Irritable bowel syndrome merupakan suatu gangguan fungsional dari gatrointestinal yang ditandai oleh rasa tidak nyaman atau nyeri pada perut dan perubahan kebiasaan defekasi tanpa penyebab organik1,2,3,4,5. Walaupun setelah dilakukan test darah, X- ray dan colonoscopy tidak akan ditemukan kelainan yang dapat menjelaskan timbulnya gejala-gejala tersebut diatas.
Irritable Bowel Syndrome merupakan penyakit yang umum diderita oleh 9-12% dari populasi di dunia6 Sekitar 15% populasi orang dewasa di Amerika mengeluhkan gejala-gejala yang sesuai dengan IBS1,2, dimana 12% mencari pertolongan dokter serta sekitar 25-50% dikonsulkan ke Gastroenterologik1, merupakan jumlah yang menonjol dalam kunjungan puskesmas dan merupakan kedua tertinggi penyebab tidak masuk kerja setelah influensa.
Sementara kekerapannya di Asia Tenggara lebih jarang yaitu sekitar kurang dari 5%.
budaya yang berbeda, orang kulit putih lebih sering melaporkan timbulnya gejala IBS dibandingkan Hispanik namun setelah dilakukan pengontrolan perbedaan sosial ekonomi dan pola makan, perbedaan etnik ini tidak lagi menujukkan perbedaan yang berarti6.
Irritable Bowel Syndrom adalah suatu kondisi kronik dari saluran cerna bagian bawah. Gejala IBS meliputi nyeri abdomen, perut terasa meregang, kembung dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perubahan kebiasaan defekasi1,2,3,4,5. Terdapat 3 sub kategori dari IBS bila dilihat dari 3 gejala utama yaitu nyeri yang berhubungan diare, nyeri yang berhubungan dengan konstipasi dan nyeri yang disertai diare dan konstipasi2,5. (Gambar 1).
Gambar 1. Tiga subkategori gejala dari IBS2
Setiap pasien memiliki gejala yang unik, ada yang gejalanya hilang timbul namun ada juga yang menetap bahkan sampai menggangu kehidupan. IBS bukan penyakit yang akan menjadi serius, dan tidak akan memperpendek waktu hidup seseorang yang terkena penyakit ini2. IBS bukan merupakan penyakit inflamasi, infeksi atau suatu keganasan, lebih lanjut lagi IBS bukan merupakan gangguan psikis walaupun sangat berkaitan dengan emosional dan sosial stres yang dapat mempengaruhi onset dan beratnya gejala.
Gambaran utama dari sindrom ini meliputi disfungsi motilitas, sensasi dan SSP. Disfungsi motilitas dapat bermanifestasi berupa spasme otot. Otot dapat berkontraksi secara lambat atau bahkan bertambah cepat. Peningkatan sensitifitas atau stimulasi dapat menyebabkan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen2.
Penelitian menujukkan bahwa banyak pasien yang menderita IBS memiliki kontraksi kolon yang lebih cepat atau tidak teratur dibandingkan orang yang normal1,2,3,4,5,6,7,8. Pasien sehat biasanya memiliki 6 – 8 kontraksi peristaltik di kolon selama 24 jam2 Sebaliknya pada pasien IBS yang gejala utamanya adalah konstipasi hampir tidak ada kontraksi, sedangkan pada pasien yang gejela utamnya adalah diare terdapat 25 kontraksi per harinya.
Dinding usus kita dilapisi oleh beberapa lapisan yang akan berkontraksi secara reguler yang bertujuan untuk menggerakkan dan mencerna makanan yang melalui usus kita. Setiap harinya otot akan berkontraksi mengerakkan usus dan mendorong sisa – sisa makanan. Pada orang normal kontraksi ini berjalan mulus dan teratur. Pada IBS kolon berkontraksi secara tidak teratur. Kontraksi abnormal ini menyebabkan perubahan pola pergerakan kolon. Kolon dapat berkontraksi untuk waktu yang lama atau kolon bergerak sangat lambat. Apabila ini terjadi feses akan berada di kolon untuk waktu yang lama dan menjadi kering, akibatnya akan terjadi konstipasi2,5,7,8,9. Sebaliknya apabila usus menggerakan isinya terlalu cepat, usus tidak akan secara sempurna mengabsorbsi air dari sisa-sisa makanan sehingga menghasilkan diare.
II.1. Penyebab
Penyebab dari IBS tidak diketahui secara pasti. Dokter mengatakan bahwa penyakit ini merupakan gangguan fungsional karena tidak akan ditemukan kelainan ketika kolon diperiksa1,2,4,5,7,8. Para peneliti telah menyimpulkan bahwa penyebab dari IBS adalah gabungan dari beberapa faktor yang akan mengakibatkan gangguan fungsional dari usus.
Faktor-faktor yang dapat mengganggu kerja dari usus adalah sebagai berikut :
1. Faktor psikologis2,7,8
Stress dan emosi dapat secara kuat mempengaruhi kerja kolon. Kolon memiliki banyak saraf yang berhubungan dengan otak. Seperti jantung dan paru, sebagian kolon dikontol oleh SSO, yang berespon terhadap stress. Sebagai comtoh pada saat kita takut detak jantung kita akan bertambah cepat dan tekanan darah akan naik. Begitu pula dengan kolon, kolon dapat berkontraksi secara cepat atau sebaliknya. Para peneliti percaya bahwa sistim limbik ikut terlibat. Pada percobaan dengan binatang, perangsangan stress akan menyebabkan pelepasan faktor kortikotropin.
2. Sensitivitas terhadap makanan2,7,5,8
Gejala IBS dapat ditimbulkan oleh beberapa jenis makanan seperti kafein, coklat, produ-produk susus, makanan berlemak, alkohol, sayur-sayuran yang dapat memproduksi gas ( kol dan brokoli) dan minuman bersoda
3. Genetik2,7
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada kemungkinan IBS diturunkan dalam keluarga.
4. Peneliti menemukan bahwa gejala IBS sering muncul pada wanita yang sedang menstruasi, mengemukakan bahwa hormon reproduksi dapat meningkatkan gejala dari IBS7,8
5. Obat obatan konvensional7
Banyak pasien yang menderita IBS melaporkan bertambah beratnya gejala setelah menggunakan obat-obatan konvensional seperti antibiotik, steroid dan obat anti inflamasi.
II.2 Patofisiologi2,7,9
Traktus gastrointestinal bagian bawah dibagi menjadi 5 bagian yaitu : saekum, kolon asenden, kolon transversum kolon desenden dan rectum. Usus besar dimulai dari saekum yang memiliki panjang 2-3 inci2. Ileum mengosongkan isisnya kedalam saekum melalui katup iliosekal. Apendiks berada dibawah sekum. Kolon asenden memanjang dari saekum sepanjang dinding posterior kanan abdomen. Dibawah rusuk menuju pemukaan bawah dari liver. Kemudian ia berubah menjadi kolon transversum. Bagian tranversum berjalan melintang rongga abdomen menuju limpa dan naik keatas dada dibawah rusuk dan kemudian menuju kebawah melaui fleksura splenic. Berlanjut pada sisi kiri abdomen ialah kolon desenden dan akan berjalan ke medial bawah membentuk sigmoid dan kemudian rektum dan anus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Usus besar mmemiliki panjang kira-kira 5 – 6 kaki dan diameter 2 ½ inchi. Kelenjar memproduksi sejumlah besar mucus alkaline ke dalam usus besar dan mucus ini akan melumasi isi dari usus dan akan menetralisir asam yang dibentuk oleh bakteri dalam usus. Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Bakteri ini membantu dekomposisi makanan yang tidak tercerna, karbohidrat yang tidak diabsorpsi, sel debris, asam amino dan bakteri yang mati melalui proses segmentasi dan dekomposisis bahan bahan yang beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau jamur. .Asam lemak rantai pendek dibentuk oleh bakteria dari karbohidrat komplek yang tidak diabsorpsi. Menghasilkan energi untuk sel kolon sebelah kiri. Pembentukan beberapa gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon.
System enterik terutama terdiri dari 2 pleksus yaitu pleksus mienterikus atau usus aurbach yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkuler dan pleksus submukosa atau meissner yang terletak di submukosa. Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa terutam,a mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Bila pleksus dirangsang efeknya yang utama adalah peningkatankontraksi tonik dinding usus, peningkatan intensitas kontraksi ritmis, peningkatan kecepatan irama kontraksi, peningkatan kece[atan konduksi gelombang eksitatoris di sepanjang dinding usus, menyebabkan pergerakan gelombang peristaltic yang lebih cepat. Terdapat 2 jenis peristaltic yaitu peristaltic propulsive yaitu kontraksi yang lamban dan tidak teratur yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan menyumbat beberapa haustra. Peristaltic massa merupakan kontrajsi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltic ini menggerakan massa feses ke depan dan akhirnya merangsang defekasi.
Patofisiologi terjadinya IBS merupakan kombinasi dari beberapa faktor yaitu hipersensitivitas visceral, gangguan motilitas usus, ketidakseimbangan neurotransmitter, infeksi dan faktor psikososial2,7,9. Disfungsi motorik juga berperan dalam terjadinya beberapa gejala dari IBS seperti nyeri abdomen, Keinginan defekasi yang segera, pergerakan usus postprandial. Pengosongan kolon dan usus kecil yang cepat dilaporkan terjadi pada beberapa pasien yang gejala utamanya adalah diare. Pasien yang gejala utamanya adalah konstipasi dapat terjadi gangguan defekasi.
Hipersensitifitas dari kolon dan rektal yang disebut juga dengan hyperalgesia viseral juga merupakan faktor yang sangat penting dalam timbulnya gejala2. Dapat terjadi peningkatan rangsangan dari saraf dorsal horn pada cornu dorsalis, suatu area yang kaya akan neurotransmitar seperti katekolamin dan serotinin9.
Sel enteroendokrin menstransmisi pesan mekanilk dan kimiawi. Komunikasi antara usus dan otak menghasilkan respon refleks yang dimediasi dalam tiga tingkat yaitu ganglia prevertebral, kord spinal dan batang otak. 5-HT, substansi P, CGRP, norephineprin, opiat kappa dan nitrat oksida semuanya terlibat dalam persepsi dan respon otonom terhadap stimulasi viseral2. Sensasi disalurkan dari viskus ke persepsi sadar melalui serat saraf vagal dan parasimpatik. Serat aferen pada akar dorsal ganglion bersinap dengan saraf dorsal horn. Sinyal ini menghasilkan refleks yang mengontrol motorik dan fungsi sekretorik saat mereka bersinap melalui jalur eferen pada ganglia prevertebral dan korda spinal.
Gambar 2. Komunikasi sel saraf pada dinding kolon2
Nyeri diproses melalui serat aferen spinal pada dorsal horn. Stimulasi pada batang otak membawa sensasi menuju level sadar. Sinyal yang terjadi antara batang otak dengan dorsal horn mencetuskan sensasi. Jalur desenden terutama terdiri atas adrenergik dan serotinergik. Sensitifitas organ akhir, perubahan intensitas stimulus, ukuran lapang penerimaan dari saraf dorsal horn dan sistem limbik merupakan mekanisme yeng berhubungan dengan hipersensitivitas viseral.
Sel inflamasi usus juga berperan dalam patofisisologi IBS2,9. Selama beberapa tahun para klinisi telah menyadari bahwa onset dari IBS seringkali diikuti oleh episode gastroenteritis akut. Inflamasi dapat merangsang cytokine milieu dan motilitas usus, keduanya dapat menyebabkan penuingkatan sensasi nyeri2. Siklus menstruasi juga dapat mencetuskan sensasi usus dan motilitas. usus, hipersensitifitas viseral, faktor psikososial dan infeksi merupakan beberapa faktor yang diduga berperan sebagai penyebab IBS.
II.3. Gejala Klinis1,2,3,4,5,6,7,8,9
Keluhan IBS dapat dibagi atas keluhan intestinal dan ekstraintestinal1,2,4. Karakteristik dari IBS adalah rasa tidak nyaman atau nyeri perut bisa disertai atau tidak disertai oleh perubahan kebiasaaan defekasi atau gangguan defekasi. Nyeri abdomen kronis dengan lokasi abdomen bagian bawah umumnya sisi kiri dan sifatnya kolik disertai rasa kram dan kambuh secara berkala4. Rasa nyeri biasanya timbul setelah bangun pada pagi hari, sarapan, pada saat stress atau pada saat menstruasi pada wanita dan akan mereda setelah defekasi.
Gejala lain yang menyertai biasanya perubahan kebiasaan defekasi dapat berupa diare, konstipasi atau diarea yang diikuti dengan konstipasi1,2,3,4,5,6,7,8. Diare terjadi dengan karakteristik feses yang lunak dengan volume yang bervariasi. Biasanya terjadi pada waktu bangun tidur pagi hari atau setelah makan. Konstipasi dapat terjadi beberapa hari sampai bulan dengan diselingi diare atau defekasi yang normal. Bentuk feses keras dapat seperti tahi kambing.
Selain itu pasien juga sering mengeluh perutnya terasa kembung dengan produksi gas yang berlebihan dan melar, feses disertai mucus, keinginan defekasi yang tidak bisa ditahan dan perasaan defekasi tidak sempurna1,2,3,4,5,6,7,8. Gejala gangguan fungsional gastrointestinal lain yang sering menyertai adalah nyeri dada, dada seperti terbakar, nausea, dispepsia, kesulitan menelan dan rasa mengganjal pada tenggorokan1,2,4,7,8. Gejala-gejala intestinal dari IBS dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Gejala intraintestinal IBS4
* Rasa mengganjal pada tenggorokan * Nyeriperut, kembung dan
membengkak
* Susah menelan * Nyeri pd daerah pelvis, rektum
dan anus
* Nyeri dada * Konstipasi
* Mual * Diare
* Muntah *Perasaan tidak lampias pada saat
defekasi
* Perasaan terbakar pada dada * Terdapat mukus pada feses
• Rasa penuh pada epigastrium
Selain gejala intestinal juga terdapat gejala-gejala ekstraintestinal yang meliputi nyeri kepala, gangguan tidur, gangguan stress yang disebabkan oleh trauma, nyeri pelvis atau pinggang dan anxietas. Fibriomialgia dan sistitis intestinal juga sering timbul pada pasien denga IBS. Gejala ekstraintestinal lain yang dapat ditemukan pada pasien IBS dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 : Gejala Ekstraintestinal pada IBS4
* Fibromialqia * Bernafas pendek
* Lemas dan kekurangan energi * Nyeri dada
* Insomnia * Nyeri perut
* Nyeri Kepala * Sakit bagian belakang
* Nyeri pada rahang * Nyeri Pelvis
* Perasaan tidak sehat * Nyeri pada saat menstruasi
* Susah konsentrasi *Menurunnyakemampuan seksual
* Gangguan miksi
Pada beberapa keadaan, gejala IBS ini harus dibedakan dengan penyakit kolon inflamasi yaitu kolik ulseratif atau penyakit chron. Kedua kelainan ini sangat berbeda baik dari gejala klinis maupun pengobatannya. Akan tetapi kedua jenis kelainan ini juga bisa didapatkan bersama – sama.
Frekuensi terjadinya IBS bervariasi pada tiap orang, ada yang sering mengalami episode dari IBS namun ada juga yang mengalami bebas gejala selama beberapa periode. Beberapa pasien gejala utamanya adalah diarea sementara yang lainnya gejala utamanya ialah konstipasi.
II. 4. Diagnosis1,2,4,5,6,7,8,9
Karena tidak ada marker diagnosa yang dapat digunakan untuk menegakkan IBS, diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang timbul dan dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang dapat memiliki gejala yang sama seperti kolitis ulseratif, kanker kolon, divertikulosis, parasit, disentri dan penyakit infeksi lainnya2,4,5,7,8.
Untuk dapat memastikan diagnosa IBS, biasanya dokter melakukan langkah-langkah sebagai berikut2,4,7,8,9 :
1. Meneliti Riwayat Penyakit
Dokter sebaiknya meneliti riwayat penyakit yang meliputi gambaran dari gejala yang dirasakan oleh pasien dengan hati-hati. Gejala-gejala yang biasanya mendukung diagnosa IBS adalah :
- Nyeri abdomen yang berkurang dengan defekasi
- Lebih seringnya pergerakan usus yang seiring dengan timbulnya nyeri
- Distensi atau kembung pada abdomen
- Rasa tidak puas saat BAB
- Terdapat mucus pada rectum.
2. Pemeriksaan Fisik
Walau bagaimanapun pemeriksaan fisik harus dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan sementara untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Pasien IBS memiliki penampilan seperti orang sehat pada umumnya, tidak ada kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pada pasien IBS.
3. Test Laboratorium
Test laboratorium meliputi hitung darah lengkap, test kimia darah, test fungsi liver dan pengukuran thyrotropin. Feses juga akan ditest untuk mengetahui apakah ada perdarahan dengan menggunakan test kimia khusus yang dinamakan slides hemoecult test. Hal ini sangat penting karena pada pasien dengan IBS tidak ditemukan adanya perdarahan. Pada feses juga diperiksa apakah ada mikroorganisme patologis yang menyebabkan terjadinya diare atau konstipasi.
4. X-ray
Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti X-ray. X-ray dari gastrointestinal bagian bawah yang dikenal dengan nama enema barium. Enema barium merupakan X-ray khusus yang menggunakan barium sulfat untuk mempertegas garis dari kolon dan rektum. Barium sulfat merupakan zat kimia seperti kapur yang terlihat sebagai gambaran putih pada film X-ray. Pasien akan diberikan cairan barium enema melalui tabung yang dimasukkan ke dalam rektum. Pasien akan diinstruksikan untuk menahan cairan didalam sementara teknisi X-ray akan mengambil seri X-ray. Prosedur ini tidak menyakitkan. X-ray ini dilakukan untuk membantu dokter menyingkirkan kondisi seperti tumor, inflamasi, obstruksi dan penyakit chron.
5. Endoscopy atau colonoscopy
Colonoscopy adalah pemeriksaan visual dari kolon dengan menggunakan fiber optic yang elastis atau video endoskopi. Alat colonoscope bersifat fleksibel dan dapat digerakkan sesuai dengan bentuk kolon
Alat ini berupa tabung dengan lensa yang dilengkapi dengan kamera TV kecil dengan lampu pada ujungnya. Pada alat ini terdapat fiber optic dan chip komputer video yang dapat mengambil gambar kolon dan menstransmisi gambaran ke dalam layar video.
Untuk mendapatkan hasil yang bagus, kolon harus bersih dan bebas dari feses. Pasien dapat meminum obat laxan namun biasanya pasien hanya meminum air putih dan tidak memakan apapun sehari-hari sebelum dilakukan pemeriksaan. Prosedur ini hanya memakan waktu 15-30 menit dan pada saat dilakukan pemeriksaan pasien dalam keadaan tersedasi ringan.
Selain cara – cara yang telah disebutkan diatas, diagnosis IBS dapat ditegakkan berdasarkan 2 kriteria yaitu kriteria Manning dan kriteria Rome II2,3,4,5,6,7,8
Kriteria Manning :
1. nyeri perut hilang setelah defekasi
2. jumlah feses lebih banyak saat timbul nyeri
3. konsistensi feses lebih lunak saat timbul nyeri
4. perut tampak kembung
5. terdapat lendir pada feses
6. perasaan defekasi tidak tuntas
Kriteria Rome II :
Perasaan tidak nyaman atau nyeri pada perut selama 12 minggu atau lebih selama 1 tahun yang memiliki 2 dari 3 gejala berikut ini :
1. menghilang dengan defekasi
2. Timbulnya nyeri (onset) berhubungan dengan perubahan frekuensi dari BAB.
3. Timbulnya nyeri (onset) berhubungan dengan perubahan pada bentuk maupun konsistensi feses.
Gejala gejala berikut ini tidak essensial untuk diagnosis namun kehadiran gejala ini meningkatkan keyakinan dalam mendiagnosa :
1. Frekuensi BAB yang abnornal (lebih dari 3x/hari atau kurang dari 3x/hari selama 3 minggu)
2. Bentuk feses yang abnormal (lembek atau cair atau keras)
3. Perasaan tidak tuntas setelah BAB, perasaan tidak dapat menahan BAB atau perasaan ingin BAB tapi tidak bisa.
4. Terdapatnya lendir pada feses
5. Rasa kembung atau rasa melar pada perut
II.5. Terapi1,2,3,4,5,6,8,9
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk IBS, pengobatan yang diberikan semata mata bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala yang timbul, mencegah bertambah beratnya gejala dan mengurangi frekuensi timbulnya gejala-gejala. agar tidak menggangu kualitas hidup sehari-hari. Terapi meliputi 1,2,3,4,5,6,8,9:
1. Terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup, konseling, stress manajemen dan perubahan pola makan.
2. Terapi farmakologis yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan.
II.5.1. Terapi non farmakologis
II.5.1.1. Stress manajemen2,5,6,8,9
Emosional stress tidak akan menyebabkan seseorang menderita IBS namun stress dapat menimbulkan gejala-gejala, stress dapat menambah frekuensi dan beratnya gejala. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres seperti olah raga, meditasi, tekhnik pernafasan dan konsul ke psikiater.
II.5.1.2. Perubahan pola makan2,5,6,8,9
Seperti yang telah disebutkan diatas ada beberapa makanan yang dapat menimbulkan gejala IBS seperti kafein, coklat, alkohol, minuman bersoda dan makanan berlemak, maka pencegahannya adalah dengan tidak mengkonsumsi makanan tersebut. Ada juga beberapa jenis makanan yang dapat mengurangi gejala terutama gejala konstipasi yaitu dengan mengkonsumsi banyak serat yang dapat berupa suplemen serat, minuman berserat ataupun makanan yang mengandung banyak serat seperti wortel, kentang, roti, sereal, apel, jeruk, pisang dan strawbery.
II.5.2. Terapi farmakologis
II.5.2.1. Terapi konstipasi3
Konstipasi merupakan gejala nonspesifik yang sering dilaporkan oleh pasien yang menderita IBS. Suplemen serat seperti biji psyllium, metilsesulosa dan polycarbhopil dapat meredakan konstipasi dengan mempercepat perpindahan feses dan memudahkan defekasi. Serat juga berguna untuk konstipasi dimana terjadi perlambatan pergerakan colon. Pada situasi ini penggunaan osmotic laxative sangat efektif dan aman
Laksan karbohidrat seperti sorbitol dan laktulosa juga efektif tetapi mahal dan dapat menyebabkan terbentuknya gas, yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien. Stimulasi Cathartic seperti Bisacodyl dan Senna sering menimbulkan kram, tachypilaksis dan ketergantungan. Percobaan pada binatang, cathartics merangsang terjadinya pembengkakan dan fragmentasi dari saraf usus.
II.5.2.2 Obat antispasmodik2,3
Beberapa penelitian terbaru menunjukan bahwa antikolinergik dan anti spasmodik lebih efektif dibandingkan plasebo dalam mengurangi gejala-gejala yang timbul pada IBS2. Obat antispasmodik merelaksasikan otot polos usus dan mengurangi kontaksi usus. Obat antikolinergik, calcium chanel bolcker dan antagonis opiat dapat bekerja sebagai antispasmodik walaupun di Amerika Serikat hanya obat antikolinergik yang digunakan untuk efek antispasmodik3. Obat obat ini hanya digunakan bila dibutuhkan dengan dosis 2 kali/hari untuk kembung, distensi dan serangan nyeri akut2. Obat antispasmodik bila diminum 30 menit sebelum makan dapat menghambat terjadinya reflek gastrokolik dan mengurangi kram.
Antikolinergik dapat mengurangi kontraktilitas postprandial yang berlebihan. Jenis obat antikolinergik yang sering digunakan di Amerika Serikat ialah dicyclomin, hyoscyamin dan clidinium (dikombinasikan dengan cholrdiazepoxid hidroklorida). Mebeverine dan dicyclomin berkurang keefektifannya bila digunakan lama. Efek samping antikolinergik meliputi mulut kering, penglihatan buram, lemas dan keinginan bak yang tidak tertahankan2,3. Glaukoma sudut sempit dan retensi urin merupakan kontraindikasi. Kemungkinan resiko ketergantungan rendah, karena antikolinergik menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan pada dosis yang tinggi.
Beberapa formulasi telah mengkombinasikan benzodiazepin atau barbiturat dengan antikolinergik. Anxietas meningkatkan respon motilitas usus sebagai bagian dari respon stress dan respon ini dapat dikurangi dengan pemberian benzodiazepin. Sedatif dapat mengurangi kontraksi usus3.
Penggunaan alkohol dan sedatif lain harus dihindari bila meminum obat ini. Mengemudi dan aktivitas lain yang memerlukan kewaspadaan harus dihindari hingga pasien dapat mentoleransi efek dari obat ini. Obat ini sangat baik digunakan untuk gejala episodik yang berat yang tidak berespon terhadap obat obatan antokolinergik.
II.5.2.3. Terapi diare2,3
Obat obatan anti diare juga digunakan untuk mengobati diare yang disertai oleh terapi rehidrasi untuk mengkoreksi banyaknya cairan yang keluar dan elektrolit yang hilang. Opiat dan opioid analogs diphenoxylate atropine dan loperamid menstimulasi reseptor pda sistem saraf usus yang dapat menghambat peristaltik dan sekresi cairan.
Loperamide 2 – 4 mg 4 kali/hari memperlambat waktu pengosongan usus, meningkatkan absorpi asam empedu, meningkatkan tonus sphingter anus dan mengurangi nyeri. Loperamide telah terbukti efektif terhadap diare Loperamide dapat digunakan untuk penggunaan jangka lama karena dapat dibeli tanpa resep dari dokter, tidak mempunyai komponen antikolinergik dan tidak menyebabkan euphoria pada semua dosis.
Cholestyramin juga berguna sebagai pengobatan second atau third line untuk malabsorpsi asam empedu. Pengikat asam empedu seperti cholestyramin dapat ditambahkan pada terapi untuk mencegah terjadinya diare refrakter. Penggunaan obat ini pada malam hari seringkali sangat efektif pada pasien IBS yang gejala utamanya diare.
II.5.2.4. Antidepresan trisiklik2,3,6,7
Antidepresan trisiklik pada dosis rendah nampaknya efektif untuk IBS dan kondisi yang tidak menyenangkan lainnya seperti migrain, nyeri neuropati, nyeri yang disebabkan oleh kanker, nyeri yang bukan berasal dari jantung dan dispepsia fungsional. Terapi ini biasanya digunakan pada pasien dengan gejala yang berat dan pada pasien yang resisten terhadap pengobatan tingkat pertama, disebabkan karena efek sampingnya.
Mekanismenya tidak diketahui secara pasti, namun bisa disebabkan oleh pengurangan sensitifitas dari saraf perifer. Diduga obat trisiklik antidepresan secara langsung mempengaruhi Walaupun pada pasien sehat antidepresan trisiklik meningkatkan ambang dan toleransi nyeri permukaan kulit namun efek ini belum dapat dibuktikan sama efeknya terhadap usus. Secara teori keuntungan dari antidepresan trisiklik disebabkan oleh sifat antikolinergiknya.
Banyak penelitian telah membuktikan berkurangnya gejala-gejala yang dialami pada pasien yang mengkonsusmsi dosis rendah dari anti depressan trisiklik seperti amitriptilin, desipramine, doxepin, clomipramine dan trimipramine. Amitriptilin dapat dimulai dari dosis 10 – 25 mg perharinya atau impiramin 25 – 50 mg perharinya. Beberapa obat trisiklik seperti amytriptilin juga berguna dalam mengobati insomnia, depresi atau panik.
Penelitian lain menyatakan keuntungan obat ini lebih banyak dirasakan pada pasien yang gejala utamanya adalah diare. Karena efek sampignya meliputi konstipasi, terapi antisipasi untuk efek konstipasi disarankan jika antidepresan trisiklik digunakan untuk pasien yang gejala utamanya adalah konstipasi. Efek samping lain meliputi lemas, mengantuk, mulut kering dan retensi urin. Pada dosis untuk antidepresi, antidepresi trisiklik dapat menyebabkan aritmia jantung. Efek ini jarang timbul pada dosis rendah.
Antidepresan trisiklik dapat dikombinasikan dengan obat antispasmodik jika efek dari kedua obat tiudak bisa dicapai dengan sempurna. Karena dapat menimbulkan kantuk jadi sebaiknya obat ini digunakan pada saat mau tidur. Dosis awal berkisar dari 10 – 25 mg untuk semua jenis antidepresan trisiklik. Dosis dapat ditingkatkan hingga 100 mg.
Penghambat pengambilan serotinin dan obat antidepresant baru lainnya telah digunakan secara luas untuk pengobatan IBS, karena kecilnya efek samping. Obat obat ini tidak memiliki efek anti nosiseptive yang sama seperti antidepresan trisiklik dan juga belum terbukti efektif untuk IBS atau untuk gangguan gastrointestinal lainnya. Penghambat selektif reuptake serotinin sangat berguna jika IBS disertai dan dicetuskan oleh gangguan mood.
II.5.2.5. Antagonis reseptor serotinin 32,3,6
Reseptor serotinin 3 terdapat pada sistem saraf sensorik usus. Serotinin dilepaskan oleh sel gastrointestinal enteroendokrin setelah terjadi stimulasi mukosa, berdifusi pada saraf akhir dan menstimulasi terjadinya peristaltik dengan cara mengikat serotinin 3 dan serotinin 4 yang terdapat pada saraf usus.
Aktivasi reseptor serotinin 3 mengstimulasi motilitas usus, sekresi dan sensasi. Efek motorik dari antagonis reseptor serotinin 3 meliputi pengurangan waktu perpindahan kolon, mengurangi refleks gastrokolik dan peningkatan kelenturan usus. Obat ini mengurangi sensitifitas usus terhadap regangan baik pada manusia maupun hewan.
Antagonis reseptor serotinin 3 seperti alosteron meningkatkan kelenturan usus pada pasien dengan IBS dan mengurangi sensitifitas terhadap peregangan. Hasil klinik dari alosteron yaitu pengurangan terjadinya diare dan keinginan BAB.
Alosteron (1 mg 2 kali sehari) sangat berguna pada wanita yang menderita IBS tanpa gejala konstipasi. Alosteron dilaporkan lebih bermanfaat dibandingkan mebeverin suatu obat antispasmodik dalam mengurangi nyeri yang disebabkan oleh IBS.
II.5.2.6. Reseptor agonist serotinin 42,3,6
Tegaserod, obat yang menyerupai obat prokinetik cisapride, merupakan parsial reseptor agonis serotinin 4. Gerak peristaltik dikoordinasi oleh saraf dari sistem saraf usus yang melepaskan mediator-mediator lain setelah aktifasi reseptor serotinin 4.
Pada pasien yang sehat, 6 mg tegaserod sehari 2 kali mempercepat pengosongan lambung dan usus kecil. Pada pasien yang gejala utamanya adalah konstipasi , 2 mg dosis dari tegaserod sehari 2 kali mempercepat pengosongan usus kecil dan pengisian sekum namun tidak memiliki efek pengosongan lambung atau pengosongan total colon.
Tegaserod telah disetujui oleh FDA penggunaannya hingga 12 minggu pada wanita yang gejala utamanya adalah konstipasi yang tidak berespon terhadap pemberian suplemen serat, laksan atau antispasmodik. Efek samping dari tegaserod biasanya ringan.
Pemilihan obat pada IBS dikategorikan menurut gejala yang timbul. Pengobatan IBS diberikan berdasarkan 3 gejala utama yang sering timbul yaitu konstipasi, diare dan nyeri.
0 komentar:
Posting Komentar