Nyeri bahu mempengaruhi 16%-72% pasien yang telah mengalami serangan gangguan serebrovaskuler. Nyeri bahu hemiplegia menyebabkan distress dan aktivitas yang menurun dan dapat menghambat rehabilitasi. Etiologi nyeri bahu hemiplegia dapat multifaktorial. Manajemen ideal nyeri stroke hemiplegia adalah pencegahan. Sebagai profilaksis yang efektif , harus dimulai segera setelah stroke. Pengetahuan tentang cedera yang berpotensial terjadi pada persendian bahu dapat mengurangi frekuensi timbulnya nyeri bahu setelah stroke. Tim multidisiplin, pasien dan keluarga seharusnya mematuhi instruksi tentang bagaimana menghindari cedera yang dapat mempengaruhi anggota gerak (ekstremitas atas). Untuk mencegah nyeri bahu dapat dipergunakan bantuan seperti karet busa atau pengikat bahu, selain itu diharuskan menghindari kegiatan yang melibatkan aktivitas lengan seminimal mungkin. Analgesik ringan digunakan untuk merawat nyeri bahu pasca stroke, bila nyeri bahu menetap perawatannya harus melibatkan stimulasi syaraf elektrik transkutaneus dengan gelombang tinggi atau stimulasi elektrik fungsional. Injeksi dengan steroid intra artikular dapat digunakan untuk kasus yang resisten.
A. Definisi
Nyeri bahu adalah komplikasi umum setelah serangan serebrovaskular. Diperkirakan sekitar 16%-72% pasien stroke akan berkembang menjadi nyeri bahu hemiplegia, ini dapat terjadi pada lebih dari 80% pasien stroke yang memiliki sedikit atau bahkan tidak sama sekali gerakan pada ekstremitas atas.
Nyeri bahu hemiplegia sebagai efek dari stroke melalui jalan negatif, ia mempengaruhi pada saat penyembuhan stroke, ia dapat menyebabkan distres dan penurunan aktivitas dan dapat menghambat rehabilitasi. Roy et al menunjukkan, bahwa kemunculan nyeri bahu hemiplegia berhubungan kuat dengan lamanya tinggal di rumah sakit dan pemulihan dari fungsi lengan yang buruk dalam 12 minggu pertama setelah terkena serangan stroke.
B. Etiologi
Penyebab nyeri bahu hemplegia masih menjadi kontroversi. Proses yang terjadi setelah terkena stroke mempunyai dasar sebagai penyebab nyeri bahu hemiplegia antara lain :
1. Subluksasi glenohumeral
2. Spasisitas otot bahu
3. Pergeseran
4. Trauma jaringan lunak
5. Kapsulitis glenohumeral
6. Sobekan manset rotator
7. Tendinitis bicipital
8. Sindrom bahu tangan
Tarikan neuropati pada pleksus brachialis dapat juga menjadi bagian tersebut. Pola pemulihan motorik yang tidak seperti biasa atau spasisitas atau atropi fokal yang berat bisa menjadi penyebab perlukaan pada pleksus brachialis. Perawatan ekstremitas hemiplegia yang buruk dapat menyebabkan eksaserbasi kondisi yang belum sempurna seperti osteoartritis. Kemudian, penyakit premorbid bahu dapat sebagai predisposisi nyeri bahu hemiplegi. Pasien stroke dapat menderita sakit yang disebabkan stroke itu sendiri (stroke sentral-nyeri stroke). Hukum dari sentral stroke-nyeri stroke dalam etiologi nyeri bahu hemiplegia masih diragukan. Tonus abnormal (spasisitas dan flaksisitas keduanya) diduga sebagai penyebab nyeri bahu hemiplegia. Walau dalam observasi klinis menduga nyeri bahu tidak terjadi sampai terjadinya spasisitas. Para ahli kebanyakan setuju bahwa etiologi nyeri bahu hemiplegia kemungkinan multifaktorial.
Manajemen ideal dari nyeri stroke hemiplegia adalah mencegah hal ini terjadi pada urutan pertama. Strategi yang bervariasi digunakan dalam profilaksi nyeri bahu hemiplegia. Untuk profilaksis efektif dimulai segera setelah terkena stroke. Sejak pasien merasa nyeri, cemas dan overproteksi harus kita perhatikan.
C. Penatalaksanaan
Perawatan yang buruk dan posisi ekstrimitas atas yang terkena pada pasien stroke berperan dalam terjadinya nyeri bahu.
Mobilitas pemulihan pasien stroke tergantung pada perawat, dokter, ahli fisioterapi, staf pendukung, dan anggota keluarga. Juga tergantung pada usaha pasien itu sendiri. Perawatan, latihan gerak dan latihan posisi dari hari ke hari dapat menekan stres pada bahu yang diserang. Masalah ini dapat menjadi eksaserbasi karena defisit sensorik dan persepsi pasien. Ini ditujukan terutama pada trauma sebagai komponen konstituen persendian bahu dengan perawatan yang buruk.
Wanklyn et al mempelajari prevalensi nyeri bahu hemiplegia dan faktor-faktor yang berhubungan pada pasien dengan stroke, 63% pasien yang berkembang menjadi nyeri bahu hemiplegia pada 6 bulan pertama setelah stroke. Pasien yang terkena nyeri bahu hemiplegia lebih sering memerlukan bantuan dalam latihan memindahkan. Tentu saja bahwa pasien dengan penurunan gerakan volunter setelah serangan serebrovaskuler sering tidak dapat mensejajarkan sendi bahu atau subluksasi pada awal pemulihan.
Posisi yang hati-hati dan perawatan ekstremitas dapat mencegah nyeri bahu hemiplegia, tetapi ada banyak pendapat bagaimana memperbaiki posisi ekstremitas agar dapat mendapat hasil yang terbaik.
1. Strapping/ pengikat bahu
Subluksasi pergelangan tangan Glenohumeral dapat memberikan kontribusi berkembang menjadi nyeri bahu. Shai et al memberikan hipotensial bahwa diagnosis radiologi pada subluksasi secepatnya mungkin dapat sebagai pencegahan yang lebih efektif daripada terlambat. Walau hal ini tidak dapat dibuktikan. Walaupun demikian, variasi sling (pengikat) telah didesain untuk mencoba memperbaiki subluksasi dan nyeri pada pasien stroke dengan hemiplegia. Tidak semua alat yang dipergunakan tersebut berhasil, alat yang dikembangkan Buccholtz Moodie et al dan Williams et al tidak terbukti efektif mengkoreksi subluksasi bahu.
Para ahli fisioterapi mengembangkan variasi bentuk pengikat bahu untuk nyeri bahu atau subluksasi setelah selesai serangan serebrovaskuler. Sayangnya keefektifan dari banyak metode pengikat bahu tidak terbukti efektif. Anclieffe membuat proyek perintis untuk menentukan keefektisan teknik strapping/ pengikat bahu untuk mencegah paska stroke. Proyek perintis ini menampilkan strapping pada nyeri bahu hemiplegia yang memperlambat onset nyeri bahu. Pada pasien subluksasi dan nyeri bahu, penggunaan penahan Varney dilaporkan berhasil dan gejala menjadi hilang dalam 7 hari.
Perawatan luar dapat dihentikan ketika tonus otot sekitar persendian glenohumeral cukup untuk mencegah subluksasi dan program latihan seharusnya dirancang saat penggunaan sling. Walaupun, beberapa ahli memberitakan bahwa sling dapat menahan ekstremitas dalam posisi yang buruk yaitu menyebabkan kontraktur jaringan lunak dan mempunyai efek samping pada kesimetrisan, keseimbangan dan kesan tubuh.
2. Fisioterapi
Fisioterapi digunakan pada perawatan nyeri bahu hemiplegi. Ada 2 pendekatan, yaitu: terfokus pada masalah mekanikal terlokasi dan melihat masalah neurologikalnya. Perawatan fokal menggunakan terapi panas dan dingin. Sling dan penyokong bahu dapat digunakan
Beberapa penelitian menuliskan bahwa abduksi pasif pada lengan yang hemiplegia dapat menyebabkan perlukaan pada manset rotator, ini juga yang dapat menyebabkan nyeri bahu.
Walaupun terapi latihan gerak dilakukan, dapat melibatkan abduksi pasif lengan. Kumar et al menganalisis kejadian nyeri menyebakan pasien memperoleh
3 program rehabilitasi yang berbeda: latihan gerakan oleh fisioterapis, penggunaan skateboard dan penggunaan katrol yang berlebih. Mereka menemukan pasien yang menggunakan katrol berlebih mempunyai resiko resiko yang lebih tinggi untuk dapat menjadi nyeri bahu dan dapat disimpulkan penggunaan katrol tersebut seharusnya dihindari pada rehabilitasi pada pasien stroke.
Jika penggunaan alat ini selama latihan gerakan, gerakan yang timbul akan dapat menjadi penyebab dari nyeri bahu hemiplegia, amplitudo gerakan pasif seharusnya dibatasi pada saat sakit/nyeri. Caldwell et al melaporkan bahwa nyeri mereda pada 43% pasien dengan nyeri bahu hemiplegia ketika amplitudo gerakan pasif menurun.
Wanklyn et al melaporkan peningkatan prevalensi nyeri bahu pada minggu pertama setelah pasien memutuskan tidak meneruskan latihan yang semestinya.
3. Medikamentosa
Obat-obatan jenis analgesik, anti-inflamasi, dan anti-spastik dapat dipakai dalam terapi nyeri bahu hemiplegi. Obat analgesik ringan dan NSAID merupakan obat-obatan pertama yang digunakan. Pemakaian obat anti-spasmodik dapat membantu pada kekakuan (spastisitas) akibat lesi pada otak. Antispasmodik dapat dipakai sebagai tambahan dalam membantu teknik inhibisi dan relaksasi pada fisioterapi. Obat ini mempunyai efek hipertonik terendah pada pasien stroke, namun efek samping yang ditimbulkannya berupa gangguan kognitif telah membatasi penggunaannya.
Brause et al telah melakukan penelitian pada 36 pasien stroke dengan nyeri bahu hemiplegik. Didapatkan bahwa 31 dari 36 pasien tersebut mengalami bebas gejala selama 10 hari setelah mendapatkan terapi dengan kortikosteroid oral dosis rendah (metilprednisolon 32 mg/hari). Obat ini diberikan selama 2 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan tapering off selama 2 minggu. Pada percobaan tersebut, tidak dijumpai adanya efek samping dari obat itu. Davids et al melaporkan adanya reolusi komplit dari 68 pasien stroke dengan nyeri bahu hemiplegik yang diterapi dengan steroid oral dan program rehabilitasi yang intensif.
4. Transcutaneus electical nerve stimulation (TENS)
Leandri melakukan suatu percobaan untuk membandingkan tingkat keefektifan antara TENS tegangan tinggi dengan tegangan rendah pada manajemen nyeri bahu hemiplegik pada pasien stroke. TENS tegangan rendah meliputi stimulasi elektrik pada daerah diatas serabut sensorik kulit, sedang pada TENS tegangan tinggi digunakan untuk menimbulkan kontraksi otot namun dapat menimbulkan nyeri pada pasien. Didapatkan hasil bahwa pasien yang menerima TENS tegangan tinggi mengalami kemajuan dalam pergerakan bahu meliputi gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan rotasi eksternal, selain itu pasien juga merasa adanya pengurangan rasa nyeri pada bahu.
5. Functional electrical stimulation (FES)
Telah dilakukan berbagai macam penelitian mengenai tingkat keefektifan dilaksanankannya FES dalam manajemen nyeri bahu paska stroke.
Faghri et al telah meneliti efek dari program terapi FES sebagai preventif terhadap peregangan dan subluksasi sendi glenohumoral dan nyeri bahu pada pasien stroke. Mereka menemukan adanya efek yang menguntungkan pada kasus subluksasi dan adanya perbaikan dari gejala-gejala yang timbul, meliputi rasa nyeri, gerakan bahu dan fungsi lengan.
Chanthraine et al telah melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lama pada pemakaian terapi FES pada pasien stroke hemiplegik yang disertai dengan subluksasi dan nyeri bahu. Mereka melaporkan bahwa setelah dilakukan terapi FES selama 24 bulan didapatkan adanya pengurangan dari keparahan subluksasi dan nyeri bahu yang signifikan, selain itu program ini juga dapat membantu mengembalikan fungsi bahu.
Sebagai sebuah persendian yang bergerak bebas, bahu berfungsi sebagai penstabil dalam gerakan. Basmajian mangemukakan bahwa melalui studi dengan EMG
6. Toksin Botulinum
Bhakta et al mengevaluasi pengaruh kuat toksin botulinum pada ketidak mampuan yang disebabkan oleh spasisitas ekstremitas atas paska stroke. Mereka melaporkan adanya perbaikan gejala pada 6 dari 9 pasien yang diterapi dan yang mendapat kesembuhan lengkap sebanyak 2 pasien.
7. Tindakan Operatif
Berbagai penelitian pengobatan nyeri bahu hemiplegik mengarah kepada terapi operatif pada struktur bahu. Pembedahan dapat dilaksanakan bila metode konservatif gagal dan bahu menjadi sangat nyeri dan kaku. Dengan adanya kemajuan dalam teknik rehabilitasi yang baru telah menurunkan kebutuhan akan pembedahan.
Prosedur yang harus diikuti dalam pengobatan terhadap nyeri bahu hemiplegik ialah : pembedahan pada kontraktur tendon otot, bedah untuk memperbaiki manset rotator dan memblok ganglion stelate dan memobilisasi skapula. Braun et al telah melaporkan pembedahan untuk melepaskan spastisitas otot rotator interna pada pengobatan nyeri bahu hemiplegik, yaitu pada 13 orang pasien yang menggunakan teknik bedah ini merasakan bahwa nyeri menjadi hilang dan ini berbeda pada grup kontrol yang masih mempunyai rasa nyeri.
Indikasi untuk dilakukan pembedahan meliputi diantaranya : adanya pembatasan pada pergerakan bahu yang memperlihatkan adanya gangguan fungsional bahu, rasa nyeri yang hebat yang dapat menyebabkan terganggunya higienietas dari kulit bahu atau sebagai pencegahan dalam rehabilitasi. Pembedahan pada umumnya dilakukan pada stase akhir yaitu 6 bulan setelah terkena stroke untuk memperhitungkan kemungkinan perbaikan fungsional secara spontan.
KESIMPULAN
Nyeri bahu adalah komplikasi umum setelah serangan serebrovaskular. Diperkirakan sekitar 16%-72% pasien stroke akan berkembang menjadi nyeri bahu hemiplegia, ini dapat terjadi pada lebih dari 80% pasien stroke yang memiliki sedikit atau bahkan tidak sama sekali gerakan pada ekstremitas atas.
Nyeri bahu hemiplegia sebagai efek dari stroke melalui jalan negatif, ia mempengaruhi pada saat penyembuhan stroke, ia dapat menyebabkan distres dan penurunan aktivitas dan dapat menghambat rehabilitasi. Roy et al menunjukkan, bahwa kemunculan nyeri bahu hemiplegia berhubungan kuat dengan lamanya tinggal di rumah sakit dan pemulihan dari fungsi lengan yang buruk dalam 12 minggu pertama setelah terkena serangan stroke.
B. Etiologi
Penyebab nyeri bahu hemplegia masih menjadi kontroversi. Proses yang terjadi setelah terkena stroke mempunyai dasar sebagai penyebab nyeri bahu hemiplegia antara lain :
1. Subluksasi glenohumeral
2. Spasisitas otot bahu
3. Pergeseran
4. Trauma jaringan lunak
5. Kapsulitis glenohumeral
6. Sobekan manset rotator
7. Tendinitis bicipital
8. Sindrom bahu tangan
Tarikan neuropati pada pleksus brachialis dapat juga menjadi bagian tersebut. Pola pemulihan motorik yang tidak seperti biasa atau spasisitas atau atropi fokal yang berat bisa menjadi penyebab perlukaan pada pleksus brachialis. Perawatan ekstremitas hemiplegia yang buruk dapat menyebabkan eksaserbasi kondisi yang belum sempurna seperti osteoartritis. Kemudian, penyakit premorbid bahu dapat sebagai predisposisi nyeri bahu hemiplegi. Pasien stroke dapat menderita sakit yang disebabkan stroke itu sendiri (stroke sentral-nyeri stroke). Hukum dari sentral stroke-nyeri stroke dalam etiologi nyeri bahu hemiplegia masih diragukan. Tonus abnormal (spasisitas dan flaksisitas keduanya) diduga sebagai penyebab nyeri bahu hemiplegia. Walau dalam observasi klinis menduga nyeri bahu tidak terjadi sampai terjadinya spasisitas. Para ahli kebanyakan setuju bahwa etiologi nyeri bahu hemiplegia kemungkinan multifaktorial.
Manajemen ideal dari nyeri stroke hemiplegia adalah mencegah hal ini terjadi pada urutan pertama. Strategi yang bervariasi digunakan dalam profilaksi nyeri bahu hemiplegia. Untuk profilaksis efektif dimulai segera setelah terkena stroke. Sejak pasien merasa nyeri, cemas dan overproteksi harus kita perhatikan.
C. Penatalaksanaan
Perawatan yang buruk dan posisi ekstrimitas atas yang terkena pada pasien stroke berperan dalam terjadinya nyeri bahu.
Mobilitas pemulihan pasien stroke tergantung pada perawat, dokter, ahli fisioterapi, staf pendukung, dan anggota keluarga. Juga tergantung pada usaha pasien itu sendiri. Perawatan, latihan gerak dan latihan posisi dari hari ke hari dapat menekan stres pada bahu yang diserang. Masalah ini dapat menjadi eksaserbasi karena defisit sensorik dan persepsi pasien. Ini ditujukan terutama pada trauma sebagai komponen konstituen persendian bahu dengan perawatan yang buruk.
Wanklyn et al mempelajari prevalensi nyeri bahu hemiplegia dan faktor-faktor yang berhubungan pada pasien dengan stroke, 63% pasien yang berkembang menjadi nyeri bahu hemiplegia pada 6 bulan pertama setelah stroke. Pasien yang terkena nyeri bahu hemiplegia lebih sering memerlukan bantuan dalam latihan memindahkan. Tentu saja bahwa pasien dengan penurunan gerakan volunter setelah serangan serebrovaskuler sering tidak dapat mensejajarkan sendi bahu atau subluksasi pada awal pemulihan.
Posisi yang hati-hati dan perawatan ekstremitas dapat mencegah nyeri bahu hemiplegia, tetapi ada banyak pendapat bagaimana memperbaiki posisi ekstremitas agar dapat mendapat hasil yang terbaik.
1. Strapping/ pengikat bahu
Subluksasi pergelangan tangan Glenohumeral dapat memberikan kontribusi berkembang menjadi nyeri bahu. Shai et al memberikan hipotensial bahwa diagnosis radiologi pada subluksasi secepatnya mungkin dapat sebagai pencegahan yang lebih efektif daripada terlambat. Walau hal ini tidak dapat dibuktikan. Walaupun demikian, variasi sling (pengikat) telah didesain untuk mencoba memperbaiki subluksasi dan nyeri pada pasien stroke dengan hemiplegia. Tidak semua alat yang dipergunakan tersebut berhasil, alat yang dikembangkan Buccholtz Moodie et al dan Williams et al tidak terbukti efektif mengkoreksi subluksasi bahu.
Para ahli fisioterapi mengembangkan variasi bentuk pengikat bahu untuk nyeri bahu atau subluksasi setelah selesai serangan serebrovaskuler. Sayangnya keefektifan dari banyak metode pengikat bahu tidak terbukti efektif. Anclieffe membuat proyek perintis untuk menentukan keefektisan teknik strapping/ pengikat bahu untuk mencegah paska stroke. Proyek perintis ini menampilkan strapping pada nyeri bahu hemiplegia yang memperlambat onset nyeri bahu. Pada pasien subluksasi dan nyeri bahu, penggunaan penahan Varney dilaporkan berhasil dan gejala menjadi hilang dalam 7 hari.
Perawatan luar dapat dihentikan ketika tonus otot sekitar persendian glenohumeral cukup untuk mencegah subluksasi dan program latihan seharusnya dirancang saat penggunaan sling. Walaupun, beberapa ahli memberitakan bahwa sling dapat menahan ekstremitas dalam posisi yang buruk yaitu menyebabkan kontraktur jaringan lunak dan mempunyai efek samping pada kesimetrisan, keseimbangan dan kesan tubuh.
2. Fisioterapi
Fisioterapi digunakan pada perawatan nyeri bahu hemiplegi. Ada 2 pendekatan, yaitu: terfokus pada masalah mekanikal terlokasi dan melihat masalah neurologikalnya. Perawatan fokal menggunakan terapi panas dan dingin. Sling dan penyokong bahu dapat digunakan
Beberapa penelitian menuliskan bahwa abduksi pasif pada lengan yang hemiplegia dapat menyebabkan perlukaan pada manset rotator, ini juga yang dapat menyebabkan nyeri bahu.
Walaupun terapi latihan gerak dilakukan, dapat melibatkan abduksi pasif lengan. Kumar et al menganalisis kejadian nyeri menyebakan pasien memperoleh
3 program rehabilitasi yang berbeda: latihan gerakan oleh fisioterapis, penggunaan skateboard dan penggunaan katrol yang berlebih. Mereka menemukan pasien yang menggunakan katrol berlebih mempunyai resiko resiko yang lebih tinggi untuk dapat menjadi nyeri bahu dan dapat disimpulkan penggunaan katrol tersebut seharusnya dihindari pada rehabilitasi pada pasien stroke.
Jika penggunaan alat ini selama latihan gerakan, gerakan yang timbul akan dapat menjadi penyebab dari nyeri bahu hemiplegia, amplitudo gerakan pasif seharusnya dibatasi pada saat sakit/nyeri. Caldwell et al melaporkan bahwa nyeri mereda pada 43% pasien dengan nyeri bahu hemiplegia ketika amplitudo gerakan pasif menurun.
Wanklyn et al melaporkan peningkatan prevalensi nyeri bahu pada minggu pertama setelah pasien memutuskan tidak meneruskan latihan yang semestinya.
3. Medikamentosa
Obat-obatan jenis analgesik, anti-inflamasi, dan anti-spastik dapat dipakai dalam terapi nyeri bahu hemiplegi. Obat analgesik ringan dan NSAID merupakan obat-obatan pertama yang digunakan. Pemakaian obat anti-spasmodik dapat membantu pada kekakuan (spastisitas) akibat lesi pada otak. Antispasmodik dapat dipakai sebagai tambahan dalam membantu teknik inhibisi dan relaksasi pada fisioterapi. Obat ini mempunyai efek hipertonik terendah pada pasien stroke, namun efek samping yang ditimbulkannya berupa gangguan kognitif telah membatasi penggunaannya.
Brause et al telah melakukan penelitian pada 36 pasien stroke dengan nyeri bahu hemiplegik. Didapatkan bahwa 31 dari 36 pasien tersebut mengalami bebas gejala selama 10 hari setelah mendapatkan terapi dengan kortikosteroid oral dosis rendah (metilprednisolon 32 mg/hari). Obat ini diberikan selama 2 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan tapering off selama 2 minggu. Pada percobaan tersebut, tidak dijumpai adanya efek samping dari obat itu. Davids et al melaporkan adanya reolusi komplit dari 68 pasien stroke dengan nyeri bahu hemiplegik yang diterapi dengan steroid oral dan program rehabilitasi yang intensif.
4. Transcutaneus electical nerve stimulation (TENS)
Leandri melakukan suatu percobaan untuk membandingkan tingkat keefektifan antara TENS tegangan tinggi dengan tegangan rendah pada manajemen nyeri bahu hemiplegik pada pasien stroke. TENS tegangan rendah meliputi stimulasi elektrik pada daerah diatas serabut sensorik kulit, sedang pada TENS tegangan tinggi digunakan untuk menimbulkan kontraksi otot namun dapat menimbulkan nyeri pada pasien. Didapatkan hasil bahwa pasien yang menerima TENS tegangan tinggi mengalami kemajuan dalam pergerakan bahu meliputi gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan rotasi eksternal, selain itu pasien juga merasa adanya pengurangan rasa nyeri pada bahu.
5. Functional electrical stimulation (FES)
Telah dilakukan berbagai macam penelitian mengenai tingkat keefektifan dilaksanankannya FES dalam manajemen nyeri bahu paska stroke.
Faghri et al telah meneliti efek dari program terapi FES sebagai preventif terhadap peregangan dan subluksasi sendi glenohumoral dan nyeri bahu pada pasien stroke. Mereka menemukan adanya efek yang menguntungkan pada kasus subluksasi dan adanya perbaikan dari gejala-gejala yang timbul, meliputi rasa nyeri, gerakan bahu dan fungsi lengan.
Chanthraine et al telah melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lama pada pemakaian terapi FES pada pasien stroke hemiplegik yang disertai dengan subluksasi dan nyeri bahu. Mereka melaporkan bahwa setelah dilakukan terapi FES selama 24 bulan didapatkan adanya pengurangan dari keparahan subluksasi dan nyeri bahu yang signifikan, selain itu program ini juga dapat membantu mengembalikan fungsi bahu.
Sebagai sebuah persendian yang bergerak bebas, bahu berfungsi sebagai penstabil dalam gerakan. Basmajian mangemukakan bahwa melalui studi dengan EMG
6. Toksin Botulinum
Bhakta et al mengevaluasi pengaruh kuat toksin botulinum pada ketidak mampuan yang disebabkan oleh spasisitas ekstremitas atas paska stroke. Mereka melaporkan adanya perbaikan gejala pada 6 dari 9 pasien yang diterapi dan yang mendapat kesembuhan lengkap sebanyak 2 pasien.
7. Tindakan Operatif
Berbagai penelitian pengobatan nyeri bahu hemiplegik mengarah kepada terapi operatif pada struktur bahu. Pembedahan dapat dilaksanakan bila metode konservatif gagal dan bahu menjadi sangat nyeri dan kaku. Dengan adanya kemajuan dalam teknik rehabilitasi yang baru telah menurunkan kebutuhan akan pembedahan.
Prosedur yang harus diikuti dalam pengobatan terhadap nyeri bahu hemiplegik ialah : pembedahan pada kontraktur tendon otot, bedah untuk memperbaiki manset rotator dan memblok ganglion stelate dan memobilisasi skapula. Braun et al telah melaporkan pembedahan untuk melepaskan spastisitas otot rotator interna pada pengobatan nyeri bahu hemiplegik, yaitu pada 13 orang pasien yang menggunakan teknik bedah ini merasakan bahwa nyeri menjadi hilang dan ini berbeda pada grup kontrol yang masih mempunyai rasa nyeri.
Indikasi untuk dilakukan pembedahan meliputi diantaranya : adanya pembatasan pada pergerakan bahu yang memperlihatkan adanya gangguan fungsional bahu, rasa nyeri yang hebat yang dapat menyebabkan terganggunya higienietas dari kulit bahu atau sebagai pencegahan dalam rehabilitasi. Pembedahan pada umumnya dilakukan pada stase akhir yaitu 6 bulan setelah terkena stroke untuk memperhitungkan kemungkinan perbaikan fungsional secara spontan.
KESIMPULAN
- Nyeri bahu hemiplegia menyebabkan distress dan aktivitas yang menurun dan dapat menghambat rehabilitasi.
- Nyeri bahu adalah komplikasi umum setelah serangan serebrovaskular. Diperkirakan sekitar 16%-72% pasien stroke akan berkembang menjadi nyeri bahu hemiplegia.
- Penyebab nyeri bahu hemplegik pada stroke masih menjadi hal yang kontroversial.
- Penatalaksanaan nyeri bahu hemiplegik melibatkan tim multidisipliner, pasien dan kerja sama dari pihak keluarga.
- Penatalaksanaan terdiri dari rehabilitasi, medikamentosa, stimulasi elektrik sampai dengan dilakukannya prosedur operatif.
- Modalitas terapi yang akan dipilih disesuaikan dengan tingkat keparahan dari nyeri bahu hemiplegik tersebut.
kurang lengkap bang info managemennya soalnya ga dikasih cara dan contohnya..
BalasHapus