Batuk mempengaruhi interaksi personal dan sosial, mengganggu tidur dan sering menyebabkan ketidak nyamanan pada tenggorakan dan dinding dada. Sebagian besar orang mencari pertolongan medis untuk batuk akur supaya mereda, sementara itu ada orang yang takur batuknya menjadi penyakit yang serius. Batuk terjadi sebagai akibat stimulasi mekanik atau kimia pada nervus afferent pada percabangan bronkus. Batuk efektif tergantung pada intaknya busur refleks afferent-efferent, ekspirasi yang adekuat dan kekuatan dinding otot dada dan normalnya produksi dan bersihan mukosiliar
Point penting
Umur
Durasi batuk
Dyspneu (saat istirahat atau aktivitas)
Gejala konstitusional
Riwayat merokok
Tanda vital (denyut jantung, respirasi, temperatur tubuh)
Pemeriksaan thorax
Radiologi thorax saat batuk yang tidak bisa dijelaskan terjadi lebih dari 3-6 minggu
Temuan Klinis
Gejala
Membedakan batuk akut (< 3 minggu) dan persisten (> 3 minggu) merupakah langkah awal dalam mengevaluasi. Pada individu dewasa yang sehat, sebagaian besar sindrom batuk diakibatkan oleh infeksi saluran respirasi oleh virus. Batuk post infeksi yang berlangsung 3 – 8 minggu di sebut sebagai batuk sub akut untuk membaedakan dari batuk akut dan kronik. Gejala klinik tambahan seperti demam, kongesti nasal dan radang tenggorokan dapat membantu dalam mendiagnosis. Dyspneu ( saat istirahat atau aktivitas) mencerminkan kondisi yang serius dan memerlukan evaluasi lebih lanjut termasuk penilaian oksigenasi (pulse oksimetri atau pengukuran gas darah arteri), aliran udara (peak flow atau spirometri) dan pneyakit parenkim paru ( radiologi thorax). Waktu dan karakter batuk tidak bermanfaat untuk menentukan penyebab batuk akut ataupun persisten, meskipun varian batuk asma sebaiknya dipertimbangkan pada orang dewasa dengan batuk nokturna prominent.
Penyebab tidak umum batuk akut dicurigai pada orang dengan penyakit jantung (gagal jantung kongestif) atau hay fever (rhinitis alergi) dan orang dengan faktor resiko lingkungan (misalnya petani).
Batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran respirasi akut membaik dalam 3 minggu pada 90% pasien. Infeksi pertusis dicurigai pada orang dewasa yang sebelumnya di imunisasi dengan batuk persisten atau berat sekitar 2 – 3 minggu.
Saat tidak ditemukan terapi dengan obat ACE inhibitor, infeksi saluran respirasi akut dan radiologi thorax abnormal, sampai 90% kasus batuk persisten disebabkan oleh postnasal drip, asma atau gastroesophageal reflux disease (GERD). Riwayat kongesti nasal atau sinus, wheezing atau rasa terbakar pada jantung (heartburn) sebaiknya cepat dievaluasi dan terapi. Kondisi tersebut sering menyebabkan batuk persisten pada keadaan batuk tanpa gejala lain yang terlihat. Karsinoma bronkogenik dicurigai saat batuk disertai penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, demam dengan keringat malam terutama pada orang dengan riwayat merokok dan terpapar. Batuk persisten yang disertai sekresi mukus yang banyak dicurigai bronkitis kronik pada perokok atau bronkiektasis pada pasien dengan riwayat pneumonia rekurent atau terjadi komplikasi, radiologi thorax dapat membantu. Dyspneu pada istirahat atau aktifitas umumnya tidak terdapat pada pasien dengan batuk persisten. Dyspneu memerlukan penilaian lebih lanjut terhadap bukti lebih lanjut penyakit paru kronik atau gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat secara langsung sebagai alatg diagnostik untuk batuk akut dan persisten. Pneumonia dicurigai saat batuk akut disertai dengan tanda vital yang abnormal (takikardi, takipneu, demam) atau ditemukan konsolidasi ruang udara (ronki, penurunan suara nafas, fremitus, egophny). Meskipun sputum yang purulen berhubungan dengan infeksi bakteri pada pasien penyakit paru (misalnya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), cystik fibrosis), pada pneumonia merupakan prediktor yang jelak pada pasien dewasa sehat. Terapi antibiotika pada orang dewasa dengan sputum yang purulen tidak menunjukan manfaat. Wheezing dan ronki sering ditemukan pada orang dewasa dengan bronkitis akut dan pada sebagian besar kasus tidak mencerminkan asma yang beronset pada dewasa.
Pemeriksaan fisik pada orang dewasa dengan batuk persisten kemungkinan dapat menunjukan bukti sinusitis kronik, syndrom post nasal drip atau asma. Tanda dada dan jantung dapat membedakan PPOK dan GJK (Gagal Jantung Kongestif). Pada pasien batuk yang disertai dyspneu, test match normal (mampu membedakan match 25 cm jauhnya) dan tinggi laringeal maksimum 4 cm (diukur dari sternal notch ke kartilago cricoid pada akhir ekspirasi) menurunkan kemungkinan PPOK. Sama juga, tekanan vena jugularis dan reflux hepatojugular negatif menurunkan kemungkinan GJK biventrikular.
Diagnosis Banding
Batuk akut
Batuk akut dapat merupakan tanda infeksi saluran respirasi akut, asma, rhinitis alergi dan gagal jantung kongestif.
Batuk persisten
Penyebab batuk persisten termasuk infeksi pertusis, syndrom post nasal drip (atau sundrom batuk jalan nafas atas), asma (termasuk batuk varian asma), GERD, bronkitis kronik, bronkiektasis, tuberkulosis atau infeksi kronik lainnya, penyakit paru interstitial dan karsinoma bronkogenik. Batuk persisten dapat juga psikogenik.
Pemeriksaan Diagnostik
Batuk akut
Radiolograpi thorax dipertimbangkan pada orang dewasa dengan batuk yang akut yang menunjukan tanda vital yang abnormal atau pada pemeriksaan thorax curiga pneumonia.
Batuk persisten
Radiography thorax indiksai jika telah disingkirkan kemungkinan pasien menjalani terapi dengan ACE inhibitor dan batuk post infeksi dengan anamnesis. Pemeriksaan terhadap infeksi pertusis dilakukan dengan menggunakan polymerase chain reaction pada swab nasopharingeal atau spesimen hidung. Saat radiologinya normal, pertimbangkan kemungkinan postnasal drip, asma dan GERD.Terdapatnya gejala-gejala umum tersebut sebaiknya dievaluasi lebih lanjut atau diberikan terapi empirik.
Akan tetapi, terapi empirik direkomendasikan untuk postnasal drip, asma atau GERD selama 2-4 minggu meskipun penyakit-penyakit tersebut yang bukan menyebabkan batuknya.Sekitar 25% kasus batuk persisten disebabkan berbagai macam penyebab. Spirometri dapat membatu obstruksi saluran nafas pada pasien dengan batuk persisten dan wheezing dan yang tidak respon terhadap pengobatan asma. Ketika terapi empirik untuk sindrom postnasal drip, asma dan GERD tidak membantu, evaluasi lebih lanjut diperlukan melalui pH manometri, endoskopi, barium swallow, CT scan sinus atau thorax.
Terapi
Batuk Akut
Dalam memberikan terapi batuk akut sebaiknya berdasarkan penyebab penyakitnya, batuknya sendiri dan faktor-faktor tambahan yang membuat batuk kambuh. Ketika diagnosa influenza ditegakkan, terapi dengan amantadine, rimantadine, oseltamivir atau zanamivir efektif ( 1 hari atau kurang) ketikda dimulai 30-48 jam dari onset penyakit. Pada infeksi Chlamydia atau Mycoplasma, antibiotik seperti ertiromisin, 250 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau doksisiklin 100 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari. Pada pasien dengan bronkitis akut, terapi dengan inhalasi beta 2 -agonis dapat mengurangi keparahan dan durasi batuk pada beberapa pasien. Bukti menunjukan pemberian dextromethorphan bermanfaat dalam meringankan batuk pada orang dewasa dengan infeksi saluran respirasi akut. Terapi postnasal drip (dengan antihistamin, dekongestan, atau kortikosteroid nasal) atau GERD (dengan H2 blocker atau proton-pump inhibittor) yang disertai dengan batuk akut dapat menolong. Terdapat bukti bahwa vitamin C dan echinacea tidak efektif dalam mengurangi keparahan batuk akut, tetapi terdapat bukti juga bahwa vitamin C (sedikitnya 1 gram sehari) bermanfaat dalam mencegah flu pada orang dengan stress fisik (misal: setelah marathon) atau malnutrisi.
Batuk Persisten
Saat dicurigai infeksi pertusis, terapi dengan antibiotika makrolid tepat untuk mengurangi penyebaran dan transmisi organisme. Jika infeksi pertusis berlangsung 7-10 hari, terapi antibiotika tidak mengurangi durasi batuk yang dapat berlangsung selama 6 bulan. Tidak ada bukti yang merekomendasikan berapa lama terapi batuk persisten dilanjutkan untuk postnasal drip, asma atau GERD. Gejala yang kambuh lagi memerlukan evaluasi lebih lanjut. Pasien dengan batuk persisten tanpa sebab yang jelas dikonsultasikan dengan otolaryngologist; terapinya dengan lidokain nebulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Call SA et al. Does this patient have influenza? JAMA. 2005 Feb 23;293(8):987–97. [PMID: 15728170]
Haque RA et al. Chronic idiopathic cough: a discrete clinical entity? Chest. 2005 May;127(5):1710–3. [PMID: 15888850]
Hewlett EL et al. Clinical practice. Pertussis—not just for kids. N Engl J Med. 2005 Mar 24;352(12):1215–22. [PMID: 15788498]
Lin DA et al. Asthma or not? The value of flow volume loops in evaluating airflow obstruction. Allergy Asthma Proc. 2003 Mar–Apr;24(2):107–10. [PMID: 12776443]
Metlay JP et al. Testing strategies in the initial management of patients with community-acquired pneumonia. Ann Intern Med. 2003 Jan 21;138(2):109–18. [PMID: 12529093]
Pratter MR et al. An empiric integrative approach to the management of cough: ACCP evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2006 Jan;129(1 Suppl):222S–231S. [PMID: 16428715]
Schroeder K et al. Over-the-counter medications for acute cough in children and adults in ambulatory settings. Cochrane Database Syst Rev. 2004;(4):CD001831. [PMID: 15495019]
Wenzel RP et al. Acute bronchitis. N Engl J Med. 2006 Nov 16;355(20):2125–30. [PMID: 17108344]
0 komentar:
Posting Komentar