This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 13 Oktober 2011

[Anastesi] Hipoksia


PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tujuan akhir pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau ion hidrogen mempengaruhi pernapasan terutama efek perangsangan pusat pernapasannya sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat ke otot-otot pernapasan. Akibat peningkatan ventilasi pelepasan karbondioksida dari darah meningkat, ini juga mengeluarkan ion hidrogen dari darah karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi asam karbonat darah.1
PO2 darah yang rendah pada keadaan normal tidak akan meningkatkan ventilasi alveolus secara bermakna sampai tekanan oksigen alveolus turun hampir separuh dari normal. Sebab dari berkurangnya efek perubahan tekanan oksigen pada pengaturan pernapasan berlawanan dengan yang disebabkan oleh mekanisme yang mengatur karbondioksida dan ion hidrogen. Peningkatan ventilasi yang benar-benar terjadi bila PO2 turun mengeluarkan karbondioksida dari darah dan oleh karena itu mengurangi tekanan PCO2, pada waktu yang sama konsentrasi ion hidrogen juga menurun. Berbagai keadaan yang menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan termasuk anemia, dimana jumlah total hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen berkurang, keracunan karbondioksida, sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi tidak mampu mengangkut oksigen, dan penurunan aliran darah ke jaringan dapat di sebabkan oleh penurunan curah jantung atau iskemi lokal jaringan.1
Perubahan tegangan oksigen dan karbondioksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari komponen fosfat organik, terutama asam 2,3 bifosfat (2,3-BPG) men yebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen. Bila hasil hipoksia sebagai akibat gagal pernapasan, PaCO2 biasanya meningakat, dan kurva disosiasi oksigen bergeser ke kanan. Dalam kondisi ini, persentase saturasi hemoglobin dalam darah arteri pada kadar penurunan tegangan okmsigen alveolar (PaO2) yang diberikan. Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akaut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernapasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral meningkat dan hipoksia bertambah.2
Pengaruh hipoksia stagnant tergantung pada jaringan yang dipengaruhi. Pada hipoksia, otak dipengaruhi pertama kali.3Di otak terdapat pusat pernapasan yang merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral (dari kiri ke kanan) medula oblongata dan pons. Ada tiga kelompok neuron utama: (1) kelompok neuron pernapasan dorsal terletak di bagian dorsal medulla, yang menyebabkan inspirasi, (2) kelompok pernapasan ventral yang terletak di ventrolateral medulla yang menyebabkan ekspirasi atau inspirasi tergantubg pada kelompok neuron yang dirangsang, (3) pusat pneumotaksik, terletak di bagian superior belakang pons yang membantu kecepatan dan pola pernapasan.1 neuron-neuron kelompok pernapasan dorsal memegang peranan penting dalam mengontrol pernapasan.


II.1 Definisi
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memedai.4,5

II.2 Etiologi
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Hipoksia dapat disebabkan karena:(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf otot), (2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran napas atau compliance paru menurun. Rasio ventilasi –perfusi tidak sama (termasuk peningkatan ruang rugi fisiologik dan shunt fisiologik). Berkurangnya membran difusi respirasi, (3) shunt vena ke arteri (shunt dari “kanan ke kiri’ pada jaringan), (4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memedai (inadekuat). Hal ini terjadi pada anemia, penurunan sirekulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral, pembuluh darah jantung), edem jaringan, (5) pemakaian oksigen yang tidak memedai pada jaringan, misal pada keracunan enzim sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B.1
Gagal pernapasan dapat akut dapat didefinisikan sebagai kurangnya PO2 dari 50 mmHg dengan atau tanpa PCO2 lebih dari 50 mmHg. Hipoksia dapat disebabkan oleh gagal kardiovaskuler misalnya syok, hemoglobin abnormal, penyakit jantung, hipoventilasi alveolar, lesi pirau, masalah difusi, abnormalitas ventilasi-perfusi, pengaruh kimia misal karbonmonoksida, ketinggian, faktor jaringan lokal misal peningkatan kebutuhan metabolisme, dimana hipoksia dapat menimbulkan efek-efek pada metabolisme jaringan yang selanjutnya menyebabkan asidosis jaringan dan mengakibatkan efek-efek pada tanda vital dan efek pada tingkat kesadaran.6 Gagal napas selalu disertai hipoksia. Beberapa kasus umum gagal pernapasan adalah: (1) syaraf pusat, segala sesuatu yang menimbulkan depresi pada pusat napas akan menimbulkan gangguan napas misalnya obat-obatan(anestesia, narkotik, tranquiliser),trauma kepala, radang otak, strok, neoplasma. (2) syaraf tepi:
a. Jalan napas, sumbatan jalan napas akan menganggu ventilasi dan oksigenasi, tetapi setelah sumbatan jalan napas bebas masih tetap ada gangguan ventilasi maka harus di cari penyebab yang lain.
b. Paru, kelainan di paru seperti radang, aspirasi, atelektasis, edem, contusio, dapat menyebabkan gangguan napas.
c. Rongga pleura, normalnya rongga pleura kosong dan bertekanan negatif, tetapi biula sesuatu yang menyebabkan tekanan menjadi positif seperti udara (pneumothorak), cairan (fluidothorak), darah (hemothorak) maka paru dapat terdesak dan timbul gangguan napas.
d. Dinding dada, patah tulang iga yang multipel apalagi segmental akan menyebabkan nyeri waktu inspirasi dan terjadinya flail chest sehingga terjadi hipoventilasi sampai atelektasis paru, scleroderma, kyphoscoliosis.
e. Otot napas, otot inspirasi utama adalah diafragma dan interkostal eksternus. Bila ada kelumpuhan otot-otot tersebut misal karena sisa obat pelumpuh otot, myastenia gravis, akan menyebabkan gangguan napas. Tekanan intra abdominal yang tinggi akan menghambat gerak diafragma.
f. Syaraf, kelumpuhan atau menurunnya fungsi syaraf yang mengnervasi otot interkostal dan diafragma akan menurunkan kemampuan inspirasi sehingga terjadi hipoventilasi. Misalnya: Blok subarachnoid yang terlalu tinggi, cedera tulang leher, Guillain Barre Syndrome, Poliomyelitis.
(3) Percabangan neuromuscular misalnaya otot yang relaksasi, keracunan organophospat. (4) Post operasi misal bedah thorak, bedah abdomen.7,8
Dalam anestesi, gagal pernapasan/sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh tindakan operasi itu sendiri misalnya karena obat pelumpuh otot, karena muntahan,/lendir, suatu penyakit,(koma, stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala, keracunan).8

II.3 Macam Hipoksia
Hipoksia di bagi dalam 4 tipe : (1) hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), dimana PO2 darah arteri berkurang, (2) hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang, (3) hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat sehingga oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin normal, (4) hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai oksigen yang disediakan.3

II.4 Diagnosis
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong di lakukannya analisis gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SaO2) kurang dari 90% yang biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg sangat mengganggu oksigenasi CO2 arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45-50 mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan pernapsan terjadi karena PaCO2 kurang dari 60mmHg pada udara ruangan, atau pH kurang dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari 50mmHg. Dimana daya penyampaian oksigen ke jaringan tergantung pada: (1) sistem pernapasan yang utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi hemoglobin, (2) kadar hemoglobin, (3) curah jantung dan microvascular, (4) mekanisme pelepasan oksihemoglobin.9

II.5 Patofisiologi
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.8
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi. Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh: (1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi. (2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri. (3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler. (5) hipoventilasi alveoler. Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila “minut ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas.9
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45 mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%).8

II.6 Penatalaksanaan
Penilaian dari pengelolaan jalan napas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat. Tindakan ditujukan untuk membuka jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap bebas dan waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan napas.Penyebab sumbatan jalan napas yang tersering adalah lidah dan epiglotis, muntahan, darah, sekret, benda asing, trauma daerah maksilofasial. Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran maka lidah akan jatuh ke belakang menyumbat hipofarings atau epiglotis jatuh kebelakang menutup rima glotidis. Dalam keadaan seperti ini, pembebasan jalan napas dapat dilakukan tanpa alat maupun dengan menggunakan jalan napas buatan. Membuka jalan napas tanpa alat dilakukan dengan cara Chin lift yaitu dengan empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas dagu, kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Bila perlu ibu jari dipergunakan untuk membuka mulut/bibir atau dikaitkan pada gigi seri bagian bawah untuk mengangkat rahang bawah. Manuver Chin lift ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust yaitu dengan mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala. Tindakan jaw thrust buka mulut dan head tilt disebut airway manuver.8
Jalan napas orofaringeal. Alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan napas nasofaringeal. Alat di pasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Untuk sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat dilakukan dengan menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip. Jangan menggunakan soft catheter tip lewat lubang hidung pad penderita yang den gan fraktur lamina cribosa karena dapat menembus masuk rongga otak. Harus diperhatikan tata cara penghisapan agar tidak mendapatkan komplikasi yang dapat fatal. Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan jari-jari. Bila terjadi tersedak umumnya “nyantol”didaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows, abdominal thrust.8


KESIMPULAN
Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2. Bila terjadi kegagalan pernapasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya. Terjadinya Hipoksia banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya karena tindakan anestesi (anestesi yang terlalu dalam, sisa obat pelemas otot, obat narkotik), suatu penyakit (radang otak, radang syaraf, stroke, tumor otak, edema paru, gagal jantung, miastenia gravis), trauma/kecelakaan (cedera kepela, cedera tulang leher, cedera thorak, keracunan obat). Prinsip penanganan hipoksia adalah dengan membebaskan jalan napas dengan mencari penyebabnya, bisa dengan cara Chin lift, Jaw thrust, jalan napas orofaringeal, jalan napas nasofaringeal, atau dengan suction.



DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, 1994.,Pernapasan, “Pengangkutan Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh,Pengaturan Pernapasan”, hal: 181-207, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.7, Bag.II, Cet.I., EGC, Jakarta.
2. Kurt J.I et all, 1999.,”Hipoksia, Polisitemia dan Sianosis”, hal: 208-212, Horrison, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol. I, EGC, Jakarta.
3. Ganong M.D., 1988, Penyesuaian Pernapasan Pada Orang Sehat dan Sakit, “Hipoksia”, hal: 586-597,Fisiologi Kedokteran,ed.10,Cet.IV,EGC, Jakarta
4. Rima dkk., 1996, “Hipoksia”, Kamus Kedokteran Dorlan, hal: 898, cet.II, EGC, Jakarta.
5. Sylvia A.P., Lorraine M.W., 1995, Tanda dan Gejala Penyakit Pernapasan, “Hiperkapnea dan Hipokapnea”, hal: 685, Fisiologis Proses-proses Penyakit, ed. 4, Buku II, EGC, Jakarta.
6. Carolyn M.H., Barbara M.G., 1995, “Gagal Pernapasan Akut”, hal: 563, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, ed.VI, Vol. I, EGC, Jakarta.
7. T.E. O.H.,1985, “Respiratory Failure-General Principles, Oksigen Therapy”, hal: 67-76, Intensive Care Manual, ed. 2, Sydney, London, Boston, Durban, Singapore, Toronto Wellington.
8. Karjadi W., 2000, Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran, “Sumbatan Jalan Napas, Gawat Napas Akut”, hal: 17-34, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
9. Michele W.M.D., Alison W.M.D., 1995, Pedoman Pengobatan, “Kegagalan Respirasi Akut”, hal: 277-302, ed. 1, Cet.1, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
 

[Pediatri] Diare


  1. Definisi diare
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1 hari).
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Penyakit diare atau gastroenteritis adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya(lazimnya frekuensi ini lebih dari 3x sehari)disertai dengan adanya perubahan bentuk tinja.
2. Etiologi
Diare juga merupakan salah satu cetusan gangguan perut. Diare akut umumnya disebabkan oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi. Diare ringan akan berakhir dalam 1 - 3 hari setelah diobati dengan obat diare yang banyak dijual di pasaran. Jenis diare lain yang muncul sekitar enam jam setelah makan, biasanya karena keracunan bakteri Staphylococcus. Sedangkan racun bakteri Clostridium dalam makanan atau minuman biasanya bereaksi setelah 12 jam. Bila diare terjadi sekitar 12 - 48 jam setelah makan sesuatu, mungkin disebabkan oleh bakteri Salmonella atau Compylobacter atau virus seperti Rotavirus atau Norwalk.
Penyebab diare akut yang lebih jarang bisa karena bakteri disentri, kolera, tifus, paratifus, serta alergi makanan. Sementara pada bayi, diare kebanyakan disebabkan oleh konsumsi susu formula yang tidak cocok atau susu yang terkontaminasi bakteri.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Faktor enteral, meliputi:
    a.1. Infeksi bakteri
    a.2. Infeksi virus
    a.3. Infeksi parasit
b. Infeksi parenteral

2. Faktor malabsorbsi
    a. malabsorbsi karbohidrat
    b. malabsorbsi lemak
    c. malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun,alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis :L rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

3. Klasifikasi diare
Beberapa klasifikasi diare antara lain:
    1. Berdasarkan ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
  1. Diare infeksi spesifik : tifus dan paratifus, disentri, basil enterekolitis nekrotikans dan stafilokokus.
  2. Diare non spesifik : diare dietetic
    1. Berdasarkan organ yang terkena infeksi diare dibagi menjdadi 2 golongan yaitu:
  1. Diare infeksi enteral atau karena infeksi di usus(karena bakteri,virus, atau parasit0
  2. Diare infeksi perenteral atau diare karena infeksi di luar usus misalnya ; karena bronchitis
    1. Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
  1. Diare akut atau diare karena infeksi usus yanga bersifat mendadak, berlangsung cepat, dan berakhir dalam waktu 3-5 hari.
  2. Diare kronik

Diare kronik dibagi tiga, yaitu:
  1. Diare osmotik
Dijelaskan dengan adanya faktor melabsorpsi akibat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak, atau protein, dan tersering adalah melabsorpsi. Feses terbentuk steatore.
  1. Diare sekretorik
Terdapat gangguan transpor akibat adanya perbedaan osmotik intralumen dengan mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dalam jumlah besar. Feses akan seperti air.
  1. Diare inflamasi
Diare dengan kerusakan dan kematian enterosit disertai peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering ditemukan. Terbagi dua yaitu inflamasi nonspesifik dan spesifik. Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn termasuk kelompok inflamasi nonspesifik.
4.Patofisologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan enzimatik, disertaiganguan mukosa akan mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk. Peristaltik saluran cerna yang teratur yang teratur akan mengakibatkan proses cerna secara enzimatik berjalan baik. Sedangkan peningkatan motilitas berakibat terganggunya proses cerna secara enzimatik, yang akan mempengaruhi pola defekasi.

5. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare terdiri dari gangguan osmotic, gangguan sekresi, dan gangguan motilitas usus.Patogenesisi diare akut:
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung .
2. Jasad renik tersebut berkembang biak di dalam usus halus.,
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin
4. Oleh toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

6. Manifestasi klinik
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah(muntaber) dan/atau demam, tenesmus,hematoschezia,nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkn renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolit yang lanjut. Karena kehilangan cairan, seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air isotonic.

7. Penatalaksanaan
  1. Simtomatis
    1. Rehidrasi
Oralit, cairan infus yaitu ringer laktat, dekstrosa 5%, dekstrosa dalam salin,dll.
    1. Antispasmodik, antikolinergik (antagonis stimulus kolinergik pada reseptor muskarinik)
    2. Obat antidiare
      1. Obat antimotilitas dan sekresi usus
Loperamid (Imodium) : 4 mg per oral (dosis awal), lalu tiap tinja cair diberikan 2 mg, dengan dosis maksimal 16 mg/hari
Difenoksil (Lomotil):4 x 5mg (2 tablet)
Kodein fosfat: 15-60 mg tiap 6 jam
      1. Oktreotid (Sandostatin)
Telah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare sekretorik.
      1. Obat antidiare yang mengeras tinja dan absorpsi zat toksik, yaitu:
Arang/charcoal aktif (norit) : 1-2 tablet, diulang sesuai kebutuhan.
Campuran kaolin dan morfin (mengandung 700 mikrogram/10 ml anhyddrous morphin).
    1. Antiemetik (metoklopropamid, prokloprazin, domperidon).
    2. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:
Vitamin B12 asam folat, vitamin A, vitamin K.
Preparat besi, zinc, dan lain-lain.
    1. obat ekstrak enzim pankreas.
    2. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstipasi dan mengikat asam empedu
    3. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus.
  1. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun noninfeksi. Pada diare kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.
Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare kronik
Etiologi
Obat
Dosis(per hari)
Jangka waktu
Shigela sp
Ampisilin
2 x 1g
5-7 hari


Kotrimoksazoi
2 x 2 tab
Idem


Siprofloksasin
2 x 500 mg
idem


Tetrasiklin
4 x 500 mg
idem
H. jejuni
Eritromisin
4 x 250-500 mg
idem


Siprofloksasin
2 x 500mg
5 hari
Salmonelosis
Kloramfenikol
4 x 500mg
5 hari


Peflasin
1 x 400mg
7 hari


Siprofloksasin
2 x 500mg
7 hari
C. difficile
Vankomisin
4 x 125mg
7 – 10 hari


metronidazol
3-4 x 1,5-2g
Idem
ETEC
Trimetopin
3 x 200mg
3 hari


Siprofloksasin
1 x 500mg
Idem


Kotrimoksazol
2 x 2 tab
idem
Tuberkulosis
Rfampisin
10 mg/kg BB




Piraazinamid
20-40 g/kg BB




Etambutolol
15-25 mg/kg BB




Streptomisin
15 mg/kg BB
Min 9 bulan
Jamur kandidosis
Nistatin
3 x 500.00 U
2-3 mgg
Protozoa giardiasis
Kuinakrin
Metronidazol
3 x 100mg
1 x 2 g
3 x 400mg
7hari
3-5 hari
7 hari


E. histolytica
Metronidazol
3 x 800mg
7 hari
Cacing Ascaris
Pirantel parnoat
10-22 mg/kg BB
(dosis tunggal max 1 g)
3 hari


Cacing tambang
idem
idem
Idem
Trichuris trichioura mebendazol


2 x 100 mg
3 hari




Senin, 10 Oktober 2011

[Neurologi] Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan

Ismail Setyopranoto
Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf,
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).

EPIDEMIOLOGI STROKE
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998). Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007). Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus terutama stroke iskemik akut (Tabel 1). (Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).



PATOLOGI STROKE
Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran
yang ireversibel membentuk daerah infark.
Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama.
Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.

Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.

FAKTOR RISIKO STROKE
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen, 2000). (Tabel 2 ).
TANDA DAN GEJALA STROKE
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut (DeFreitas et al., 2009) (Tabel 3).



PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ): STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,
yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

SIMPULAN
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah: (1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) mencegah
secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.
Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.
2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.
3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke
1997;28: 1142-6.
4. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.
5. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003.
6. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management of Stroke.
BKM 1998; Suppl XIV: 53-69.
7. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia 2000; 9: 29-34.
8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007
9. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
10. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th ed. Raven Press. New York. 1990.
11. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.


Sumber: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf

[Info Seminar] UPDATE ON HYPERTENSION

 
PERNEFRI & PLD FKUI International 2011 mempersembahkan:

UPDATE ON HYPERTENSION
Sabtu, 22 Oktober 2011
RSCM Gedung A lt. 8
Pk. 0800 - 1600 wib

Akreditasi IDI: 8 SKP

Biaya pendaftaran:
Mahasiswa/dokter muda: 275,000 IDR
Dokter umum/spesialis: 300,000 IDR

Waktu: 22 Oktober · 8:00 - 16:00
                                                     Tempat
:RSCM Gedung A lt. 8
Informasi:
Nurul 08567316093
Dewi 0817118115






 

[Info Seminar] Pertemuan Ilmiah Tahunan 2011 Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia


 
Waktu
03 November jam 19:30 - 05 November jam 17:00


Tempat
Gedung Pendidikan Eijkman Unpad
Jl. Eijkman No 38.
Bandung, Indonesia
 
Info Selengkapnya
Khusus hari Sabtu tgl 5 free registration buat yang daftar simposium (nuclear med for non nuclear med physician), dapat kredit SKP dan juga free lunch.

Tempat terbatas, daftar segera ke email
dodiphc@yahoo.com
dewiivana@yahoo.com
atau kontak lsg ke
08128818797 (dr. Ivana),
08122314930 (dr. Erwin)
Jgn lupa cantumkan nama, institusi, no hp dan alamat rumah.
 
Sumber: http://www.facebook.com/event.php?eid=270123543010043
 

Sabtu, 08 Oktober 2011

[Info Seminar] Pelatihan ANLS (Advanced Neurologic Life Support) Perdossi

Dibuka pendaftaran Pelatihan ANLS (Advanced Neurologic Life Support) Perdossi:
Tgl : 26 – 27 November & 17 - 18 Des 2011
Biaya Rp 2.500.000
Pelaksanaan di Jakarta. 
Untuk informasi & Registrasi dpt menghubungi kami (telp/sms) ke no 08788 9699 789.
 

Sabtu, 17 September 2011

Terapi Cairan dan Darah

27_177Terapicairandandarah