This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 24 Juni 2008

Invaginasi

Invaginasi merupakan suatu keadaan dimana bagian usus masuk ke bagian usus (www. Pediatric .com, 2003).
Invaginasi merupakan suatu kegawat daruratan medis. Jika tidak diatasi secepatnya. Bisa menyebabkan komplikasi yang berat seperti infeksi bahkan kematian (familydoctor.org, 1999)
Kebanyakan pasien bisa pulih jika dirawat sebelum 24 jam. Kematian dengan terapi sekitar 1-3 %. Jika tanpa terapi, 2-5 hari akan berakibat fatal (emedicine.com.inc, 2003).
Keluarga khususnya orang tua. Selaku pihak pertama yang mengetahui adanya kelainan pada anak dan tim medis serta paramedis, sebaiknya mengetahui lebih banyak tentang invaginasi dan gejala-gejala yang tampak, serta apa saja yang menyebabkan invaginasi. Sehingga baik orang tua maupun tim medis, paramedis, dapat menentukan tindakan yang harus diambil secara cepat dan tepat. Pengambilan tindakan yang cepat dan tepat dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan terapi dan mengurangi kemungkinan komplikasi dan efek fatal yang lain.


II.1. Definisi
Intususepsi atau invaginasi adalah suatu keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus strangulasi (Mansjoer. R. 2000)
Saat invaginasi terjadi, akan terbentuk obstruksi pada usus besar dimana dinding usus akan menekan bagian lainnya (kidshealth. org, 2001)

II.2. Insidensi
Intutusepsi kebanyakan terjadi pada bayi, dengan mayoritas kasus terjadi pada anak antara 5 bulan sampai 1 tahun.
Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup.
Intususepsi juga menyebabkan kegawat daruratan pada abdomen, kebanyakan terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun. (kidshealth. org, 2001).
Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan (Mansjoer. R. 2000). Angka kejadian pada anak laki-laki 3 kali lebih besar bila dibandingkan anak perempuan (kidshealth. org, 2001). Seiring dengan pertambahan umur, perbedaan kelamin menjadi bermakna. Pada anak usia lebih dari 4 tahun, rasio insidensi anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 8 : 1. (emedicine, 2001)

II.3. Etiologi
Penyebab pasti intususepsi belum diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan infeksi pada anak, pengaruh dari pweubahan diet, pemberian makanan padat (www.gosh, 2002)
Infeksi virus pada anak-anak menyebebkan pembesaran kelenjar cerna, yang pada akhirnya menyebabkan intususepsi (www.pediatrik.com, 2003). Inveksi virus bisa menimbulkan perlawanan jaringan limphe terhadap infeksi sehingga mukosa usus tidak rata. Ini membuka peluang usus untuk memasuki bagian usus itu sendiri selama proses mencerna. (kidshealth.org, 2001).
Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus. (groups.yahoo.com, 2003).
Pada bayi lebih dari 3 tahun, bisa disebabkan faktor mekanik, seperti :
- Meckel diverticulum
- Polip pada untestinum
- Lymposarcoma intestinum
- Trauma tumpul pada abdominal dengan hematom
- Hemangioma (emedicine.com, 2003).
Baru-baru ini diduga ada hubungan antara rotavirus dan intususepsi, walaupun laporan kasus terjadinya intususepsi selama bayi difaksin sangat kecil. (emedicine.com, 2003).
Rotavirus merupakan penyebab gastroenteritis berat pada bayi dan anak usia di bawah 5 tahun di USA. Selama 1 September 1998 sampai 7 Juli 1999, dilaporkan ke VAERS (Vaccine Adverse Event Reporting System) 15 kasus intususepsi pada bayi yang menerima vaksin Rotavirus.
Pada studi Prelisensi, 5 kasus intususepsi terjadi pada 10.054 penerima vaksin dan 1 kasus pada 4.633 kontrol. Secara statistik perbedaannya tidak signifikan. 3 dari 5 kasus pada anak dengan vaksinasi terjadi selama 6-7 hari setelah divaksinasi Rotavirus (www.cdc.gov, 1999)

II.4. Gejala Klinis
Gejala yang tampak adalah nyeri perut yang hebat, mendadak dan hilang timbul dalam waktu beberapa detik hingga menit dengan interval waktu 5-15 menit. Diluar serangan, anak tampak sehat. (www.pediatrik.com, 2003). Bayi dengan intususepsi akan mengalami nyeri abdomen yang sangat mendadak sehingga mereka menangis dengan sangat kesakitan dan keras. Bayi tersebut akan menarik lututnya ke dada. (kidshealth.org, 2001)
Anak sering muntah dan dalam feses sering ditemukan darah dan lendir. Secara bertahap anak akan pucat dan lemas, bisa menjadi dehidrasi, merasa demam, dan perut mengembung. (www.gosh, 2002).
Selain itu, ada gejala-gejala seperi anak menjadi cepat marah, nafas dangkal, mendengkur, konstipasi (kidshealth.org, 2001).

II.5. Diagnosis
Anamnesa dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat, diberi makanan padat padahal umur anak dibawah 4 bulan. (kidshealth.org, 2001).
Pemeriksaan fisik, pada palipasi diperoleh abdomen yang mengencang, massa seperti sosis (kidshealth.org, 2001).
Pemeriksaan penunjang dilakukan X-ray abdomen untuk melihat obstruksi (kidshealth.org.2001).
Pemeriksaan ultrasound bisa melihat kondisi secara umum dengan menggunakan gelombang untuk melihat gambaran usus di layar monitor (www.gosh, 2002).

II.6. Penatalaksanaan
Pertama kali dibawa ke runak sakit, bayi kemungkinan mengalami dehidrasi dan memerlukan terapi cairan intravena secepatnya. NGT bisa digunakan pada bayi dengan perut yang kosong (www.gosh, 2002). Reduksi invaginasi dilakukan dengan barium enema yang menggunakan prinsip hidrostatik. Reduksi dengan barium enema hanya dilakukan bila tidak ada distensi yang hebat, tanda peritonitis, dan demam tinggi. Akan tampak gambaran cupping dan coiled spring yang menghilang bersamaan dengan terisinya ileum oleh barium. Reduksi dengan barium enema dikatakan berhasil bila barium cukup jauh mengisi ileum atau tampak jendela kolon. (Mansjoer. R, 2000).
Selain barium enema, terdapat metode udara enema, cara kerja kedua metode ini sama. (kidshealth,org, 2001)
Jika metode ini berhasil, bayi sudah bisa minum dan bisa pulang dalam beberapa hari (www.gosh, 2002).
Jika metode ini tidak berhasil perlu dilakukan operasi (www.gosh, 2001). Invaginasi cenderung menyumbat usus dan menghentikan aliran darah ke usus, sehingga perlu dilakukan pembedahan darurat (www.medicastore.com, 2003)
Kebanyakan anak yang dirawat sebelum dari 24 jam sembuh dari intususepsi tanpa komplikasi (kidshealth.org, 2001)
Dalam 48 jam setelah operasi anak akan dimonitor, anak akan menggunakan mesinuntuk memonitor temperatur, denyut jantung dan respirasi.
Setidaknya selama 48 jam pertama, anak tidak bisa makan atau minum agar ususnya istirahat. Anak akan mendapatkan terapi cairan untuk mencegah dehidrasi.
Anak juga akan mendapat NGT untuk mengambil cairan di dalam perut. Saat cairan dari NGT bersih dan jumlah cairan berkurang, anak bisa mulai makan sesuatu (www.gosh, 2002).

II.7. Komplikasi
Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat, seperti kematian jaringan usus, perforasi usus, infeksi dan kematian (kidshealth.org, 2001).

II.8. Diagnosis
Invaginasi dengan terapi sedini mungkin memiliki prognosis yang baik. Terdapat resiko untuk kambuh lagi (familidoctor.org, 2003)

II.9. Differensial Diagnosis
- Trauma Abdomen
- Appendisitis Akut
- Hernia
- Gastroenteritis
- Torsi testis
- Perlengketan jaringan
- Volvulus
- Meckel diverticulum
- Perdarahan G 1
- Proses-proses yang menumbuhkan nyeri abdomen (emedicine.com, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

(1) Anonim, 2003, Intutusepsi,
 http : // www.pediatrik.com / kanal tips / intususepsi.htm.
(2) American Academy Of Family Physician, 1999,
 http : // familydoctor.org / III-xml.
(3) –
 http : // www.emidicine.com
(4) Mansjoer.R, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III,
Cet 2, Media Aesculapius, Jakarta.
(5) –
 http : // kidshealth.org / parent / system / surgical / intususception.
(6) –
 http : www.gosh.nhs.uk / med / index.html
(7) –
 http : // groups.yahoo.com / group / halal-baik.enak / message
(8) –
 http : // www.cdc.gov / epo / mmwr / preview / mnwrhtml / mm 4827 al.htm.


Jumat, 13 Juni 2008

Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Mioma

Dari : Ifah
Email : if_be1@yahoo.co.id
Komentar : plis dunk up load gambaran makroskopis n mikroskopis mioma !

Inilah jawabannya ....

Gambaran makroskopis
Mioma uteri umumnya multipel, terpisah, bentuknya bisa spheris atau tidak teratur. Pseudokapsulnya umumnya berbatas jelas dengan jaringan myometrium yang disekitarnya. Mioma dapat dengan mudah dienukleasi dari jaringan miometrium disekitarnya. Pada pemeriksaan kasar potongan transversal, mioma buff-colored (warnanya seperti kulit kerbau), bulat, lembut dan biasanya berbatas tegas. Warnanya lebih muda daripada myometrium.
Inilah gambarnya secara makroskopis



Gambaran mikroskopis
Serabut-serabut otot polos menjadi bundel-bundel dalam berbagai ukuran dan arah (bentuk whorled). Sel-selnya berbentuk spindel, memiliki nukleus elongasi dan dalam ukuran yang seragam. Jumlah jaringan ikatnya bervariasi dan bercampur dengan bundel otot smooth. Mioma berbatas tegas dari jaringan sekitarnya dari otot-otot yang normal oleh pseudokapsul dari jaringan areolar dan mymetrium yang tertekan dan arteri kecil yang menyuplai tumor sedikit berliku-liku dibandingkan dengan arteri adjencent radial. Arteri menembus mioma secara acak pada permukaan dan berorientasi pada arah bundel otot sehingga membentuk pola yang tidak teratur. Satu atau dua pembuluh darah besar dapat ditemukan pada dasar atau pedikel. Pola vena tampak lebih jarang, tetapi kemungkinan artifaktual sebagai sulitnya menghitung sirkulasi vena pada kondisi artificial.

Sabtu, 07 Juni 2008

Batuk

Batuk mempengaruhi interaksi personal dan sosial, mengganggu tidur dan sering menyebabkan ketidak nyamanan pada tenggorakan dan dinding dada. Sebagian besar orang mencari pertolongan medis untuk batuk akur supaya mereda, sementara itu ada orang yang takur batuknya menjadi penyakit yang serius. Batuk terjadi sebagai akibat stimulasi mekanik atau kimia pada nervus afferent pada percabangan bronkus. Batuk efektif tergantung pada intaknya busur refleks afferent-efferent, ekspirasi yang adekuat dan kekuatan dinding otot dada dan normalnya produksi dan bersihan mukosiliar

Point penting
Umur
Durasi batuk
Dyspneu (saat istirahat atau aktivitas)
Gejala konstitusional
Riwayat merokok
Tanda vital (denyut jantung, respirasi, temperatur tubuh)
Pemeriksaan thorax
Radiologi thorax saat batuk yang tidak bisa dijelaskan terjadi lebih dari 3-6 minggu

Temuan Klinis
Gejala
Membedakan batuk akut (< 3 minggu) dan persisten (> 3 minggu) merupakah langkah awal dalam mengevaluasi. Pada individu dewasa yang sehat, sebagaian besar sindrom batuk diakibatkan oleh infeksi saluran respirasi oleh virus. Batuk post infeksi yang berlangsung 3 – 8 minggu di sebut sebagai batuk sub akut untuk membaedakan dari batuk akut dan kronik. Gejala klinik tambahan seperti demam, kongesti nasal dan radang tenggorokan dapat membantu dalam mendiagnosis. Dyspneu ( saat istirahat atau aktivitas) mencerminkan kondisi yang serius dan memerlukan evaluasi lebih lanjut termasuk penilaian oksigenasi (pulse oksimetri atau pengukuran gas darah arteri), aliran udara (peak flow atau spirometri) dan pneyakit parenkim paru ( radiologi thorax). Waktu dan karakter batuk tidak bermanfaat untuk menentukan penyebab batuk akut ataupun persisten, meskipun varian batuk asma sebaiknya dipertimbangkan pada orang dewasa dengan batuk nokturna prominent.
Penyebab tidak umum batuk akut dicurigai pada orang dengan penyakit jantung (gagal jantung kongestif) atau hay fever (rhinitis alergi) dan orang dengan faktor resiko lingkungan (misalnya petani).
Batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran respirasi akut membaik dalam 3 minggu pada 90% pasien. Infeksi pertusis dicurigai pada orang dewasa yang sebelumnya di imunisasi dengan batuk persisten atau berat sekitar 2 – 3 minggu.
Saat tidak ditemukan terapi dengan obat ACE inhibitor, infeksi saluran respirasi akut dan radiologi thorax abnormal, sampai 90% kasus batuk persisten disebabkan oleh postnasal drip, asma atau gastroesophageal reflux disease (GERD). Riwayat kongesti nasal atau sinus, wheezing atau rasa terbakar pada jantung (heartburn) sebaiknya cepat dievaluasi dan terapi. Kondisi tersebut sering menyebabkan batuk persisten pada keadaan batuk tanpa gejala lain yang terlihat. Karsinoma bronkogenik dicurigai saat batuk disertai penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, demam dengan keringat malam terutama pada orang dengan riwayat merokok dan terpapar. Batuk persisten yang disertai sekresi mukus yang banyak dicurigai bronkitis kronik pada perokok atau bronkiektasis pada pasien dengan riwayat pneumonia rekurent atau terjadi komplikasi, radiologi thorax dapat membantu. Dyspneu pada istirahat atau aktifitas umumnya tidak terdapat pada pasien dengan batuk persisten. Dyspneu memerlukan penilaian lebih lanjut terhadap bukti lebih lanjut penyakit paru kronik atau gagal jantung kongestif.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat secara langsung sebagai alatg diagnostik untuk batuk akut dan persisten. Pneumonia dicurigai saat batuk akut disertai dengan tanda vital yang abnormal (takikardi, takipneu, demam) atau ditemukan konsolidasi ruang udara (ronki, penurunan suara nafas, fremitus, egophny). Meskipun sputum yang purulen berhubungan dengan infeksi bakteri pada pasien penyakit paru (misalnya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), cystik fibrosis), pada pneumonia merupakan prediktor yang jelak pada pasien dewasa sehat. Terapi antibiotika pada orang dewasa dengan sputum yang purulen tidak menunjukan manfaat. Wheezing dan ronki sering ditemukan pada orang dewasa dengan bronkitis akut dan pada sebagian besar kasus tidak mencerminkan asma yang beronset pada dewasa.
Pemeriksaan fisik pada orang dewasa dengan batuk persisten kemungkinan dapat menunjukan bukti sinusitis kronik, syndrom post nasal drip atau asma. Tanda dada dan jantung dapat membedakan PPOK dan GJK (Gagal Jantung Kongestif). Pada pasien batuk yang disertai dyspneu, test match normal (mampu membedakan match 25 cm jauhnya) dan tinggi laringeal maksimum 4 cm (diukur dari sternal notch ke kartilago cricoid pada akhir ekspirasi) menurunkan kemungkinan PPOK. Sama juga, tekanan vena jugularis dan reflux hepatojugular negatif menurunkan kemungkinan GJK biventrikular.

Diagnosis Banding
Batuk akut
Batuk akut dapat merupakan tanda infeksi saluran respirasi akut, asma, rhinitis alergi dan gagal jantung kongestif.

Batuk persisten
Penyebab batuk persisten termasuk infeksi pertusis, syndrom post nasal drip (atau sundrom batuk jalan nafas atas), asma (termasuk batuk varian asma), GERD, bronkitis kronik, bronkiektasis, tuberkulosis atau infeksi kronik lainnya, penyakit paru interstitial dan karsinoma bronkogenik. Batuk persisten dapat juga psikogenik.

Pemeriksaan Diagnostik
Batuk akut
Radiolograpi thorax dipertimbangkan pada orang dewasa dengan batuk yang akut yang menunjukan tanda vital yang abnormal atau pada pemeriksaan thorax curiga pneumonia.

Batuk persisten
Radiography thorax indiksai jika telah disingkirkan kemungkinan pasien menjalani terapi dengan ACE inhibitor dan batuk post infeksi dengan anamnesis. Pemeriksaan terhadap infeksi pertusis dilakukan dengan menggunakan polymerase chain reaction pada swab nasopharingeal atau spesimen hidung. Saat radiologinya normal, pertimbangkan kemungkinan postnasal drip, asma dan GERD.Terdapatnya gejala-gejala umum tersebut sebaiknya dievaluasi lebih lanjut atau diberikan terapi empirik.
Akan tetapi, terapi empirik direkomendasikan untuk postnasal drip, asma atau GERD selama 2-4 minggu meskipun penyakit-penyakit tersebut yang bukan menyebabkan batuknya.Sekitar 25% kasus batuk persisten disebabkan berbagai macam penyebab. Spirometri dapat membatu obstruksi saluran nafas pada pasien dengan batuk persisten dan wheezing dan yang tidak respon terhadap pengobatan asma. Ketika terapi empirik untuk sindrom postnasal drip, asma dan GERD tidak membantu, evaluasi lebih lanjut diperlukan melalui pH manometri, endoskopi, barium swallow, CT scan sinus atau thorax.

Terapi
Batuk Akut
Dalam memberikan terapi batuk akut sebaiknya berdasarkan penyebab penyakitnya, batuknya sendiri dan faktor-faktor tambahan yang membuat batuk kambuh. Ketika diagnosa influenza ditegakkan, terapi dengan amantadine, rimantadine, oseltamivir atau zanamivir efektif ( 1 hari atau kurang) ketikda dimulai 30-48 jam dari onset penyakit. Pada infeksi Chlamydia atau Mycoplasma, antibiotik seperti ertiromisin, 250 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau doksisiklin 100 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari. Pada pasien dengan bronkitis akut, terapi dengan inhalasi beta 2 -agonis dapat mengurangi keparahan dan durasi batuk pada beberapa pasien. Bukti menunjukan pemberian dextromethorphan bermanfaat dalam meringankan batuk pada orang dewasa dengan infeksi saluran respirasi akut. Terapi postnasal drip (dengan antihistamin, dekongestan, atau kortikosteroid nasal) atau GERD (dengan H2 blocker atau proton-pump inhibittor) yang disertai dengan batuk akut dapat menolong. Terdapat bukti bahwa vitamin C dan echinacea tidak efektif dalam mengurangi keparahan batuk akut, tetapi terdapat bukti juga bahwa vitamin C (sedikitnya 1 gram sehari) bermanfaat dalam mencegah flu pada orang dengan stress fisik (misal: setelah marathon) atau malnutrisi.
Batuk Persisten
Saat dicurigai infeksi pertusis, terapi dengan antibiotika makrolid tepat untuk mengurangi penyebaran dan transmisi organisme. Jika infeksi pertusis berlangsung 7-10 hari, terapi antibiotika tidak mengurangi durasi batuk yang dapat berlangsung selama 6 bulan. Tidak ada bukti yang merekomendasikan berapa lama terapi batuk persisten dilanjutkan untuk postnasal drip, asma atau GERD. Gejala yang kambuh lagi memerlukan evaluasi lebih lanjut. Pasien dengan batuk persisten tanpa sebab yang jelas dikonsultasikan dengan otolaryngologist; terapinya dengan lidokain nebulasi.

DAFTAR PUSTAKA
Call SA et al. Does this patient have influenza? JAMA. 2005 Feb 23;293(8):987–97. [PMID: 15728170]

Haque RA et al. Chronic idiopathic cough: a discrete clinical entity? Chest. 2005 May;127(5):1710–3. [PMID: 15888850]

Hewlett EL et al. Clinical practice. Pertussis—not just for kids. N Engl J Med. 2005 Mar 24;352(12):1215–22. [PMID: 15788498]

Lin DA et al. Asthma or not? The value of flow volume loops in evaluating airflow obstruction. Allergy Asthma Proc. 2003 Mar–Apr;24(2):107–10. [PMID: 12776443]

Metlay JP et al. Testing strategies in the initial management of patients with community-acquired pneumonia. Ann Intern Med. 2003 Jan 21;138(2):109–18. [PMID: 12529093]

Pratter MR et al. An empiric integrative approach to the management of cough: ACCP evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2006 Jan;129(1 Suppl):222S–231S. [PMID: 16428715]

Schroeder K et al. Over-the-counter medications for acute cough in children and adults in ambulatory settings. Cochrane Database Syst Rev. 2004;(4):CD001831. [PMID: 15495019]

Wenzel RP et al. Acute bronchitis. N Engl J Med. 2006 Nov 16;355(20):2125–30. [PMID: 17108344]

Selasa, 01 April 2008

SIMTOMATOLOGI PSIKIATRI

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik atau dapat dikatakan gejala yang menonjol terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), lingkungan sosial (sisiogenils) ataupun psike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa dan menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pada pemikiran, perasaan dan perilaku.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku adalah keturuan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan, keadaan psikologik, keluarga, adat istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa bermusuhan, hubungan antar manusia.
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional.
Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh dokter (afek yang terbatas dan retardasi psikomotor). Gejala (symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien (mood yang tertekan dan berkurangnya tenaga). Suatu sindroma adalah kelompok tanda dan gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu kondisi yang dapat dikenali yang kurang spesifik dibandingkan gangguan atau penyakit yang jelas.
Dalam kenyataannya sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindroma. Menjadi ahli didalam mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter dapat mengerti dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara akurat, menangani pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan dapat dipercaya dan menggali masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika secara menyeluruh.

Simtomatologi psikiatri adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala gangguan jiwa. Gejala artinya pengalaman subyektif yang digambarkan oleh pasien. Macam macam simtomatologi psikiatri antaralain:

I. Kesadaran
Gangguan kesadaran paling sering berhubungan dengan adanya kelainan pada otak.
1. Disorientasi : gangguan orientasi waktu, tempat, orang.
2. Kesadaran berkabut : kejernihan ingatan yang tidak lengkap.
3. Stupor : hilangnya reaksi dan ketidak sadaran lingkungan sekeliling.
4. Delirium : bingung, gelisah, disorientasi, takut dan halusinasi.
5. Somnolen : mengantuk yang abnormal.
6. Drowsiness : cenderung selalu tidur

II. Emosi
Emosi adalah keadaan perasaan yang komplek berhubungan dengan afek dan mood.
A. Afek : ekspresi emosi yang terlihat
Afek serasi : irama emosional sesuai gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.
1. Afek tidak serasi : ketidak sesuaian antara perasaan emosional dengan gagasan pikiran atau pembicaraan yang menyertai.
2. Afek tumpul : penurunan berat intensitas irama perasaan yang di ungkapkan keluar.
3. Afek sempit : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah dibawah afek tumpul.
4. Afek datar : tidak ada atau hampir tidak ada ekspresi afek, suara monoton dan wajah tidak bergerak.
5. Afek labil : perubahan irama perasaan cepat dan tiba-tiba tidak berhubungan stimuli eksternal.

B. Mood
Mood adalah emosi meresap dan dipertahankan, subjektif dan dilaporkan pasien pada orang lain.
1. Euforia : elasi kuat dengan perasaan kuat dengan perasaan kebesaran.
2. Depresi : kesedihan yang psiko patologis.
3. Anhedonia : hilang minat menarik diri dari semua aktifitas rutin yang
menyenangkan.
4. Elasi : perasaan menyenangkan dan gembira yang berlebihan, puas
diri sendiri atau optimis.

C. Emosi lain
1. Kecemasan : ketakutan disebabkan dugaan bahaya dari dalam atau luar.
2. Agitasi : kecemasan berat diserati kegelisahan motorik.
3. Ketegangan : peningkatan aktifitas motorik dengan psikologis yang tidak
menyenangkan.
4. Panik :cemas akut episodik dan kuat.
5. Ambivalensi :teradap sama-sama dua impuls yang berlawanan.

D. Gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood : tanda disfungsi somatik pada seseorang paling sering berhubungan dengan depresi.
1. Anoreksia : menurunnya nafsu makan.
2. Hiperfagia : meningkatnya nafsu makan.
3. Insomnia : menurunnya kemampuan untuk tidur.
4. Hipersomnia : tidur yang berlebihan.
5. Bulimia : perasaan lapar yang tidak habis-habisnya dan makan yang
berlebih.

III. Perilaku motorik : aspek jiwa yang termasuk impuls, motivasi, harapan, dorongan, instink dan idaman, seperti yang diekspresikan oleh prilaku.
1. Ekoprasia : peniruan gerakan yang patologis seseorang pada orang lain.
2. Katatonia : terlihat pada skizofrenia katatonik dan beberapa kasus
penyakit pada otak.
3. Negativisme : tahanan tanpa motifasi terhadap semua usaha untuk
menggerakkan terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang
dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
5. Mutisme : tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
6. Tik : pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
7. Hiperaktivitas : kegelisahan, agresif, aktivitas destruktiv, seringkali disertai
dengan patologik otak dasar.
8. Ataksia : kegagalan koordinasi otot.
9. Tremor : gangguan pergerakan ritmik, berkurang saat istirahat dan
tidur, dan meningkat pada waktu marah dan ketegangan.
10. Konvulsi : kontraksi ototatau spasme yang involunter.
11. Kejang klonik : kejang dimana otot secara bergantian kontaksi dan relaksasi.
12. Kejang tonik : kejang dimana terjadi kontraksi otot yang terus menerus.
13. Distonia : Perlambatan kontraksi terus menerus dari tubuh.

IV. Berpikir
Berpikir adalah aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang di arahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu masalah dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi kenyataan.
A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berpikir
1. Gangguan mental : sindrom prilaku yang bermakna secara klinis, disertai
dengan penderitaan atau ketidakmampuan.
2. Psikosis : ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari
fantasi.
3. Berpikir autistik : preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi.

B. Gangguan spesifik pada bentuk pikir
1. Sirkumstansialitas : berbicara yang tidak langsung dan lambat dalam
mencapai tujuan tetapi akhirnya dari titik awal mencapai
tujuan yang diharapkan.
2. Tangensialitas : ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran
yang diarahkan oleh tujuan.
3. Inkoherensi : pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti.
4. Ekolalia : pengulangan kata-kata atau frase-frase seseorang oleh seseorang lain secara psikopatologis.
5. Asosiasi longgar : penyimpangan yang mendadak dalam urutan pikiran
tanpa penghambatan.
6. Flight of ideas : verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan
terus menerus yang menghasilkan pergeseran terus
menerus dari satu ide ke ide lain.

7. Blocking : terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum
pikiran atau gagasan diselesaikan.

C. Gangguan spesifik pada isi pikir
1. Waham : keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah
tentang kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan
inteligensia pada pasien dan latar belakang kultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.
2. Waham bizar : keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan samasekali tidak
masuk akal.
3. Waham nihilistik : perasaan palsu bahwa diringa, orang lain, dan dunia adalah
tidak ada atau berakhir.
4. Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas seorang
yang berlebihan.
5. Sisi pikir : waham bahwa pikiran pasien dihilangkan dari ingatannya
oleh orang lain atau tenaga lian.
6. Siar pikir : waham bahwa pikiran pasien dapat didengar oleh orang
lain seperti pikeran mereka sedang disiarkan ke udara.
7. Obsesi : ketakutan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan
yang tidak dapat di tentang yang tidak dapat di hilangkan
dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan
kecemasan.
8. Kompulsi : kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls
yang jika ditahan, menyebabkan kecemasan, perilaku
berulang sebagai respon suatu obsesi atau dilakukan
menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya dalam
diri selain dari pada untuk mencegah sesuatu dari terjadi di
masa depan.
9. Fobia : rasa takut patologis yang resisten, irasional, berlebihan dan
selalu terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi
tertentu, menyebabkan keinginan yang memaksa untuk
menghindaristimulus yang ditakuti.
10. Fobia sederhana : rasa takut dengan obyek yang jelas.
11. Fobia sosial : rasa takut akan keramain masyarakat.
12. Agorafobia : rasa takut terhadap tempat yang terbuka.
13. Akrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
14. Algofobia : rasa takut terhadap rasa nyeri.
15. Ailurofobia : rasa takut terhadap kucing.
16. Panfobia : rasa takut terhadap segala sesuatu.
17. Klaustrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tertutup.
18. Zoofobia : rasa takut terhadap binatang.

V. Bicara
Bicara adalah gagasan, pikiran, perasaan yang di ekspresikan melalui bahasa, komunikasi melalui penggunaan kata-kata dan bahasa.
Gangguan bicara
1. Logorrhea : bicara yang banyak sekali, bertalian dan logis.
2. Disprosodi : hilangnya irama bicara yang normal.
3. Gagap : pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
4. Kekacauan : bicara yang aneh dan distrimik, yang mengandung semburan yang cepat dan menyentak.

VI. Presepsi
Presepsi adalah proses stimulasi fisik nenjadi informasi psikologis.
A. Gangguan presepsi
1. Halusinasi : presepsi sensori yang palsu tidak disertai dengan stimuli
eksternal yang nyata, mungkin tredapat atau tidak
terdapat interpretasi waham tentang pengalaman
halusinasi.
2. Halusinasi auditoris : presepsi bunyi yang palsu.
3. Halusinasi visual : presepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra
yang berbentuk dan citra yang tidak berbentuk.
4. Ilusi : mispresepsi terhadap stimuli eksternal yang nyata.

B. Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif
1. Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan
menginterpretasikan kepentingan kesan sensoris.
2. Anosognosia : ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek neurologi yang terjadi pada dirinya.
3. Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda atau orang.
4. Somatopagnosia : ketidak mampuan untuk mengenali suatu bagian tubuh
sebagai milik tubuhnya sendiri.
5. Aura : sensasi perasaan akan adanya bahaya seperti rasa penuh
pada lambung, wajah memerah, dan perubahan respirasi,
perubahan kognisi dan keadaan mood biasanya terjadi
sebelum serangan.

C. Gangguan yang berhubungan dengan fenomen koversi dan disosiatif : somatisasi material direpresi atau perkembangan gejala dan distorsi fisik yang melibatkan otot volunter dan tidak disebabkan oleh suatu gangguan fisik.
1. Kepribadian ganda : satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda
menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang
sama sekali berbeda.
2. Dissosiasi : mekanisme pertahanan yang tidak disadari meliputi
pemisahan dari kelompok proses mental atau proses
prilaku dari sisa aktivitas psikis seseorang.

VII. Daya ingat : fungsi dimana informasi di simpan di otak dan selanjutnya di ingat kembali ke kesadaran.
A. Gangguan daya ingat
1. Amnesia : ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat pengalaman masa lalu
2. Paramnesia : pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan.
3. Hipermnesia : peningkatan derajat penyimpangan dan pengingatan.
4. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang di tandai oleh
pelupaan secara tidak disadari terhadap gagasan yang tidak diterima.
5. Letologika : ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau kata benda yang tepat.
6. Blackout : amnesia yang di alami oleh alkoholik berkaitan dengan
perilaku selama minum.


B. Tingkat daya ingat
1. Segera (immediate) : reproduksi atau pengingatan hal-hal yang
dirasakan dalam beberapa detik sampai menit.
2. Baru saja (recent) : peringatan peristiwa yang telah lewat beberapa
hari.
3. Agak lama (recent past) : pengingatan peristiwa yang telah lewat selama beberapa bulan.
4. Jauh (remote) : pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.

VIII. Inteligensia
Intelegensia adalah kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakan dan menyatukansecara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
A. Retardasi mental : kurangnya inteligensia sampai derajat dimana terdapatgangguan pada kinerja sosial dan kejuruan : ringan (IQ 50 atau 55 – 70), sedang (IQ 35 atau 40 –50 atau 55), berat (IQ 20 atau 25 – 35 atau 40), sangat berat (IQ dibawah 20 atau 25).
B. Demensia : pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan kesadaran.
C. Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik.

IX. Insight
Insight adalah kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi.
A. Tilikan intelektual : mengerti kenyataan obyektif tentang suatu keadaan tanpa kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk mengatasi situasi.
B. Tilikan sesungguhnya : mengerti kenyataan obyektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya pendorong,motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
C. Tilikan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti kenyataan obyektif dari suatu situasi.

DAFTAR PUSTAKA


1. Kaplan dan Sadock, Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2, Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997
2. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1998


Senin, 17 Maret 2008

Nyeri Dada (Chest Pain)

Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada.
Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penangannan yang serius. Agar diagnosa lebih cepat diarahkan, maka perlu juga lebih dulu mengenal macam – macam jenis nyeri dada yang disebabkan oleh berbagai penyakit lain.

MACAM -MACAM NYERI DADA
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
A. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh :
- Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
- Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
III. ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena merupakan petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah Sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang tepat pada penatalaksanaan angina selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi koroner, angioplasti koroner ataupun cedah koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai jenis angina, prevalensi angina, patigenesa dan perjalanan penyakitnya serta pemeriksaan yang perlu dilakukan.
A. Jenis Angina
Ada 3 dasar jenis angina yaitu angina stabil, angina tak stabil dan angina variant sebagian besar penderita angina, kelainan disebabkan karena adanya pembuluh darah koroner yang obstruktif serta kemungkinan timbul spasme koroner dengan derajat yang bervariasi. Pada angina variant (angina Prinzmetal) yaitu jenis angina yang jarang, nyeri timbul akibat spasme pembuluh darah koroner yang normal ataupun ketidak seimbangan antara kebutuhan O2 miokard dengan aliran darah juga dapat terjadi bukan karena faktor koroner yang dapat menimbulkan angina non-koroner seperti pada :
- Penyakit katup jantung terutama pada stenosis aorta
- Stenosis aorta akibat klasifikasi (non-rematik) yang terjadi pada orang tua atau karena penggantian katup
- Tahikardi yang intermiten atau menetapkan seperti fibrilasi atrial terutama pada orang tua
- Hipertensi, anemi dan DM yang tidak terkontrol.
B. Prevalansi Angina
Penelitian dari Framingham di Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya 1% dari laki – laki 30-62 tahun tanpa gejala pada permulaan pemeriksaan akan timbul kemudian gejala penyakit jantung koroner yaitu dari jumlah tersebut 38 % dengan angina stabil dan 7 % dengan angina tak stabil (Dawber, 1980). Penelitian dari Irlandia mendapatkan insedens angina pertahun 0,44% pada laki –laki umur 45-54 tahun, sedangkan pada perempuan separuhnya (Greig dkk, 1980).
Diamond dan Forrester 1979 telah mengadakan penelitian untuk mengetahui prevelansi penyakit jantung koroner dengan nyeri dada jenis angina tipikal, angina apitikal dan nonangina berdasarkan umur dan jenis kelamin.
C. Potogenesa
Pola penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara jala klinis dengan patologi endotelial yang dilihat secara angioskopi. Pada perulaan penyakit akan tampak lapisan lemak pada permukaan pembuluh darah. Bila licin. Bila plak bertambah besar aliran koroner akan berkurang yang menyebabkan kumpulan platelet pada tempat tersebut. Kumpulan platelet tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara periodik dari aliran darah dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk peralihan dari angina stabil ke angina tidak stabil. Bila trombus menyebabkan obstruksi yang total akan terjadi infark miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi endotelial menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan kadang – kadang tidak seluruhnya sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan ke dalam pembuluh darah .
D. Pemeriksaan Khusus pada angina
Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
Test exercise selanjutnya perlu dipertimbangkan dengan indikasi sebagai berikut:
- Untuk menyokong diagnosa angina yang dirangsang akibat nyeri dengan perubahan iskemik pada EKG
- Untuk menilai penderita dengan resiko tinggi serta prognosa penyakit
- Untuk menilai kapasitas fungsional dan menentukan kemampuan exercise
- Untuk evaluasi nyeri dada yang atipik
Jenis test exercise bermacam-macam antara lain test treadmill, protokol Bruce, test Master dan Sepeda ergometri. Test exercise tidak perlu dilakukan untuk diagnostik pada wanita dengan nyeri dada non anginal karena kemungkinan penyakit jantung koroner sangat rendah, sedangkan pada laki-laki dengan angina tipikal perlu dilakukan untuk menentukan penderita dengan resiko tinggi dimana sebaliknya perlu dibuat arteriografi koroner. Penderita dengan angina atau perubahan iskemik dalam EKG pada tingkat exercise yang rendah biasanya penderita yang mencapai beban kamsimum yang rendah biasanya menderita kelainan pembuluh darah yang multipel dan bermanfaat bila dilakukan bedah koroner. Bila tekanan darah turun waktu exercise perlu dicurigai adanya obstruksi pada pembuluh darah utama kiri yang juga merupakan indikasi untuk pembedahan. Penderita dengan angina atipikal terutama wanita sering memberi hasil false positif yang tinggi. Sedangkan hasil test yang negatif pada angina atipikal dan non-angina besar kemungkinannya tidak ada kelainan koroner. Bila hasil exercise test meragukan perlu dilakukan pemeriksaan radionuklir karena jarang sekali didapatkan hasil false positif. Thallium scintigrafi menggambarkan perfusi miokard saat istirahat maupun exercise ataupun gangguan fungsi ventrikel kiri yang timbul akibt exercise.
Pemeriksaan arteriografi koroner sangat akurat untuk menentukan luas dan beratnya penyakit jantung koroner. Angiografi koroner dilakukan dengan keteterisasi arterial di bawah anastesi lokal, biasanya pada a. femoralis atau pad a. rakialis. Kateter dimaksudkan di bawah kontrol radiologis ke ventrikel kiri dan a. koronaria kiri dan kanan, kemudian dimasukkan kontras media. Lesi yang sering tampak pada angiogram koroner adalah stenosis atau oklusi oleh ateroma yang bervariasi derajat luas dan beratnya.
Tidak semua penderita angina harus dilakukan test exercise dan angiografi koroner. Indikasi penderita angina yang harus dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
- angina yang menyebabkan terbatasnya aktifitas walaupun dengan pemakaian obat-obatan.
- Angina progresif dan tak stabil
- Angina baru yang timbul terutama bila tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
- Angina dengan kapasitas exercise yang buruk dibandingan dengan penderita pada umur dan jenis kelamin yang sama.
- Angina dengan gagal jantung
- Angina atipikal pada laki-laki dan wanita di atas 40 tahun.
- Angina post-infark
- Nyeri dada non-anginal yang menetapkan dan tidak dapat didiagnosa pada penderita usia tua terutama bila ada risiko yang multipel
- Keadaan lainnya seperti keadaan non-kardial yang serius dan umur tua.
E. Penerangan Angina
Penerangan angina bertujuan untuk:
- memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit.
- Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
- Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Memperbaiki faktor risiko
Walaupun masih diperdebatkan ternyata menurunkan kolesterol darah dalam jangka lama dapat mengurangi progresifitas penyakit. Pencegahan primer dengan diet ternyata bermanfaat, bila tidak ada respons dapat diberikan obat-obatan anti lipid. Exercise dapat menurunkan kolesterol LDL. Pngobatan hipertensi juga dapat mengurangi progresifits penyakit, demikian juga merokok perlu dilarang.
b. Pemberian obat-obatan
1. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi.
2. Beta- Bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.
3. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
4. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun sesudahnya
- Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
- Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah dengan nifedipin.
- Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
c. Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.
d. Ercutaneous transluminal Coronary Angioplasaty (PTCA)
Pada bebrapa negara 30% penderita dilakukan dilatasi stenosis koroner dengan balon. Mula-mula indikasinya terbatas pada lesi koroner yang tunggal akan tetapi sekarang juga dilakukan pada penyakit pembuluh darah multipel. Tekhnik ini dilakukan dengan anestesi lokal dan biasanya perawatan di rumah sakit tidak lebih dari 3 hari. Risiko oklusi pembuluh darah dan infark miokard didapatkan 5%. 25% stenosis kembali dalam waktu 6 bulan dan perlu diulang kembali, sedangkan 75% berhasil untuk waktu yang lama. Pemilihan penderita yang tepat untuk dilakukan PTCA memberi hasil yang aman dan sangat efektif untuk memperbaiki angina stabil dan angina tak stabil walaupun belum ada percobaan kontrol yang membandingkan dengan bedah koroner.
e. Penderita penanganan angina berdasarkan tingkatan risiko
Penanganan secara sistematik dan rasional pada penderita angina pektoris dapat disimpulkan sebagai berikut:
Penderita yang telah ditentukan kelompok risiko tinggi dengan parameter non-invasif merupakan indikasi untuk arteriografi koroner. Bila arteriografi menunjukkan kelainan a.koronaris pada 3 pembuluh darah atau pembuluh darah uatama kiri dan diperkirakan dengan pembedahan dapat mempebaiki prognosa maka merupakan indikasi untuk CABG. PTCA dipertimbangkan pada lesi proksimal yang kritis walaupun manfaatnya belum dapat dilakukan operasi karena risiko operasi yang tinggi atau alasan lainnya.
Penderita yang secara non-invasif ditentukan sebagai kelompok risiko tinggi dan pada arteriografi koroner dengan 1 atau 2 kelaianan pembuluh darah serta fungsi ventrikel kiri yang normal, tetapi bila gejala tidak terkontrol, pilihan pertama adalah PTCA tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan karena alasan lain.

Parkinson

Penyakit Parkinson ( paralysis agitans ) atau sindrom Parkinson ( Parkinsonismus ) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum ( striatal dopamine deficiency ).

Penyakit Parkinson dijumpai pada segala bangsa, dan satu sampai lima diantara seribu penduduk menderita penyakit ini. Kebanyakan para penderita mulai dilanda penyakit ini pada usia antara 40-60 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan wanita 5:4.Faktor genetic mungkin mempunyai peran penting pada beberapa keluarga, khususnya bila terdapat pada usis di bawah 40 tahun ( parkinsonismus juvenilis ).
Ganglia basalis sering ikut terlibat di dalam proses degeneratif dan mengakibatkan gangguan gerakan, yang dapat berupa gerakan menjadi lamban atau gerakan menjadi berlebihab. Gerak lamban di sebut sebagai gerak involunter yang abnormal, hiperkinesia atau diskinesia.
Ganglia basalis itu sendiri terdiri dari :
1. Korpus striatum : nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus.
2. Substansia nigra.
3. Nukleus subtalamik.
Sinrdom parkinson dengan beragam etiologi gambaran gejala klinis hampir serupa. Kriteria untuk menggolongkannya ke dalam sindrom Parkinson adanya rigiditas, tremor, dan bradikinesia.
Johnson dan kawan-kawan mengemukakan bahwa diagnosis klinis penyakit Parkinson dapat ditegakkan bila dijumpai sekurang-kurangnya 2 dari4 gejala seperti tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas postural.

KLASIFIKASI
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.

1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
- sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
- Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
- dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler.
- iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin.
- lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson ( Parkinson plus )
- pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan.
- jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson ( degenerasi hepato-lentikularis ), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal ( parkinsonismus juvenilis ).

GAMBARAN KLINIS
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung ( pil rolling ).
Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik.
Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang ( resting/ alternating tremor )



2. Rigiditas
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi ( cogwheel phenomenon ).
3. Bradikinesia
gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat.
Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimic dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
4. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
5. Langkah dan gaya jalan ( sikap Parkinson )
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat ( marche a petit pas ), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
6. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
7. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
8. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi.
Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat ( bradifrenia ) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.

9. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
10. lain-lain
kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya ( tanda Myerson positif )

DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dab pemeriksaan penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.

TERAPI
1. Medikamentosa
- bromokriptin → stimulasi reseptor dopamine
- triheksiphenidil HCL → antikolinergik
2. Fisik
Merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan penyakit, misalnya latihan mengatasi kaku dan berat pada anggota gerak, memperbaiki sikap tubuh, cara melangkahkan tungkai dan melenggangkan lengan.


PEMERIKSAAN PENUNJANG
- EEG ( biasanya terjadi perlambatan yang progresif )
- CT Scan kepala ( biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo )

Senin, 24 Desember 2007

TUBERKULOSIS KUTIS

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang pada umumnya adalah dengan meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini (7).

Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru, terutama di negara yang sedang berkembang. Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan dengan menurunnya tuberkulosis paru. Hal itu tentu disebabkan oleh kian membaiknya keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa, dan eritema nodusum (1).
II. EPIDEMIOLOGI
Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi (1,2). Penelitian di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus vulgaris yang dahulu dikatakan tidak terdapat, ternyata ditemukan, meskipun jarang (1). Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status imunodefisiensi (2).
III. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis kutis adalah mikobakterium obligat yang bersifat patogen terhadap manusia: M. tuberkulosis, M. bovis, dan kadang-kadang bisa juga disebabkan oleh Bacillus Calmette-Guerin (BCG) (5). Penyebab utama tuberkulosis kutis di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo (RSCM) ialah Mycobacterium Tuberkulosis (jenis human) berjumlah 91,5%, sisanya (8,5%) disebabkan oleh M. atipikal, yang terdiri atas golongan II atau skotokromogen, yakni M. scrofulocaeum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M. bovis dan M. avium belum pernah ditemukan, demikian pula M. atipikal golongan lain (1).

IV. BAKTERIOLOGI
Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan asam (1,2), panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 37ºC (1).
Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam (1)
1. Sediaan mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada pewarnaan dengan Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika positif kuman tampak berwarna merah pada dasar yang biru. Kalau positif belum berarti kuman tersebut M. tuberkulosis, oleh karena ada kuman lain yang tahan asam, misalnya M. leprae.
2. Kultur
kultur dilakukan pada media Lowenstein-Jensen, pengeraman pada suhu 37º. Jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur positif, berarti pasti kuman tuberkulosis.
3. Binatang percobaan
Dipakai marmot, percobaan tersebut memerlukan waktu 2 bulan.
4. Tes biokimia
Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan jenis human dengan yang lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human.
5. Percobaan resistensi

V. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut PILLSBURRY dengan sedikit perubahan (1).
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut PILLSBURRY dengan sedikit perubahan (1).
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
 Tuberkulosis kutis miliaris
 Skrofuloderma
 Tuberkulosis kutis verukosa
 Tuberkulosis kutis gumosa
 Tuberkulosis kutis orifisialis
 Lupus vulgaris
2. Tuberkulid
A. Bentuk papul
 Lupus miliaris diseminatus fasiei
 Tuberkuloid papulonekrotika
 Liken skrofulosorum
B. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
 Eritema nodusum
 Eritema induratum






VI. PATOGENESIS
Cara infeksi ada 6 macam (1)
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.

VII. MANIFESTASI KLINIS
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
Kompleks lesi primer meliputi kulit dan nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan masuk basil tuberkel adalah paru-paru (6), luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk (4). Afek primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding tergaung dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif. Keseluruhannya merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya. Bagian yang sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan limphadenopaty regional (6). Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena trauma (2,4).
Gambar 1. Inokulasi TB primer
Tuberkulosis kutis miliaris
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak (6) dengan status imunokompromise (2). Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau selaput otak (2). Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di badan. Reaksi terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi). Ruam berupa eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada umumnya prognosisnya buruk (1,5).
Skrofuloderma
Tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi secara pekontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot dan tulang (3). Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak (2) dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya (6). Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar “klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas (3).
Tuberkulosis kutis verukosa
Tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan individu yang resisten terhadap terjadinya inokulasi eksternal basil tuberkel (3,6). Infeksi terjadi secara eksogen, jadi kuman masuk ke dalam kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki, tempat yang lebih sering mendapat trauma (1,3,4). Gambaran klinis biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks (1,3).
Gambar 2. Tuberkulosis kutis verukosa
Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari paru. Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun, kemudian melunak dan bersifat destruktif (1). Pada awalnya kulit berwarna normal dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan (5). Lesi tersebar berbentu makula dan papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan. Kadang-kadang vesikuler dan terdapat krusta (5).
Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada organ-organ dalam (2). Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium. Pada tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya. Pada tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus. Pada tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar orifisium uretra eksternum. Ulkus berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan sekitarnya livid (1,5).
Gambar 3. Tuberkulosis kutis orifisialis

Lupus vulgaris
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas (6). Cara infeksi dapat secara endogen atau eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour) (1,4,5). Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus. Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan (1,5). Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke perifer atau serpiginosa (1).

Gambar 4. Lupus vulgaris
Lupus milliaris diseminatus fasiel
Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour seperti pada lupus vulgaris (1).
Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang dengan satus imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara klinis tidak aktif pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam keadaan sehat (6). Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul. Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor, dan badan (1,4). Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombag, membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun (1).
Gambar 5. Tuberkulosis papulonekrotika
Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus (1,6). Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut, punggung dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika sembuh tidak meninggalkan sikatriks (1).
Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat memberi gambaran klinis sebagai E.N., yang sering: lepra sebagai eritema nodusum leprosum, reaksi id karena Streptococcus B Hemolyticus, alergi obat secara sistemik, dan demam reumatik (1).
Eritema induratum
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak (4,6). Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen. Tempat predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi supurasi sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan penyakit kronik residif (1).
Gambar 6. Eritema induratum
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
Sindrom Chancriform yaitu syphilis primer dengan disertai chancre, penyakit cat-scratch, sporotrichosis, tularemia, infeksi M. marinum (5).
Tuberkulosis kutis verukosa
Kromomikosis, nevus verukosa, dan frambusis stadium II, veruka vulgaris, infeksi M. marinum, pyoderma, chromomycosis, bromoderma, lichen planus hipertrofik, dermatosis aktinik hipertropik (3,5).
Lupus Vulgaris
Sarkoidosis, lymphocytoma, lymphoma, lupus eritematosus kutaneus kronik, syphilis tersier, leprosy, blastomycosis, leismaniasis lupoid dan pioderma (5).
Scrofuloderma
Aktinomikosis, hidradenitis supurativa, limfopatia venereum, infeksi jamur invasive, sporothrikosis, nocardiosis, actinomicosis, syphilis tersier, acne conglobata (3,5).
Tuberkulosis kutis gumosa
Pannikulitis, infeksi jamur infasive, hidradenitis, syphilis tersier.
Tuberkulosis kutis orifisialis
Ulkus aphthous, histoplasmosis, syphilis.

IX. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, diantaranya karena obat tersebut bersifat bakterisidal, harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki (1).
Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat-ringannya penyakit, dan adakah kontraindikasi. Dosis INH (H) pada anak 10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan, kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB, dosis maksimun streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg BB (1,7).
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal (intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat (1).
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Selama fase lanjutan diuperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Efek sterilisasi obat untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah kekambuhan. Pada paien dengan sputum BTA positif ada resiko terjadinya resistensi selektif. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Pada pasien dengan sputum BTA negatif atau TB ekstrapulmoner tidak terdapat resiko resistensi selektif karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit. Pengobatan fase awal dengan 3 obat dan fase lanjutan dengan 2 obat biasanya sudah memadai. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 diantara obat yang diberikan haruslah yang masih selektif. Pengobatan standar dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan pada wanita hamil dan menyusui, dianjurkan pemberian piridoksin. Streptomisin tidak boleh diberikan (9).
Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH (8).

Tabel 1. Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia: dosis, cara pemberian dan efek sampingnya (1)

Nama obat Dosis Cara pemberian Efek samping utama
INH 5-10 mg/kg BB per os, dosis tunggal neuritis perifer
Rifampisin 10 mg/kg BB per os, dosis tunggal
waktu lambung kosong gangguan hepar
Pirazinamid 20-35 mg/kg BB per os dosis terbagi gangguan hepar
Etambutol bulan I/II 25 mg/ per os, dosis tunggal gangguan N II
Kg BB,berikutnya
15 mg/kg BB
Streptomisin 25 mg/kg BB per inj gangguan N VIII

Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris, tuberkulosis kutis verukosa yang kecil, serta skrofuloderma pada ekstremitas bawah (1,7).
Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Pada skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus dikompres, misalnya dengan larutan kalium permanganas 1/5000 (1).

X. PROGNOSIS
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan, prognosisnya baik.

XI. RESUME
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang pada umumnya adalah dengan meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini (7). Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status imunodefisiensi (2). Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi (1,2).
Penelitian di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan (1). Penyebab utama tuberkulosis kutis di Rumah Ssakit Dr. Ciptomangunkusumo (RSCM) ialah Mycobacterium Tuberkulosis (jenis human) berjumlah 91,5%. Sisanya (8,5%) disebabkan oleh M. atipikal, yang terdiri atas golongan II atau skotokromogen, yakni M. scrofulocaeum (80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M. bovis dan M. avium belum pernah ditemukan, demikian pula M. atipikal golongan lain (1). Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan asam (1,2), panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 37ºC (1). Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam (1) yaitu sediaan mikroskopik, kultur, binatang percobaan, tes biokimia dan percobaan resistensi.
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut PILLSBURRY dengan sedikit perubahan (1).
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
 Tuberkulosis kutis miliaris
 Skrofuloderma
 Tuberkulosis kutis verukosa
 Tuberkulosis kutis gumosa
 Tuberkulosis kutis orifisialis
 Lupus vulgaris
Tuberkulid
Bentuk papul
 Lupus miliaris diseminatus fasiei
 Tuberkuloid papulonekrotika
 Liken skrofulosorum
Bentuk granuloma dan ulseronodulus
 Eritema nodusum
 Eritema induratum
Cara infeksi ada 6 macam (1)
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.

Gejala klinis
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
Kompleks lesi primer meliputi kulit dan nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan masuk basil tuberkel adalah paru-paru (6), luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk (4). Afek primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding tergaung dan disekitarnya livid.



Tuberkulosis kutis miliaris
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak (6) dengan status imunokompromise (2). Ruam berupa eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada umumnya prognosisnya buruk (1,5).
Skrofuloderma
Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak (2) dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya (6). Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar “klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas (3).
Tuberkulosis kutis verukosa
Tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan individu yang resisten terhadap terjadinya inokulasi eksternal basil tuberkel (3,6Gambaran klinis biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks (1,3).
Tuberkulosis kutis gumosa
Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun, kemudian melunak dan bersifat destruktif (1). Pada awalnya kulit berwarna normal dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan (5). Lesi tersebar berbentu makula dan papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan. Kadang-kadang vesikuler dan terdapat krusta (5).
Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada organ-organ dalam (2). Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium. Ulkus berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan sekitarnya livid (1,5).
Lupus vulgaris
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas (6) . Gambaran klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour) (1,4,5). Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus.
Lupus milliaris diseminatus fasiel
Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour seperti pada lupus vulgaris (1).
Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB pada bagian tubuh lain. Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombag, membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun (1).
Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus (1,6). Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus (1).
Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema (1).


Eritema induratum
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak (4,6). Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen. Terjadi supurasi sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan penyakit kronik residif (1).
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru (1). Dosis INH (H) pada anak 10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan, kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB, dosis maksimun streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg BB (1,7). Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH (8).
Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Pada skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus dikompres, misalnya dengan larutan kalium permanganas 1/5000 (1). Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan, prognosisnya baik.










DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72
2. Kerdel F.A., Jimenez-Acosta A., Dermatology: Just the fact. USA: McGraw-Hill Inc. 2003. Pages: 85-86
3. Siregar R.S., Atlas berwarna saripati penyakit kulit, edisi kedua. Jakarta: EGC. 2005. Pages: 173-179
4. Arnold, Harry,L., Odom, Richard,B., James, William,D. Andrew’s DiseaseOf The Skin. Clinical Dermatology 8th ed. Philadelphia. W.B.Saunders Co. 1990. Pages: 375-384
5. Fitzpatrick, Thomas,B., Johnson,Richard, Alen., Wollf, Klaus., Polano, Machiel,K., Suurmanol, Dick. Color Atlas Synopsis Of Clinical Dermatology. Common And Serious Disease 3rd ed. USA. McGraw Hill Co. 1997. Pages: 664-668
6. AN. Mycobacterial Skin Infections Tuberculosis of The Skin. http://www.drmhijazy.com/english/chapters/chapter07.htm#54
7. Olawunmi A. Fatusi, Olaniyi Onayemi, Kehinde E. Adebiyi, Victor A. Adetiloye, Foluso J. Owotade, Olumayowa A. Oninla. Tuberkulosis Cutis Orificialis (TBCO)/Lupus Vulgaris (LV): Simultaneous Occurrence And Review Of The Literature. The Internet Journal of Infectious Diseases. 2005. Volume 4 Number 2
8. Lebwohl M.G., Heymann W.R., Berth-Jones J., Coulson I., Treatment of Skin Disease: Comprehensive and Theraupetic Strategis. USA: Mosby Inc. 2002. Pages: 640-641
9. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan., Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta. 2000. Pages: 234-236