This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 06 Juni 2009

Pertemuan Ilmiah Respirologi (PIR)

 

Pertemuan Ilmiah Respirologi (PIR) "Optimal Use of Advance Respirology Medicine" 17 - 19 Juli 2009 di The Sultan Hotel Solo.
Sekretariat :
SMF Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta
d/a gedung Radiologi Lt. 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Jl. Kolonel Sutarto 132 Surakarta
telp. (0271) 639248; email : paru_solo@yahoo.com
kontak person :
waluyo : 0815 767 1008; suyamti : 0815 484 1073
arif hasanudin : 0813 297 055 10

Pertemuan Ilmiah Paru Bogor

 

Pertemuan Ilmiah Paru Bogor (PIP) : Ilmu Penyakit Paru dan Aplikasinya untuk dokter umum" di IPB International Convention Center
- Simposium 25 -26 Juli 2009 (12 skp)
biaya pendaftaran :
sebelum 1 Juli Rp 350.000
1 Juli - 24 Juli Rp 400.000
Onsite Rp 450.000
- Workshop 24 Juli 2009 (4 skp),
biaya pendaftaran :
sebelum 1 Juli Rp 500.000
1 Juli - 24 Juli Rp 550.000
Onsite Rp 600.000
Sekretariat :
SMF Paru RS H. Marzoeki Mahdi Bogor
Jl. Dr. Sumeru 114 Bogor 1611
Telp. 0251-8320 467 ext 110 (dr. Irna Lidyawati/dr. Koko Harnoko, SpP)
Komite Medik RS M. Goenawan Partowidigdo (dh RSTP) Cisarua
Jl. Raya Puncak K. 83 Cisarua - Bogor
Telp. 0251-8253630 (ext 12)
Fax : 0251 833 1708
Kontak personal : Dr. Alvin Kosasih,SpP (0812 927 0404)
Dr. Neni Sawitri, SpP (0812 961 6534)

Jumat, 05 Juni 2009

Seminar Penatalaksanaan mutakhir tentang stroke , 3 SKP. Bandung , 20 Juni 2009

 

Bandung , 20 Juni 2009 . Seminar Penatalaksanaan mutakhir tentang stroke , 3 SKP untuk peserta
Hari / tanggal : Sabtu 20 Juni 2009
jam : 08.00 - 13.00 WIB
Tempat : RS. International Santosa Bandung . Jalan Kebon jati No.
38 Pasir Kaliki . Bandung
Pembicara :
- Dr. Dede Gunawan SpS(K)
Neurologist - staf SMF Neurology FK Unpad Bandung
- Dr. Nurdjaman Nurimamba SpS(K)
Neurologist - Staf SMF Neurology FK Unpad Bandung
- Dr. Fritz Sumantri Usman Sr.,SpS.,FINS
Neurologist & Interventional Neurologist - Jakarta
Biaya : GRATIS !!! (Burauan Tempat Terbatas)
Undangan dapat diminta di RS. Sentosa dengan
Dr. Ratna : phone : 022-4248 333

Kamis, 04 Juni 2009

Dokumen Bukti P2KB

 

1. Menangani pasien di klinik/RS/puskesmas
--> cukup surat keterangan dari pimpinan yang berwenang, mengenai jumlah pasien dalam satu bulan.
---> untuk praktek pribadi : cukup mermbuat laporan dalam bentuk tabel yg menyebutkan tanggal,nama dlm bentuk inisial (mengingat rahasia medik), umur, diagnos, terapi --> kemudian di scan/foto
--> dapat di-scan atau dalam bentuk foto namun jelas.
2. Melakukan tindakan diagnostik
--> laporan dalam bentuk tabel : tanggal nama pasien inisial, umur, jenis pemeriksaan, kesimpulan
3. Penyuluhan pasien
--> surat tugas
4. Kesertaan dalam penanganan bencana
--> surat tugas
5. Kesertaan dalam seminar
--> sertifikat yang terakreditasi
6. Menangani pasien dengan intervensi
--> tabel : tanggal,nama inisial, diagnosis, tindakan
7. Diskusi kasus
--> surat keterangan dari pimpinan
8.Peserta dalam workshop
--> sertifikat
9 Menguji mahasiswa
--> surat tugas
10. Membimbing skripsi
--> surat tugas
11. Menjadi pengurus
--> SK
12. Mengikuti ronde bangsal
--> surat keterangan
13. Menulis/menterjemahkan buku
--> scan cover buku yang memuat nama

Seminar & Workshop on The Comprehensive Management Of Vertigo & Tinnitus

 

Sabtu, 11 Juli 2009. Pukul: 08.00 - 17.15 WIB
Aula Fak. Kedokteran UNAIR Surabaya
Pembicara:
Seminar:
1. Prof. Dr. Harjanto JM., dr. AIFM
Neurophysiology of Special Sense Organ, Hearing and Aquilibrium
2. Dr. Nyilo Purnami, dr., SpTHT-KL
Patogenesis Vertigo dan Tinnitus
3. Prof. H. Chunadi Ermanta, dr., SpRad(K)
Pemeriksaan Radiologi Untuk Vertigo dan Tinnitus
4. Prof. Dr. M.S. Wiyadi, dr., SpTHT-KL(K)
Diagnosis dan Penanganan Tinnitus
5. Haris M Ekorini, dr., SpTHT-KL
Penatalaksanaan BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
6. Prof. Dr. H. Aboe Amar Joesoef, dr., SpS(K)
Penatalaksanaan Vertigo di Bidang Neurologi
7. Dr. Agus Turchan, dr., SpBS
Penanganan Neurinoma Akustik
8. Titiek Hidayati Ahadiah, dr., SpTHT-KL
Penatalaksanaan Otosklerosis
9. Didi Aryono, dr., SpKJ
Penanganan Tinnitus di Bidang Psikiatri
10. Erwin Dyah, dr., SpOK
Tinnitus di Bidang Kesehatan Kerja
Workshop:
1. Nuniek Nugraheni S, dr., SpKFR
Program Rehabilitasi Vertigo Vestibuler Training
2. Haris M Ekorini, dr., SpTHT-KL
Canalith Repositioning Therapy (CRT)
Biaya:
Seminar: Dokter Umum : Rp. 300.000,-
Dokter spesialis : Rp. 600.000,-
Seminar + Workshop : Dokter Umum : Rp. 500.000,-
Dokter spesialis : Rp. 750.000,-
Info lebih lanjut hubungi:
Dep/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
Telp/Fax: 031-5501647/031-5010887
CP: Dr. Nyilo Purnami, dr., SpTHT-KL (08155100081)
Rusina, dr (081332255415)
Eva (085231118147)

Simposium + Pelatihan Terapi Cairan + Nutrisi pada kegawatan anak

 

IDAI Cabang Jatim, Komisariat Surabaya 3 menyelenggarakan Simposium dan Pelatihan Terapi Cairan Dan Nutrisi Pada Kegawatan Anak
Tempat: Hotel Grand Surya Kediri, Jl. Doho – Kediri
Tanggal: 8-9 Agustus 2009
Biaya seminar
Dokter Spesialis (500.000/600.000 onsite)
Dokter Umum(200.000/300.000 onsite)
Mahasiswa/Perawat/Bidan (150.000/200.000 onsite)
Workshop (1.000.000/1.500.000 onsite)
Sekretariat panitia:
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Gambiran Kediri
Jl. Wachid Hasyim 64 Kediri. Telp. (0354)773097.
C/P:
A. Chafid, dr. SpA (08123401140)
Dahsyat Wasis Setiadi, dr. Sp.A (08123412135)

One Day Symposium An Update Management of Cardiac Emergency for Adult and Pediatric on Primary

 

Seminar CME yang diadakan pada tanggal 6 Juni 2009 bertempat di Convention Hall * ASRI MEDICAL CENTRE* Jln. HOS Cokroaminoto no. 17 Yogyakarta.( 6 SKP ) Peserta terbatas,...
Pembicara :
1. Prof. dr. Bambang Irawan, Sp.PD(K) KV, Sp.JP(K) FIHA, FASCC
2. dr.H. Budi Yuli Setianto., Sp. PD(K)KV, Sp.JP(K)FIHA.
3. dr. Sasmito Nugroho Sp.A (K)
4. dr. Noormanto, Sp. A (K)
dikirim oleh Danni Mahendra
Kontribusi Peserta :
1. Mahasiswa/KoAss/Perawat : 100.000
2. Dokter Umum : 120.000
3. Dokter Spesialis : 150.000
Contact Person :
1. Danni Mahendra 08121586575

Simposium+workshop Terapi Cairan & Nutrisi pada Kegawatan Anak, 8-9 Agust'09 KEDIRI - JAWA TIMUR

 

IDAI Cabang Jatim, Komisariat Surabaya 3 menyelenggarakan Simposium dan Pelatihan Terapi Cairan Dan Nutrisi Pada Kegawatan Anak
Tempat: Hotel Grand Surya Kediri, Jl. Doho – Kediri
Tanggal: 8-9 Agustus 2009
Biaya seminar
Dokter Spesialis (500.000/600.000 onsite)
Dokter Umum(200.000/300.000 onsite)
Mahasiswa/Perawat/Bidan (150.000/200.000 onsite)
Workshop (1.000.000/1.500.000 onsite)
Sekretariat panitia:
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Gambiran Kediri
Jl. Wachid Hasyim 64 Kediri. Telp. (0354)773097.
C/P:
A. Chafid, dr. SpA (08123401140)
Dahsyat Wasis Setiadi, dr. Sp.A (08123412135)

Seminar sehari& kursus singkat PDGI Kab Bekasi

 

Seminar sehari dan kursus singkat buat dokter gigi 3SKP
sabtu 27 juni 2009 di Hotel Sahid Lippo cikarang
biaya pendaftaran
pendaftaran samapai 25 juni , Rp 200 rb, untuk seminar
Rp. 250 rb kursus singkat
setelah tgl 25 Rp. 250 rb untuk seminar
Rp 300 rb untuk kursus singkat
CP
Dinkes kab bekasi
drg Pantja 0811969027
RSD
drg Ariviagustin, 0817147163
drg artiani 0811833057

Selasa, 02 Juni 2009

Hepatitis B pada Anak

 

Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang berkembang dan negara maju. Hepatitis virus dapat menyerang semua umur dan semua suku bangsa, bahkan dapat memberikan berbagai macam manifestasi klinis. Diperkirakan lebih dari dua milyar manusia telah terpapar VHB dan sekitar 400 juta merupakan pengidap HBsAg dengan angka kematian sekitar 1 sampai 2 juta pertahun. Penemuan baru dalam bidang biologi molekular telah membantu identifikasi dan pemahaman patogenesis lima virus yang sekarang diketahui menyebabkan hepatitis sebagai manifestasi primernya.(1,2)

Indonesia merupakan negara dengan endemisitas hepatitis B yang sangat tinggi. Hal ini berhubungan dengan transmisi virus secara vertikal maupun horizontal pada bayi dan anak di Indonesia juga sangat tinggi. Dengan prevalensi HBsAg 3-20% Indonesia digolongkan ke dalam kelompok daerah endemis sedang sampai dengan tinggi, dan termasuk negara yang sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap hepatitis B.(1,5)

Infeksi VHB pada usia dewasa menimbulkan kemungkinan pengidap HBsAg hanya pada 10% sampai 20% saja, tetapi infeksi pada masa perinatal atau masa kanak-kanak dapat menimbulkan pengidap HbsAg pada 90-95% dari bayi/anak yang terpapar.(1)

II.1. Definisi

Hepatitis B (HBV) adalah suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). (6)

II.2. Epidemiologi

Di seluruh dunia, daerah prevalensi infeksi HBV tertinggi adalah Afrika subsahara, Cina, bagian-bagian Timur Tengah, lembah Amazone dan kepulauan Pasifik. Di Amerika Serikat, populasi Eskimo di Alaska mempunyai angka prevalensi tertinggi. Diperkirakan 300.000 kasus infeksi HBV baru terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tetapi sukar diperkirakan karena sebagian besar infeksi pada anak tidak bergejala. Risiko infeksi kronis berbanding terbalik dengan umur; walaupun kurang dari 10% infeksi yang terjadi pada anak, infeksi ini mencakup 20-30% dari semua kasus kronis.(7)

Masa inkubasi berkisar antara 45-180 hari (6 minggu-6 bulan), dengan masa penularan tertinggi terjadi beberapa minggu sebelum timbulnya gejala, sampai berakhirnya gejala akut.(8)

Risiko penularan adalah paling besar jika ibu juga HBeAg positif; 70-90% dari bayinya menjadi terinfeksi secara kronis bila tidak diobati. Selama periode neonatal antigen hepatitis pada B ada dalam darah 2,5% bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena sehingga menunjukkan bahwa infeksi intrauterin terjadi. Pada kebanyakan kasus antigenemia lebih lambat, memberi kesan bahwa penularan terjadi pada saat persalinan; virus yang ada dalam cairan amnion atau dalam tinja atau darah ibu dapat merupakan sumbernya. Walaupun kebanyakan bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi menjadi antigenemik dari usia 2-5 bulan. Beberapa bayi dari ibu positif-HBsAg tidak terkena sampai usia lebih tua.( 9)

II.3. Etiologi

HBV adalah anggota famili hepadnavirus, diameter 42-nm, kelompok virus DNA hepatotropik nonsitopatogenik. HBV mempunyai genom DNA sirkuler, sebagian helai ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat gena telah dikenali: gena S, C, X, dan P. Permukaan virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis permukaan (hepatitis B surface antigen [HBsAg] )= partikel sferis diameter 22-nm dan partikel tubuler lebar 200 nm. Bagian dalam virion berisi antigen core hepatitis B (hepatitis B core antigen [HBcAg] dan antigen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HBeAg) antigen larut-nonpartikel berasal dari HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik. Replikasi HBV terjadi terutama dalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan pankreas. (7)

II.4. Patologi

Lesi morfologik khas pada hepatitis A,B, C, D dan E seringkali sama dan terdiri atas infiltrasi panlobuler dengan sel mononukleus, nekrosis sel hati, hiperplasia sel kupffer, dan berbagai macam derajat kolestatis. Terdapat regenerasi sel hati, seperti yang dibuktikan oleh banyaknya gambaran mitosis, sel multinukleus, dan pembentukan “rosette”/“pseudoasiner”. Infiltrasi mononukleus terutama terdiri atas limfosit kecil, meskipun sel plasma dan eosinofil kadang-kadang tampak. Kerusakan sel hati terdiri atas degenerasi sel hati, dan nekrosis, cell dropout, sel balon, dan degenerasi asidofilik hepatosit, (membentuk badan Councilman). Hepatosit besar dengan gambaran ground glass pada sitoplasma mungkin ditemukan pada infeksi HBV kronik bukan akut: sel ini telah terbukti mengandung HBsAg dan dapat diidentifikasi secara histokimia dengan orcein atau fuchsin aldehid.(7)

II.5. Patogenesis

Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus yang lain, merupakan virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam proses hepatitis virus akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HbeAg, pecahan produk HBcAg, Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. (7)

Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup. (1)

Walaupun mekanisme cedera hati yang tepat pada infeksi HBV tetap tidak pasti dan ini tetap harus dijelaskan, Pada pemeriksaan protein nukleokapsid dengan elektroforesis didapatkan hasil bahwa protein nuleokapsid memancarkan cahaya pada toleransi imunologik yang besar terhadap bayi HBV bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV kronik yang sangat replikatif (HBeAg-positif). Pada tikus transgenik ditandai-HBeAg, pemajanan in utero terhadap HBeAg, yang cukup kecil untuk melewati plasenta, menyebabkan toleransi sel T untuk kedua protein nukleokapsid. Pada gilirannya hal ini menjelaskan kenapa, kapan infeksi terjadi pertama kali dalam kehidupan, status imunologik tidak terjadi, dan diperpanjang, infeksi kekal terjadi. (9)

Mekanisme cedera hati akibat HBV tetap tidak pasti, kerusakan jaringan diperantarai kompleks imun terjadi untuk memainkan peranan patogenesis utama dalam manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis B akut. Sindroma mirip penyakit serum prodormal yang diamati pada hepatitis B akut tampak berhubungan dengan deposit dalam dinding pembuluh darah jaringan dari kompleks imun yang bersirkulasi menyebabkan aktivasi sistem komplemen. Akibat klinis adalah ruam urtikaria, angioderma, demam, dan artritis. Selama prodormal dini infeksi HBV pada pasien ini, HBsAg titer tinggi dalam hubungannya dengan jumlah anti-HBs yang sedikit menyebabkan pembentukan kompleks imun yang bersirkulasi dapat larut (pada kelebihan antigen). Komponen komplemen dalam serum diturunkan selama fase artritis penyakit tersebut dan juga dapat dideteksi dalam kompleks imun yang bersirkulasi. Selain komponen komplemen, kompleks ini mengandung HbsAag, anti-HBs, IgG, IgM, IgA, dan fibrin. Sesudah pasien pulih dari sindrome-mirip penyakit serum, kompleks imun ini hilang. (10)

Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa dan sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis lebih berat. (7)

II.6. Cara Penularan HBV

Penyakit HBV mudah ditularkan kepada semua orang dan semua kelompok umur secara menyusup. Dengan percikan sedikit darah yang mengandung virus hepatitis B sudah dapat menularkan penyakit. (1)

Pada umumnya cara penularan dari HBV adalah parenteral. Semula penularan HBV diasosiasikan dengan transfusi darah atau produk darah, melalui jarum suntik. Setelah ditemukan bentuk dari HBV banyak dilaporkan yang ditemukan cara penularan lainnya. Hal ini disebabkan karena HBV dapat ditemukan dalam setiap cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita atau pengidap penyakit, misalnya melalui: darah, air liur, keringat, air mani, air susu ibu, cairan vagina, air mata, dan lain-lain. Oleh karena itu dikenal cara penularan perkutan dan non-kutan di samping itu juga dikenal penularan horizontal dan vertikal. (1,5)

A. Penularan melalui kulit (perkutan) (5)

Penularan perkutan terjadi jika bahan yang mengandung HBsAg/partikel virus hepatitis B intak masuk atau dimasukkan ke dalam kulit. Terdapat 2 keadaan cara penularan ini :

1 Penularan perkutan yang nyata:

Terjadi jika bahan yang masuk melewati kulit; melalui penyuntikan darah

atau bahan yang berasal dari darah, baik secara intravena atau tusukan

jarum.

a. Hepatitis pasca infeksi

Hepatitis virus B akut dapat timbul sebagai akibat transfusi darah yang mengandung HBsAg positif. Dengan melakukan uji saring darah donor terhadap adanya HBsAg, maka jelas terdapat penurunan prevalensi kejadian hepatitis pasca transfusi.

b. Hemodialisa

Prevalensi yang tinggi baik sebagai infeksi akut maupun kronik, telah dilaporkan pada penderita dengan penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa berkala

c. Alat suntik

Penularan lewat suntikan dengan mempergunakan alat yang tidak steril, telah lama dikenal. Sering sesudah imunisasi masal terjadi letupan hepatitis beberapa waktu kemudian.

1. Penularan perkutan tidak nyata

Penularan perkutan yang tidak nyata bisa terjadi. Banyak penderita mendapat hepatitis virus B dan tidak pernah mengingat bahwa mereka mendapat trauma pada kulit atau hal lain, virus hepatitis B tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun dapat melalui kulit yang mengalami kelainan penyakit kulit. Penularan yang tidak nyata ini sangat mungkin memegang peranan penting dalam menerangkan jumlah pengidap HBsAg yang sangat besar.

B. Penyebaran melalui selaput lendir (5)

1. Penyebaran peroral

Cara ini terjadi jika bahan yang infeksius mengenai selaput lendir mulut. Cara ini tidak sering menimbulkan infeksi. Agaknya penularan melalui mulut hanya terjadi pada mereka dimana terdapat luka didalam mulutnya.

2. Penyebaran seksual

Cara ini terjadi melalui kontak dengan selaput lendir pada alat kelamin, sebagai akibat kontak seksual dengan individu yang mengandung HBsAg positif yang bersifat infeksius. Infeksi ini dapat terjadi melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun homoseksual. Hal ini dimungkinkan oleh karena cairan sekret vagina dapat mengandung HBsAg.

C. Penularan perinatal (transmisi vertikal) (5)

Penularan perinatal ini disebut juga sebagai penularan maternal neonatal dan merupakan cara penularan yang unik. Penularan infeksi virus hepatitis B terjadi dalam kandungan, sewaktu persalinan, pasca persalinan.

Apabila seorang ibu menderita HBV akut pada perinatal yaitu pada trimester ketiga kehamilan, maka bayi yang baru dilahirkan akan tertulari. Risiko infeksi pada bayi dari seorang ibu pengidap HBsAg yang tanpa gejala menunjukan angka yang bervariasi antara 10-80%, apalagi bila si ibu tadi disertai dengan HBsAg positif. Beasley (1982) berkesimpulan adanya suatu lingkaran setan.

Seorang ibu pengidap dengan HBsAg positif akan menularkan pada bayi yang baru dilahirkan sekitar 50%. Apalagi bila si ibu tadi disertai dengan HBeAg positif maka akan menularkan 100% kepada bayinya, bayi yang dilahirkan nantinya akan menjadi pengidap HBV tanpa gejala. Bila bayi yang lahir tadi seorang gadis, maka kelak kemudian hari akan menjadi seorang ibu pengidap. Sisanya lima puluh persen bayi yang tertulari terutama pada anak laki-laki akan mengalami menjadi hepatitis kronis yang kemungkinan besar dapat menjurus menjadi sirosis hati atau kanker hati, dan dalam waktu relatif singkat akan meninggal karena penyakit hati yang dideritanya. Sebanyak 14% dari si ibu pengidap kemungkinan besar akan meninggal dunia sebagai akibat penyakit hati yang dideritanya. (1)

Perjalanan HBV pada bayi yang tertulari berbeda dengan orang dewasa, yang umumnya mempunyai prognosis jelek. Pada umumnya bayi yang tertulari, akan mengidap HBsAg tanpa gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal. Timbulnya HBsAg positif pada bayi tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada infeksi perinatal, beberapa minggu pertama setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg masih negatif, baru positif setelah berusia 3-5 bulan. Pada infeksi HBV intrauterin sudah dapat ditemukan HBsAg positif pada umur satu bulan pertama.HBsAg biasanya baru positif setelah beberapa waktu, dan akan menetap berada dalam darah dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-antigen akan menunjukkan penurunan sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak jarang bahkan sebagian besar masih menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda, bahkan menetap sampai uisa lanjut. Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka akan merupakan pengidap yang infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka akan menyebabkan terjadinya penularan vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan juga menyebabkan penularan horizontal kepada sekelilingnya yaitu melalui hubungan seksual dengan suaminya, melalui saliva (bercium-ciuman), inokulasi serum, dan lain-lain. Dengan demikian jumlah pengidap HBV akan terus bertambah. (1)

Selain daripada itu bayi yang tertulari HBV akibat penularan vertikal hampir sepertiganya akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis hepatis atau karsinoma hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya perjalanan penyakit HBV pada bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya KHP menurut laporan akibat HBV berkisar 7-12 tahun, dan ada pula yang melaporkan sekitar 20 tahun. Penyembuhan sempurna dari HBV pada bayi yang tertulari secara vertikal umumnya rendah bila dibanding dengan orang dewasa. Penularan vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan.(1)

Walaupun infeksi HBV tidak umum didapatkan pada populasi orang dewasa, kelompok tertentu dan orang dengan cara hidup tertentu memiliki risiko tinggi, kelompok ini termasuk(9):

1) Imigran dari daerah dimana HBV merupakan suatu keadaan endemik.

2) Orang-orang yang memakai obat melalui IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik.

3) Melakukan hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang terinfeksi

4) Pria homoseksual yang aktif secara seksual

5) Pasien di institusi mental

6) Narapidana pria

7) Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima bahan-bahan dari plasma

8) Kontak serumah dengan pembawa HBV

9) Pekerja sosial dalam bidang kesehatan, terutama jika pekerjaanya banyak berkontak dengan darah

10) Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi dapat terinfeksi selama atau segera setelah lahir.

Penderita HBV akibat transfusi dareah tidak merupakan problem utama lagi, sejak dilakukannya pemeriksaan pada semua darah sebelum ditransfusikan.

II.7.Manifestasi Klinis

Diperkirakan 30% dari infeksi HBV asimtomatik.4 Gejala Hepatitis bervariasi dari penyakit yang ringan mirif flu sampai gagal hati yang fulminan dan mematikan, tergantung pada respon imun dan faktor virus inang lainnya yang masih belum dapat dipahami.11

Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang asal etnik, kontak dengan ikterus, kunjungan wisata, suntikan, perawatan gigi, tranfusi, dan homoseksualitas

Walaupun pasien Non-ikterik, tetapi menunjukkan gejala gastrointestinal dan mirif influenza.Pasien demikian biasanya tidak terdiagnosis, kecuali ada riwayat yang jelas suatu penularan atau pasien memang diikuti sehabis tranfusi darah, lalu dijumpai keadaan-keadaan yang lebih parah dari gejala ikterus sampai Hepatitis viral yang fulminan dan fatal.11

Serangan ikterus biasanya dimulai dengan masa prodromal kurang lebih 3-4 hari sampai 2-3 minggu, dimana pasien umumnya merasa tidak enak badan, anoreksia, dan nausea, dan kemudian ada panas badan ringan, nyeri diabdomen kanan atas, yang bertambah parah pada setiap guncangan. Masa prodormal diikuti warna urin bertambah gelap dan warna tinja menjadi pucat; keadan demikian menandakan timbulnya ikterus dan berkurangnya gejala. Pasien merasa lebih sehat selama beberapahari, walaupun ikterik memburuk.10

Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan (ALT, SGPT), yang mulai naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksia dan malaise, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodormal seperti penyakit serum termasuk artritis atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular atau makulopapular. Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti, juga dapat terjadi. Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioarteritis, glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu.(7)

Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa tampak ikterik, terutama sklera dan mukosa di bawah lidah. Hepar biasanya membesar dan nyeri pada palpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut diatas hepar dengan tinju menggenggam. Sering ada splenomegali dan limfadenopati.(7)

II.8. Laboratorium

Untuk pemeriksaan penyaring yang paling diperlukan adalah enzim SGPT, Gamma GT dan CHE. SGPT digunakan untuk melihat adanya kerusakan sel, gamma GT untuk melihat adanya kolestasis dan CHE untuk melihat gangguan fungsi sintesis hati. Pada keadaan infeksi akut yang terlihat mencolok adalah peninggian SGPT dari pada SGOT. Apabila terjadi kerusakan mitokondria atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat meninggi adalah SGOT, dimana SGOT lebih meningkat daripada SGPT. (10)

Pada hepatitis kronis persisten biasanya peninggian SGOT dan SGPT meningkat sampai 2-3 nilai normal, gamma GT lebih kecil dari SGOT, GLDH, CHE dan enzim koagulasi masih dalam batas normal.prognosis penyakit ini biasanya baik. Pada hepatitis kronis aktif SGOT dan SGPT dapat meningkat sampai 5 kali atau 10 kali diatas nilai normal..(10)

Pola serologis untuk HBV lebih kompleks daripada untuk HAV dan berbeda tergantung pada apakah penyakit akut, subklinis atau kronis. Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya dua pertanda serologis.

1. Ag permukaan HBV (HBsAg)

Muncul hampir pada semua penderita yang mengalami masa inkubasi 2-6 bulan dan 2-8 minggu sebelum terjadi perubahan biokimia dan ikterus. Merupakan bukti infeksi akut . Ab yang bersesuaian (Anti-HBs) beberapa minggu atau bulan sesudahnya, setelah pemulihan klnis dan biasanya menetap seumur hidup, terdeteksinya anti HBs menyatakan infeksi HBV di masa lalu. Pada 10% pasien HBsAg menetap setelah infeksi akut dan anti HBs tidak terbentuk pasien tersebut bisanya mengalami hepatitis kronis atau menjadi karier virus asimtomatik (11)

2. HBcAg

Berhubungan dengan inti virus. anti HBc muncul saat saat onset penyakit klinis dan menghilang saatnya, keberadaanya menyatakan infeksi sebelumnya. Anti HBc juga ditemukan pada karier HbsAg kronis, yang tidak membentuk respon anti HBs. Pada infeksi kronis anti HBc kelas IgG yang menonjol, tapi pada akut, IgM anti-HBc yang menonjol.

3. HBeAg

` Hanya ditemukan suatu serum yang positif HBeAg, cendrung paralel dengan produksi DNA polimerase oleh virus. Dengan demikian keberadaanya mencerminkan replikasi virus yang lebih aktif dan kemungkinannya berkembang menjadi penyakit hati kronis. Sebaliknya, adanya Ab (anti HBe) menyatakan infektivitas yang relatif rendah dan biasanya menyatakan prognosis yang lebih baik.

4. HDV

Virus RNA defektif yang unik, hanya dapat bereplikasi jika terdapat HBV, dan tidak dapat sendirian, keadaan ini terjadi sebagai superinfeksi pada hepatitis B kronis

II. 9. Diagnosis

Diagnosis hepatitis B ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisisk, dan pemeriksaan penunjang ( pemeriksaan laboratorium/serologi, patologi anatomi)

II.10. Diagnosis Banding

Kemungkinan penyebab hepatitis agak bervariasi menurut umur. Ikterus fisiologis, penyakit hemolitik dan sepsis pada neonatus biasanya dibedakan dengan mudah dari hepatitis. Segera sesudah masa neonatus, infeksi tetap merupakan penyebab penting hiperbilirubinemia, tetapi penyebab metabolik dan anatomik (atresia biliaris, dan kista koledokus) juga harus dipikirkan. Pemasukan sayuran berpigmen pada diet bayi dapat menyebabkan karotenemia, yang dapat terancukan dengan ikterus. (7)

Pada masa bayi dan anak selanjutnya, sindrom hemolitik-uremik pada mulanya dapat terancukan dengan hepatitis. Sindrom Reye dan seperti-Reye datang dengan cara yang sama dengan hepatitis fulminan yang akut. Ikterus juga dapat terjadi pada malaria, leptospirosis, dan brusellosis dan pada infeksi berat pada anak yang lebih tua, terutama pada mereka yang dengan gangguan maligna atau yang dengan imunodefesiensi. Batu empedu dapat menyumbat drainase-empedu dan menimbulkan ikterus pada remaja serta pada anak dengan proses hemolitik kronis. Hepatitis mungkin merupakan awal tanda penyakit Wilson, kistik fibrosis, defisiensi a1-antitripsin, dan sakit muntah Jamaika. Hati mungkin dilibatkan pada penyakit vaskuler kolagen termasuk lupus erimatosus sistemik. (7)

Obat-obatan, termasuk overdosis asetaminofen, asam valproat, dan berbagai hepatotoksin, dapat ditoleransi baik pada anak dengan penyakit tertentu. (7)

II.11. Komplikasi

Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada pada virus hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan HBV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain.(7)

Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HbBeAg pada kapiler glomerolus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang. (7)

II.12. Pencegahan

Pencegahan penyakit adalah penting sekali. Mengingat negara kita penyakit HBV merupakan penyakit endemis yang ditemukan sepanjang tahun, dengan insidensi tergolong tinggi, maka perlu sekali digalakkan pencegahan penyakit ini untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pencegahan umum yang mudah dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat ialah dengan jalan meningkatkan kesehatan lingkungan, peningkatkan gizi, dan lain-lain. Selain daripada itu dapat pula dengan pemberian kekebalan melalui imunisasi baik imunisasi pasif maupun aktif.(1,8)

1. Imunisasi pasif (8)

Imunisasi pasif dilakukan dengan pemberian imunoglobulin. Diberikan baik sebelum terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure). Dapat dilakukan dengan memberikan IG/ISG (Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B Immune Globulin).

Indikasi utama pemberian imunisasi pasif ini ialah,

a. Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HBsAg, baik melalui

kulit ataupun mukosa.

b. Paparan seksual dengan pengidap HBsAg (+)

c. Paparan perinatal, ibu HBsAg (+). Imunisasi pasif harus segera diberikan sebelum 48 jam.

d. Dosis (8)

Pada kecelakaan jarum suntik: 0,06 ml/kg, dosis maksimal 5 ml, intramuskuler, harus diberikan dalam jangka waktu 24 jam, diulangi 1 bulan kemudian.

· Paparan seksual: dosis tunggal 0,06 ml/kg, intramuskuler, harus diberikan dalam jangka waktu 2 minggu, dengan dosis maksimal 5 ml.

· Paparan perinatal: 0,5 ml intramuskular.

2. Imunisasi Aktif (8)

Imunisasi aktif dapat diberikan dengan pemberian partikel HBsAg yang tidak infeksius. Dikenal 3 jenis vaksin hepatitis B yaitu,

· Vaksin yang berasal dari plasma

· Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan (rekayasa genetik)

· Vaksin polipeptida

a. Vaksin (8)

Vaksin yang beredar di Indonesia

1. Evvac-B (Aventis Pasteur), dosis dewasa 5ug, dosis anak 2,5 ug pada ibu HbeAg (+) dosis 2 kali lipat.

2. Hepaccine (Cheil Sugar), dosis dewasa: 3 ug, dosis anak 1,5 ug

3. B-Hepavac II (MSD), dosis dewasa 10 ug, dosis anak 5 ug

4. Hepa-B (Korean Green Croos), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug

5. Engerix-B (GSK), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug

Penyutikan diberikan intramuskular, dilakukan di daerah deltoid atau paha anterolateral (jangan di bokong).

3. Imunisasi gabung antara pasif dan aktif, yaitu pemberian HBIG, dan

dilanjutkan dengan vaksin hepatitis B.

Kebanyakan ahli menganjurkan memberikan vaksin tiga kali. Kedua suntikan pertama dimaksudkan untuk memulai rangsangan pembentukan Anti HBs, sedang suntikan terakhir dimaksudkan sebagai pemacu untuk merangsang kembali sel “memory”dan menaikkan titer antibodi agar dapat bertahan lebih lama.(1)

Vaksinasi awal (primer), diberikan 3 kali. Jarak antara suntikan I dan ke II 1-2 bulan, sedangkan suntikan ke III diberikan 6 bulan dari suntikan I. Pemberian booster 5 tahun kemudian masih belum ada kesepakatan. Pemeriksaan Anti-HBsAg pasca imunisasi dianjurkan setelah 3 bulan dari suntikan terakhir. Skrining pra-vaksinasi hanya dianjurkan pada pemberian imunisasi secara individu (praktek swasta perorangan), sedangkan pada suntikan masal tidak dianjurkan.(8)

II.13. Penatalaksanaan

Mengingat bahwa hepatitis virus B selain dapat menimbulkan tanda-tanda akut, sering pula dapat menyebabkan kronis. Oleh karena itu pengelolaan penderita hepatitis virus B dibagi atas: akut dan kronis.(1)

3. Pengelolaan Hepatitis Virus B Akut

a. Pada stadium akut

▪ Istirahat mutlak/tirah baring

Ini merupakan perawatan baku yang sudah lama dianjurkan kepada penderita dengan hepatitis virus akut. Lamanya istirahat mutlak yang dianjurkan tergantung pada keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati, terutama terhadap kadar bilirubin serum.

▪ Diit

Pada prinsipnya penderita seharusnya mendapat diet cukup kalori. Pada stadium dini persoalannya ialah bahwa penderita mengeluh mual, dan bahkan muntah, disamping hal yang menganggu yaitu tidak nafsu makan. Dalam keadaan ini jika dianggap perlu pemberian makanan dapat dibantu dengan pemberian infus cairan glukosa. Bilamana nafsu makan sudah timbul, dan rasa mual sudah berkurang, makanan penderita sebaiknya diganti dengan makan nasi dengan diit kaya protein. Pemberian protein sebaiknya dimulai dengan 50 mg/kg BB, kemudian dinaikkan sedikit demi sedikit sampai mencapai 100 mg/kg BB, dengan maksud untuk membantu memperbaiki sel-sel parenkim hati.

▪ Obat-obatan

Pada saat ini belum ada obat yang mempunyai khasiat memperbaiki kematian/kerusakan sel hati dan memperpendek perjalanan penyakit hepatitis virus akut.

b. Pada Stadium Konvalesensi

Kegiatan fisik perlu dibatasi selama 3 bulan setelah HbsAg menjadi negatif, agar jangan terlalu capai dan memberatkan fungsi hati

Diit yang tetap dibatasi yaitu terhadap makanan dan minuman yang mengandung alkohol.

Terapi medikamentosa tetap diberikan terutama obat-obatan hepatotropik. Dan hendaknya berhati-hati memberikan obat lainnya yang dapat menimbulkan hepatotoksik.

Mengingat bahwa penderita ini menderita hepatitis virus B, yang tidak jarang terjadi menjadi kronis, maka perlu sekali pemeriksaan HbsAg, Anti HBs, Anti-HBc sebulan sekali dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan AFP dan USG secara teratur misalnya tiap 4-6 bulan. (9)

2. Pengelolaan Hepatitis B Kronik (5)

Tujuan pengobatan tentu saja untuk mengharapkan penyembuhan total dari infeksi virus hepatitis B, diharapkan bahwa virus tersebut dapat dihilangkan di dalam tubuh dan terjadi penyembuhan penyakit hatinya. Hal ini ditandai dengan menghilangnya HBsAg, DNA polymerase dan HBV DNA dan juga perubahan nilai SGOT dan SGPT (enzim hati) ke dalam batas normal.(7)

Obat Anti Virus

§ Interferon

Mempunyai aktivitas biologik sebagai antiviral, antiproliferatif dan khasiat imunomodulasi. Dari penelitian-penelitian terdahulu memang dilihat adanya respons yang kurang dan hal ini disebabkan karena dosis yang rendah dan pendeknya jangka waktu pengobatan. Dengan telah ditemukan cara DNA rekombinant telah dapat dibuat alfa, beta dan gamma interferon dalam jumlah yang besar dan sebagian problem diatas telah dapat diatasi. (5)

Pemberian interferon (IF) lebih dari tiga minggu akan menyebabkan DNA polymerase (DNA-p) dan core antigen menjadi negatif. Dosis yang diberikan untuk alfa-IF selama minggu pertama 7 juta U/hari, selanjutnya 3,5 juta U/hari untuk dua minggu berikutnya yang diberikan intramuskuler. Sedangkan dosis untuk beta-IF selama minggu pertama 6 juta U/hari, dilanjutkan 3 juta U/hari untuk dua minggu berikutnya diberikan intravena. Ternyata beta-IF lebih efektif daripada alfa-IF. Hal ini mungkin disebabkan cara pemberian yang berbeda.(1)

Sasaran utama dari interferon pada hepatitis kronis adalah menekan permanen replikasi virus atau membasminya sehingga dapat mencapai keadaan remisi penyakitnya. Indikasi pemberian interferon umumnya diberikan pada stadium replikasi (pembelahan virus) dan perjalanan hepatitis kronik yang ditandai kenaikan enzim hati (transaminase), HbeAg dan HBV DNA serum yang positif selama observasi 6 bulan.(5)

Pemberian interferon sering disertai timbulnya efek samping yaitu menggigil, demam, lemah, rambut rontok, berat badan turun, penekanan pada sumsum tulang, dan perubahan lokal pada tempat suntikan.(5)

II.14. Prognosis

Prognosis pengidap kronik HBsAg sangat tergantung dari kelainan histologis yang didapatkan pada jaringan hati. Semakin lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi HBV maka semakin besar kemungkinan untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi HBV tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa 40% pengidap infeksi HBV kronik yang mencapai usia dewasa akan meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis atau KHP. Disamping itu seorang pengidap kronik dapat menjadi HBsAg negatif walaupun jarang. Hal ini terjadi pada 1% dari pengidap kronik setiap tahunnya.(11)

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi, S., 2000. Hepatologi, hal: 3-34; Penerbit Mandar Maju, Bandung,

2. Soemoharjo, S., 2002. Vaksinasi. Hepatitis B, dalam Simposium Sehari Hepatitis B dan C, hal: 1-14, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

3. Markum, A.H., 1991. Hepatitis virus B Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, hal: 523; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

4. National Center for Infectious Disease, 2005; http:// www. Cdc. Gov/ncidod/diseases/hepatitis/B/ fact. htm

5. Soejoenoes, S., 2001. Pengeloaan Hepatitis B Dalam Kehamilan dan Persalinan, Media Medika Indonesiana, Volume 36, No 3, hal 142, FK UNDIP, Semarang

6. Behrman, R.E. dan Vaughan, V.C., Nelson1992, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2, Edisi 12, , hal 1120-1123, Penerbit EGC, Jakarta,

7. Ranuh, I.G.N., 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia, Edisi I, hal: 83-85, Satgas Imunisasi IDAI, Jakarta,

8. Isselbacher, et al, Harrison, 2000, Hepatitis A sampai E, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, hal: 1644, Penerbit EGC, Jakarta

9. Anderson S, dan Lorraine C. W. 1993. Hepatitis Virus, dalam Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit, edisi 2, bag. 1, hal: 441, EGC, Jakarta,

10. Noer S., 1996. Hepatitis Virus Akut, dalam Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed.-3, set-8, hal: 322, FKUI, Jakarta

11. Saputra, L., 1999. Hepatitis virus akut, dalam The Merck Manual Jilid 2, ed 16, Hal 252-271, Bina rupa aksan, Jakarta

Senin, 01 Juni 2009

UpToDate 17.1 For PC and PDA

 

Harga: Rp 100.000 (1 DVD)

A unique resource for clinicians and patients
The idea behind UpToDate is relatively simple, but totally unique. )
Every day, clinicians have questions about patient care. Patients have questions about their health as well. Why not recruit a faculty of experts to answer those questions, keep the information updated, and create a format that is easy to use? Why not also provide all of the necessary background information to understand why the recommendations are being made?
UpToDate does all of that and much more.
UpToDate is a worldwide clinical community that you can be part of and benefit from.
UpToDate is the largest clinical community in the world dedicated to synthesizing knowledge for clinicians and patients. Our community includes more than 3,800 expert clinicians who function as authors, editors and peer reviewers and over 340,000 users who provide feedback and questions to our editorial group. Our role is to facilitate interaction among members of the health care community and to synthesize and disseminate information in order to help doctors be better doctors.
UpToDate answers your clinical questions.
UpToDate is an electronic information resource - available on the Web, desktop, and PDA. With UpToDate, you can log in from the office, exam room, or bedside and get specific, detailed answers to your clinical questions. Over eighty million patient-related problems are researched each year with UpToDate.
UpToDate is comprehensive and current, keeping you informed of the latest clinical finding
UpToDate covers more than 7,400 topics in 13 medical specialties and includes more than 76,000 pages of text, graphics, links to Medline abstracts, more than 254,000 references, and a drug database. Our physician editors and authors review and update the content continuously. An updated version of UpToDate is released every four months.
UpToDate provides treatment recommendations that help patients get the best possible care. }
UpToDate includes treatment recommendations based on the best medical evidence. Recommendations are kept current as new studies are released and practices change. We are now grading our recommendations, so you can assess their strength and the quality of the evidence more quickly. For more details, please see our editorial policy.
UpToDate is written by expert physicians in their respective fields, so you have confidence in our recommendations.
More than 3,800 physician authors and editors, who are experts in their respective fields, write topic reviews that cover all the major aspects of a particular condition, including symptoms, tests and diagnosis, and treatment options. All topics are also subjected to rigorous peer review.
UpToDate is evidence-based, providing you with information you can rely on.
UpToDate is evidence-based and uses a literature-driven updating system; more than 400 journals are monitored by editors and authors, and anytime something of importance is published, it is incorporated into the program. The key word here is "incorporated." UpToDate is not a journal watch. New studies are not simply added, but rather they are placed in the context of what has already been published in that field.
UpToDate is unbiased - providing you information that is not influenced by commercial interests.
We believe it is crucial to maintain our editorial independence, so we do not accept money from pharmaceutical companies or other advertisers.