Batuk kronik adalah batuk yang didefinisikan sebagai batuk yang menetap lebih dari 2 bulan (8 minggu). Batuk ini merupakan suatu symptom yang kompleks, yang dapat ditangani oleh minimal 4 jenis spesialis yang berbeda, seperti spesialis pulmunologi, alergi dan imunologi, digestive health and THT. Melihat hal ini, tentu saja batuk yang lama dan persisten ini tentunya akan sangat menganggu kehidupan pasien sehari-hari. Baik itu kehidupan kerja, sosial dan bermasyarakatnya.
Ada beberapa teori yang diduga dapat menyebabkan terjadinya batuk yang berkepanjangan ini, salah satu diantaranya adalah adanya teori yang mengatakan bahwa batuk kronik ini dipicu karena adanya neuropati laringeal. Salah satu karakteristik yang penting dari neuralgia adalah adanya kemunculan dari fenomena penyebab atau penurunan ambang batas dari provokasi. Banyak yang menspekulasikan bahwa manifestasi dari neuralgia pada saraf laringeal atas adalah adalah munculnya sensasi yang mendadak dan berlebihan, yang walaupun tidak menyakitkan dapat menyebabkan munculnya batuk atau keinginan untuk batuk yang tidak terkendali. Salah satu pengobatan yang dapat digunakan, terutama untuk mengatasi batuk kronik terkait masalah neuropati adalah obat agonis dari GABA (gamma amino butyric acid).
Akhir-akhir ini telah dilakukan suatu penelitian yang mencoba meneliti keefektifitasan dari gabapentin dalam terapi batuk kronik yang persisten, Seperti yang telah diketahui sebelumnya, gabapentin adalah kelompok obat antikonvulsan yang bekerja pada subunit alfa-2 delta dari kanal kalsium. Obat ini akhir-akhir ini sering digunakan untuk mengatasi nyeri neuropati.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Ryan dan kawan-kawan. Penelitian ini dilakukan dengan desain acak, tersamar ganda dengan control plasebo. Penelitian ini melibatkan 62 pasien rawat jalan di Australia. Dimana pasein tersut dipilih dari pasien dengan batuk krinik yang persisten (> 8 minggu), tanpa adanya penyakit pernafasan yang aktif atau infeksi pernafasan. Penelitian dilakukan selama 10 minggu. Pasien dibagi menjadi dua kelompok, 32 orang mendapatkan gabapentin dengan dosis toleransi maksimal hingga 1800 mg, sedangkan sisanya mendapat plasebo. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa gabapentin secara signifikan dapat memperbaiki batuk dan kualitas hidup yang spesifik yang dipengaruhi oleh batuk tersebut bila dibandingkan dengan plasebo (p=0,004). Sedangkan efek samping yang paling sering timbul pada kelompok gabapentin adalah nausea dan lelah pada 3,1 % pasien.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pengobatan batuk kronik persisten dengan gabapentin terbukti efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Hasil yang positif dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa sensitisasi reflek sentral adalah mekanisme yang relevan untuk batuk kronik yang persisten. (YJF)
Referensi:
1.Pacheco A, Cobeta I, Wagner C. Refractory chronic cough: new perspectives in diagnosis and treatment. Arch Bronconeumol. 2013 Apr;49(4):151-7. doi:
10.1016/j.arbres.2012.09.009. Epub 2012 Nov 17.
2.Wiffen PJ, McQuay HJ, Edwards JE, Moore RA. Gabapentin for acute and chronic pain. Cochrane Database Syst Rev. 2005 Jul 20;(3):CD005452.
3.Ryan NM, Birring SS, Gibson PG. Gabapentin for refractory chronic cough: a randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet. 2012 Nov 3;380(9853):1583-9. doi: 10.1016/S0140-6736(12)60776-4. Epub 2012 Aug 28.
0 komentar:
Posting Komentar