Eutanasia
berasal dari bahasa Yunani
Eu : normal, baik, sehat, tanpa penderitaan.
Thanatos : mati
→
Mati secara baik (dan mudah) yang tanpa penderitaan
►
“Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seorang
pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau
mengakhiri hidupseorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan
pasien itu
sendiri”
Secara
Medis :
Membantu seseorang untuk meninggal dunia lebih cepat demi untuk
membebaskannya dari penderitaan akibat penyakit yang diderita.
Tugas
utama dokter → memuihkan
kesehatan (menghambat kematian)
Eutanasia
→ bertentangan dengan
tugas profesi dokter
Sehingga
timbul pertanyaan “mana yang lebih baik, pasien tersiksa oleh
karena penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau mempercepat
kematiannya?”
Kejam
????????
Dokter
= Manusia, makhluk yang mempunyai “emosi” (afeksi, simpati,
empati) terhadap penderitaan manusia lainnya)
Eutanasia
merupakan dilema bagi para dokter, karena bertentangan dengan sumpah
dokter
Seperti
yang diungkapkan oleh Jan Hendrick van den berg.
“terasa kejam jika dokter sampai membunuh pasiennya, sungguh tidak
wajar, tidak pula pantas, tetapai juga tidak wajar jika dokter sampai
hati membiarkan pasiennya yang menderita, yang sudah lama keadaanya
memburuk, yang dalam keadaan vegetatif yang lama, dan yang mungkin
juga sudah mati, untuk tetap demikian. Ini tidak boleh dijadikan
kebiasaan. Apapun juga merupakan kekejaman.”
Jawaban
atas eutanasia sangatlah subyektif, sulit untuk ditetapkan tolak
ukurnya, sehingga sangat sulit untuk mencapai titik sepakat tentang
eutanasia ini.
Memperpanjang
hidup pasien bukan berarti memperpanjang penderitaanya, ada saat
timbul pikiran bahwa eutanasia mungkin pilihan yang “lebih baik”
diantara alternatif yang semuanya “buruk.”
Pada
tanggal 14 Juni 1990 koran NEW YORK TIMES memuat berita
tentang seorang dokter jack kevorkian, yang dituduh membunuh
atau ikut membantu bunuh diri seorang pasiennya yang menderita
alzheimer (Ny. Janet adkins) dia datang kepada dokter untuk
mengakhiri hidupnya karena sudah tidak sanggup lagi menghadapi
penyakitnya.,
Hal
ini menjadi perdebatan sengit 53% (dr hasil polling) setuju dengan
sikap ny. Adkins
Hak
Untuk Mati.
Karena
sangat sulit untuk mencapai titik temu, kemudian timbul pendapat,
mengapa tidak diserahkan saja kepada penderita dan keluarganya untuk
mengambil keputusan yang terbaik bagi mereka.
Seorang
hakim cordozo berkata
“Setiap
manusia dewasa dan mempunyai pikiran yang sehat mempunyai hak untuk
menentukan apa yang akan atau boleh diperbuat atas dirinya.”
Kemudian timbul pertanyaan lagi “Apakah benar saat itu ia dalam
keadaan sehat pikirannya atau dalam tahap depresi ?”
Dari
sisi Psikologi Eutanasia →
Salah.
Kubler
Ross dan Aaron T beck yang keduanya adalah psikiater
berpendapat bahwa disaat itulah seorang pasien sangat membutuhkan
orang lain yang dapat mendengarkan isi hatinya dan memperhatikan
dirinya.
Hampir
semua agama didunia menolak adanya hak untuk mati.
Islam
menjelaskannya dalam
QS.
Annissa : 29
Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya ALLAH SWT sangat
penyayang terhadap kamu.
QS.
Al-‘Araf : 185
Maka
apabila ajal telah tiba, tidak dapat ia dipercepat atau diperlambat
sesaat pun.
Hadits
Qudtsi
Hambaku
mendahului takdirku terhadapnya, maka kuharamkan baginya masuk surga.
Umat
islam diwajibkan untuk berikhtiyar atau mengusahakan untuk
menyembuhkan penyakitnya tesebut, karena sesuai dengan hadits nabi
bahwa ALLAH SWT tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan
diturunkannya pula penyembuh baginya, yang diketahui oleh yang
mengetahui dan tidak diketahui oleh yang tidak mengetahuinya.
Beberapa
negara di “barat” menghormati hak pasien untuk menetapkan nasib
dirinya (terutama pasien pada penyakit stadium terminal). Di
Indonesia Hukum tampaknya tidak menerima untuk mati seperti yg
tercermin dalam pasal 338, 340, 344, 345, 359 KUHP
Keadaan
Vegetatif :
Keadaan seseorang berada dalam keadaan koma (tidak sadar) secara
berkepanjangan, tetapi belum dapat dikategorikan sebagai telah mati,
karena aktivitas elektrik diotaknya masih ada walupun minimal
Berdasarkan
Cara Eutanasia dibagi :
Pasif
dan Aktif
♥
Eutanasia aktif :
Dokter atau tenaga medis secara sengaja melakukan tindakan untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien, baik atas permintaan
pasien ataupun tidak atas permintaan pasien.
♫
Eutanasia aktif langsung :
memberi tablet sianida atau suntikan zat yang mematikan
♫
Eutanasia aktif tidak langsung :
mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
♥
Eutanasia Pasif :
Dokter atau tenaga medis secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, baik atas permintaan
pasien ataupun tidak atas permintaan pasien.
♫
Auto eutanasia :
Pasien secara sadar menolak pertolongan medis yang dapat
memperpanjang hidupnya, dan ia mengetahui sikapnya itu akan
mengakhiri hidupnya Untuk itu pasien membuat pernyataan tertulis
tangan (cocodicil)
Berdasarkan
Inisiatif Eutanasia di bagi
♥
Eutanasia atas permintaan pasien
♥
Eutanasia tidak atas permintaan pasien
Yezzi
membagi eutanasia menjadi :
♥
Eutanasia pasif
♥
Eutanasia aktif
♥
Eutanasia sukarela
♥
Eutanasia tidak sukarela
♥
Eutanasia non voluntary (adanya pihak ketiga yg menyampaikan
keinginan
pasien)
Menurut
filsafat Eutanasia :
membiarkan seseorang mati (allowing someone to die)
Oleh karena itu sikap yang seharusnya diambil oleh dokter dan tenaga
medis lainnya harus berpihak kepada “memilih hidup”, sekali
dokter memihak kepada “memilih kematian” maka ia mengingkari
makna profesinya sendiri, karena inti tugas profesi dokter adalah
menyelamatkan hidup penderita dan bukan mengakhirinya.
slam menggolongkan eutanasia kepada sikap “putus asa” dan islam
sangat melarang umatnya untuk berputus asa.
0 komentar:
Posting Komentar