ginjal akan menyaring bahan-bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal mengalami kerusakan oleh bahan-bahan tersebut.
Jika sejumlah sel darah merah mengalami kerusakan, maka akan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan pecahan dari sel darah merah pada pemeriksaan contoh darah dibawah mikroskop. Penyebab dari kerusakan ini dicari dan jika mungkin, diobati.
G.3 REAKSI AUTOIMUN
Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi) dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah sendiri. Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.
Anemia Hemolitik Antibodi Hangat.
Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh. Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa. Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman. Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena , selanjutnya per-oral (ditelan). Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengaobatan tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi.
Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid). Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik autoimun. Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibodi.
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin.
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik.
Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan. Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun.
Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala. Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
Penderita yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim hangat.
Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh. Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik.
G.4 HEMOGLOBINURIA PAROKSISMAL NOKTURNAL.
Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi, yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan. Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara mendadak (paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam hari (nokturnal), menyebabkan hemoglobin tumpah ke dalam darah. Ginjal menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobinuria). Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja dan pada jenis kelamin apa saja. Penyebabnya masih belum diketahui. Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri punggung yang hebat dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut dan tungkai. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang bisa menemukan adanya sel darah merah yang abnormal, khas untuk penyakit ini.
Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).
Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan (obat yang mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya warfarin). Transplantasi sumsum tulang bisa dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang sangat berat.

ETIOLOGI
Sejumlah faktor dapat meningkatkan penghancuran sel darah merah:
• Pembesaran limpa (splenomegali)
• Sumbatan dalam pembuluh darah
• Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem kekebalan menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun
• Kadang sel darah merah hancur karena adanya kelainan dalam sel itu sendiri (misalnya kelainan bentuk dan permukaan, kelainan fungsi atau kelainan kandungan hemoglobin)
• Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan kanker tertentu, terutama limfoma)
• Obat-obatan (misalnya metildopa, dapson dan golongan sulfa).

GEJALA
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya. Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai dengan:
• Demam
• Menggigil
• Nyeri punggung dan nyeri lambung
• Perasaan melayang
• Penurunan tekanan darah yang berarti.
Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah. Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur, kadang menyebabkan nyeri perut. Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.
H. ANEMIA KARENA KELAINAN SEL DARAH MERAH
DEFINISI
Penghancuran sel darah merah bisa terjadi karena:
• Sel darah merah memiliki kelainan bentuk
• Sel darah merah memiliki selaput yang lemah dan mudah robek
• Kekurangan enzim yang diperlukan supaya bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan enzim yang menjaga kelenturan sehingga memungkinkan sel darah merah mengalir melalui pembuluh darah yang sempit.
Kelainan sel darah merah tersebut terjadi pada penyakit keturunan tertentu
H.1. SFEROSITOSIS HEREDITER
Sferositosis Herediter adalah penyakit keturunan dimana sel darah merah berbentuk bulat. Sel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap dan dihancurkan dalam limpa menyebabkan anemia dan pembesaran limpa. Anemia biasanya ringan, tetapi bisasemakin berat jika terjadi infeksi.
Jika penyakit ini berat, bisa terjadi:
• sakit kuning (jaundice)
• anemia
• pembesaran hati
• pembentukan batu empedu.
Pada dewasa muda, penyakit ini sering dikelirukan sebagai hepatitis. Bisa terjadi kelainan bentuk tulang, seperti tulang tengkorak yang berbentuk seperti mnara dan kelebihan jari tangan dan kaki. Biasanya tidak diperlukan pengobatan, tetapi anemia yang berat mungkin memerlukan tindakan pengangkatan limpa. Tindakan ini tidak memperbaiki bentuk sel darah merah, tetapi mengurangi jumlah sel yang dihancurkan dan karena itu memperbaiki anemia.
H.2. ELIPTOSITOSIS HEREDITER.
Eliptositosis Herediter adalah penyakit yang jarang terjadi, dimana sel darah merah berbentuk oval atau elips. Penyaki ini kadang menyebabkan anemia ringan, tetapi tidak memerlukan pengobatan. Pada anemia yang berat mungkin perlu dilakukan pengangkatan limpa.

H.3. DEFISIENSI G6PD
Kekurangan G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) hilang dari selaput sel darah merah. Enzim G6PD membantu mengolah glukosa (gula sederhana yang merupakan sumber energi utama untuk sel darah merah) dan membantu menghasilkan glutation (mencegah pecahnya sel). Penyakit keturunan ini hampir selalu menyerang pria. Beberapa penderita yang mengalami kekurangan enzim G6PD tidak pernah menderita anemia.
Hal-hal yang bisa memicu penghancuran sel darah merah, yaitu:
• Demam
• infeksi virus atau bakteri
• krisis diabetes
• bahan tertentu (misalnya aspirin, vitamin K dan kacang merah) bisa menyebabkan anemia.
Anemia bisa dicegah dengan menghindari hal-hal tersebut. Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan kekurangan G6PD.

I. THALASSEMIA
DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.

ETIOLOGI
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena. 2 jenis yang utama adalah Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa) dan Beta-thalassemia (melibatkan rantai beta). Thalassemia juga digolongkan berdasarkan apakah seseorang memiliki 1 gen cacat (Thalassemia minor) atau 2 gen cacat (Thalassemia mayor). Alfa-thalassemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen), dan beta-thalassemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. 1 gen untuk beta-thalassemia menyebabkan anemia ringan sampai sedang tanpa menimbulkan gejala; 2 gen menyebabkan anemia berat disertai gejala-gejala. Sekitar 10% orang yang memiliki paling tidak 1 gen untuk alfa-thalassemia juga menderita anemia ringan.

GEJALA
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.

DIAGNOSA
Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume). Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia. Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.

TERAPI
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

PENCEGAHAN
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.


1 komentar:

  1. salam sejawat dok..
    bisa kah saya tahu sumber-sumber artikel anemia pada anak??

    terima kasih

    BalasHapus