Persalinan atau premature rupture membrane (PROM) terjadi sebelum waktu persalinan. Interval antara rupture membrane dan persalinan biasanya selama 1 jam. Jika hal tersebut terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut preterm PROM. Pada preterm PROM, prognosis bagi ibu dan anak adalah jelek. Sementara beberapa penelitian memusatkan perhatian pada pemecahan masalah mengenai prognosis yang mungkin dapat lebih baik, masih terdapat beberapa informasi yang kontroversial. Pilihan penatalaksanaan terbaru mencakup pemberian antibiotik, kortikosteroid, tokolitik.
Insidensi
PROM terjadi 2 -18% kehamilan, sedangkan preterm PROM umumnya jarang terjadi 0,7-4% kehamilan. Jumlah preterm sebanyak 20-40% kasus PROM.
Diagnosis
Kebanyakan kasus PROM dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik harus dikerjakan secara hati-hati untuk meminimalisasai resiko infeksi, terutama sebelum term. Pemeriksaan pelvic manual meningkatkan resiko infeksi, yang masuk melalui pemeriksaan speculum sehingga harus dihindari, kecuali persalinan cepat dan kelahiran yang telah dipersiapkan.
Diagnosis diferensial meliputi kebocoran urin, discharge vagina yang berlebihan dengan dilatasi berat atau prolap membrane, servisitis, perdarahan, semen dan cairan vagina.
Pemeriksaan menggunakan speculum servik dapat memperkuat diagnosis dan memberikan ahli obstetric secara visual gambaran servisitis, tali pusat dan prolap janin. Dilatasi servik dan “effacement” dapat dinilai dan diperoleh kultur jika tepat. Diagnosis rupture membrane juga diperkuat dengan penilaian cairan amnion pada forniks posterior vagina atau cairan amnion yang melewati saluran serviks.
Tes laboratorium “bedside” dapat mempertegas cairan amnion. Tes laboratorium mencakup tes pH, tes “ fern”, Nile blue tes.
PH sekresi vagina umumnya 4,5 – 6,0 sedangkan cairan amnion pHnya 7,1 – 7,3. Tes dikatakan posistif bila kertas Nitrazin berubah biru (pH > 6,0 – 6,5). Positif palsu dapat terjadi dalam keadaan kontaminasi dengan darah atau semen, antiseptic alkaline atau vaginosis bakteri. Sedangkan negative palsu dapat terjadi ketika ada kebocoran cairan amnion yang diperlama dengan minimal residu.
Tes fern dilakukan dengan swab forniks posterior dan cairan vagina yang dibiarkan kering di atas slide mikroskop. Tes positif bila arborization (ferning) tampak di bawah mikroskop. Positif palsu dapat terjadi bila mucus serviks terjadi ferning.
Tes Nile blue dilakukan dengan penembahan 1 tetes cairan vagina pada 1 tetes 0,1% Nile blue sulfat di atas slide mikroskop. Tes posistif bila sel lemak janin (sel non-nukleasi) berwarna merah. Negatif palsu dapat terjadi pada umur kehamilan dibawah 36 minggu dan perpanjangan rupture membrane.
Keakuratan tes pH, tes fern dan tes Nile blue diperlihatkan pada table 1. Tidak ada satupun yang benar-benar akurat. Kita menganjurkan teknik menyatupadukan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium yang telah disebutkan di atas untuk diagnosis. Kombinasi ini mempunyai nilai keakuratan 93,1%.
Jika riwayat, pemeriksaan fisik atau tes laboratorium tidak jelas, pemeriksaan USG mungkin berguna untuk mengetahui oligohidramnion. Terdapatnya oligohidramnion dan anomali saluran kencing janin atau pertumbuhan yang terganggu mendukung PROM. Jika ruptuir membrane tidak dapat didiagnosis oleh riwayat, pemeriksaan fisik, tes laboratorium dan USG, secara USG dengan bantuan pemberian zat warna indigocarmine secara transabdominal ( 1 ml dalam 9 ml salin normal steril) yang diikuti pengamatan terhadap aliran cairan biru dari vagina dalam 30 menit amniosentesis.
Preterm PROM
Etiologi
Banyak faktor yang telah diperlihatkan sampai meningkatkan preterm PROM, :
Infeksi intrauterine
Infeksi saluran reproduksi lain (Vaginosis bacterial, Trichomoniasis, Gonorre, Clamydia, Urealytikum ureaplasma, Gardnella vaginalis, Bacteroides, Staphylococcus aureus), kolonisasi servik (Streptococcus grup B), sebelum kelahiran preterm (khususnya yang berkaitan dengan PROM), perdarahan vagina, cervical cerclage, cervical inkompeten, distensi uterin (kehamilan multiple, hydramnion), membrane janin oleh flora vagina, asap rokok, status pemaparan nutrisi dan status sosial ekonomi rendah. Mekanisme kegagalan diperlihatkan pada gambar 1.
Riwayat Alami
Riwayat alami preterm PROM adalah persalinan ; 49-93% wanita dengan preterm PROM yang mengalami persalinan dalam 48 jam (tabel 2) dan 5,3-51% mengikuti kehamilan selama 7 hari. Pasien tersebut yang mencapai periode laten lebih dari 48 jam, penundaan kelahiran selama seminggu atau lebih dapat diharapkan. Keuntungan nyata terhadap janin telah diperlihatkan pada wanita yang mengalami perpanjangan periode laten. Periode laten minimal 7 hari menghasilkan penurunan morbiditas dan mortalitas neonatal dibandingkan dengan kelahiran dalam 48 jam. Preterm PROM dapat mempercepat proses maturasi. Terdapat penurunan kematian neonatal berkisar dari 8% dalam kelompok yang melahirkan segera sampai 0% dalam kelompok janin yang dilahirkan 48 jam atau lebih setelah preterm PROM.
Rata-rata periode laten setelah midtrimester preterm PROM (umur kehamilan sebelum 26 minggu) adalah 6,6 hari.Bagaimanapun median periode laten ini tidak berbeda dengan yang terjadi setelah preterm prom (2,2-3,6 hari). Dalam midtrimester preterm PROM, 57% wanita melahirkan dalam 1 minggu, 73,4% dalam 2 minggu dan 78% dalam 1 bulan.
Berdasarkan keuntungan dan perpanjangan periode laten ini, tindakan yang lebih aktif telah dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan presentasi pasien yang menunda kelahiran 48 jam. Penatalaksanaan tersebut sudah termasuk penggunaan tokolitik dan antibiotik.
Akibat Maternal
“Expectant Managemen” preterm PROM mengakibatkan resiko maternal : korioamnionitis, metritis, abrupsi plasenta (tabel 3). Resiko infeksi meningkat tergantung umur kehamilan.
Beberapa penelitian telah dilaporkan peningkatan kejadian korioamnionitis pada PROM berkisar 10 - 40%. Korioamnionitis terjadi lebih sering pada wanita dengan preterm PROM dibandingkan term PROM (26% preterm berbanding 6,7% term). Sampai 30% kasus juga terjadi infeksi postpartum.
Komplikasi infeksi mencakup lamanya tinggal di rumah sakit, sepsis dan yang jarang kematian maternal. Pada wanita yang didiagnosis korioamnionitis yang menjalani Seksio Cesaria (SC) resiko mengalami peningkatan untuk komplikasi operasi sangat potensial, contoh post operasi abses pelvis dan infeksi luka.
Wanita dengan PROM juga lebih sering membutuhkan persalinan dengan SC. Alasannya mencakup peningkatan kejadian malposisi pada janin dan variasi perlambatan berulang pada denyut jantung janin.
Faktor resiko lain adalah abruptio plasenta yang membesar. Resiko meningkat sebanyak 4 - 8 kali lipat dibandingkan rata-rata semula kurang dari 1%. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan, hipovolemi dan koagulapathi. Pengurangan tekanan uterus diakibatkan penurunan area permukaan intrauterin maka dari itu terjadi gangguan perlengketan plasenta.
Akibat Pada Janin
Penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas pada kejadian PROM adalah prematuritas dan sepsis. Mayoritas perempuan dengan PROM akan melahirkan prematur. PROM yang terjadi sebelum umur kehamilan 34 minggu terjadi hanya 1,7% dari semua kehamilan, tetapi mencapai sejumlah 20% dari mortalitas perinatal. Komplikasi yang paling umum pada semua umur kehamilan sebelum mencapai aterm adalah respiratory distress syndrome (RDS). Komplikasi serius lainnya necrotizing entero colitis (NEC) dan intraventricular haemorrhage (IVH).
Sepsis terjadi rata-rata 10% pada semua persalinan preterm dan tergantung pada umur kehamilan. Pada umur kehamilan kurang dari 29 minggu, kejadian sepsis neonatal adalah 35 - 45%; setelah 29 minggu kurang dari 10%. Resiko sepsis neonatal meningkat 6 kali lipat pada kejadian dari korioamnionitis.
Pada bayi preterm, angka kelangsungan hidup berbanding terbalik dengan umur kehamilan. Angka mortalitas berkisar antara 90% pada umur kehamilan 24 minggu, kurang dari 1% pada umur kehamilan 35 minggu, yang mempunyai kemampuan hidup lebih dari 90% pada umur kehamilan 30 minggu (tabel 4).
Morbiditas yang berat lebih banyak terjadi pada neonatus yang lahir pada umur awal kehamilan. Angka kejadian RDS menurun 100% pada umur kehamilan 25 minggu mendekati 0% pada umur kehamilan 37 minggu. Angka kejadian IVH, patent ductus arteriosus (PDA), NEC, dan sepsis secara pasti menurun setelah umur kehamilan 32 minggu dan mencapai 5% setelah 34 minggu. Bayi yang bertahan hidup pada semua komplikasi ini kebanyakan mempunyai masalah jangka panjang yang meliputi penyakit paru kronik, kelainan neurologi seperti serebral palsy, kebutaan, short bowel syndrome dan gangguan perkembangan.
Komplikasi neonatal yang lain pada PROM adalah komplikasi tulang belakang seperti prolaps dan kompresi, terbukti adanya denyut jantung janin abnormal. Jika PROM dan oligohidramnion lama (terjadi sebelum umur kehamilan 24 minggu) janin memiliki penampakan wajah abnormal, deformitas ekstremitas, gangguan pertumbuhan dan hipoplasi pulmoner.
Penatalaksanaan
Penilaian awal harus meliputi evaluasi persalinan dan janin yang mencurigakan dan infeksi intrauterin. Jika terdapat korioamnionitis kehamilan harus diterminasi tanpa memperdulikan umur kehamilan. Tidak adanya korioamnionitis penatalaksanaan tergantung pada lamanya umur kehamilan.
Presentasi janin harus ditentukan setelah swab servik dikultur, pengawasan jangka panjang harus dilakukan sampai identifikasi kompresi tali umbilikus yang jelas awal kelahiran. Pemeriksaan ultrasound dapat menilai umur kehamilan, identifikasi anomali janin, gangguan pertumbuhan janin yang jelas, dan dapat mengetahui volume cairan amnion. Jika tidak ada kecurigaan pada janin dan tidak ada infeksi intrauterin,penatalaksanaan harus dapat dilaksanakan. Pasien harus dinilai secara periodik untuk kejadian infeksi atau persalinan. Jika janin mempunyai paru-paru matur mengikuti PROM pada umur kehamilan 32 - 36 minggu, induksi persalinan dapat dipertimbangkan. Kematangan paru janin dapat ditentukan oleh perbandingan lesitin / spingomielin (L/S) atau pospatidilgliserol dari cairan amnion. Data klinik mengenai “expectant management” dibandingkan dengan induksi segera pada 30 - 34 dan 32 - 36 minggu umur kehamilan memperlihatkan peningkatan resiko korioamnionitis dan pemanjangan masa rawat inap dengan “expectat management”, tetapi resiko yang sama pada RDS, IVH, NEC dan kematian neonatal. Ketika persalinan terjadi secara induksi atau spontan, antibiotik profilaksis untuk infeksi streptococcus grup B harus diberikan intra partum.
Expectant Management
Expectant Management harus meliputi sebagai berikut :
Modifikasi bed rest untuk mempertinggi reakumulasi cairan amnion dan istirahat total pelvis untuk mencegah infeksi.
Penilaian periodik untuk kejadian infeksi atau persalinan. Peningkatan hitung sel darah putih (WBC) maternal adalah gold standar klinis untuk diagnosis pasti infeksi sistemik, meskipun tes ini tidak spesifik. Hitung darah komplit harus diulang tiap minggu untuk mengawasi kejadian infeksi. Tetapi pengawasan untuk kejadian persalinan harus dikerjakan tiap hari secara manual atau elektronik.
Kondisi janin harus diawasi secara rutin. Non stress test (NST) merupakan alat yang adekuat untuk mengetahui infeksi intrauterin dan biaya yang terjangkau. NST harus dikerjakan tiap hari pada semua pasien preterm PROM. Biophysical prifile (BPP) harus disediakan pada NST yang tidak reaktif atau tidak memuaskan. Variasi yang paling dapat ditentukan dengan BPP untuk infeksi adalah pernafasan janin. Jika NST tidak reaktif dan pernafasan abnormal janin bersamaan dengan tidak ada gerakan janin, persalinan harus dimulai.
Antibiotik harus diberikan pada pasien dengan preterm PROM. Antibiotik secara pasti memperpanjang kehamilan dan menurunkan morbiditas maternal dan neonatal. Sediaan antibiotik yang optimal tidak ada aturan pasti, tetapi penelitian terbaik yang terbaru menggunakan jenis spektrum yang luas secara intravena ( ampicillin + eritromisin ) selam 48 jam diikuti terapi oral jangka pendek dikombinasi jenis spektrum luas ( amoxillin + eritromisin ). Dari penelitian evidence based, antibiotik harus secara rutin diberikan pada preterm PROM ( 24 – 34 minggu ) karena keuntungannya lebih besar.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm PROM telah dilaporkan secara pasti manurunkan kejadian RDS, IVH dan NEC. Konsensus panel National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm PROM sebelum umur kehamilan 30 – 32 minggu yang tidak ada infeksi intra amnion. Sediaan terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
Tokolitik profilaksis setelah preterm PROM memperpanjang fase laten selama 1-2 hari, meskipun terapi tokolitik ( yang dilakukan setelah mulai kontraksi ) tidak terjadi. Nilai tokolitik profilaksis selama 1-2 hari dan kortikosteroid pada preterm PROM untuk meningkatkan maturitas paru janin tidak adekuat bila dievaluasi. Penatalaksanaan tersebut dapat meningkatkan resiko korioamnionitis dan endometritis.
TERM PROM
Etiologi
Banyak faktor yang meningkatkan resiko term PROM sama seperti preterm PROM: infeksi intrauterin, infeksi saluran reproduktif lain (vaginosis bakteri, trichomoniasis, ganore, clamidia, ureaplasma urealitikum, gardnerrella vaginalis, bacteriodeas, Sthaphyllococcus aureus), cervikal colonization (streptococcus grup B),sebelum persalinan preterm (khususnya yang berhubungan dengan PROM), perdarahan vagina, cervikal cerclage, inkompetensi servik distensi uteri (kehamilan multipel, hidramnion), pemaparan membran janin oleh flora vagina, asap rokok, status nutrisi dan status sosial ekonomi yang rendah. Faktor lainnya sel apoptotik banyak terjadi pada area berdekatan dengan sisi yang ruptur pada term PROM.
Riwayat Alamiah
Ketika PROM terjadi pada term penuh, 50% wanita akan melahirkan dalam waktu 5 jam dan 95% dalam waktu 28 jam dari pecahnya membran.
Akibat Maternal
Expectant Management dari term PROM mempunyai resiko maternal yang sama dengan preterm PROM seperti korioamnionitis, metritis, plasenta abrupsi tetapi resiko lebih rendah daripada preterm PROM.
Akibat pada Janin
Penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas neonatal pada term PROM adalah sepsis. Resiko sepsis neonatal meningkat 6 kali pada korioamnionitis.
Komlikasi neonatal lainnya pada term PROM adalah kompilkasi cord seperti prolap cord dan kompresi cord, terbukti dengan DJJ yang abnormal.
Penatalaksanaan
Jika korioamnionitis terjadi, kehamilan harus diterminasi setelah kultur swab servik dan penilaian adanya infeksi janin harus dinilai dengan monitoring DJJ. Sertvik kemudian dinilai untuk menentukan apakah induksi persalinan tepat.
Jika kondisi servik tidak baik, pematangan servik diikuti dengan induksi persalinan harus dipertimbangkan, karena hasilnya tidak berbeda pada persalinan induksi atau “expectant management”. Induksi dapat dilakukan segera atau ditunda 24-72 jam. Jika waktu masuk sampai persalinan dipercep[et oleh induksi, persalinan akan lebih panjang dan kebutuhan alat persalinan vagina akan lebih besar. Meskipun resiko infeksi maternal dapat meningkat dengan “expectant management” tidak berbeda dengan SC dan komplikasi infeksi neonatal telah diobservasi dibandingkan dengan persalinan induksi.
Jika kondisi servik bagus, sedikit yang diuntungkan persalinan yang ditunda, persalinan harus diinduksi dengan oksitosin atau prostaglandin. Pemeriksaan vagina harus dihindari selama masa laten persalinan dan diminimalisasi selama fase aktif. Jika durasi total dari pecahnya membrane diperkirakan melebihi 18 jam atau faktor resiko lain berupa infeksi streptokokus grup B. Antibiotik profilaksis harus diberikan intrapartu.
Ringkasan
PROM adalah komplikasi penting yang terjadi pada 2 - 18% dari kehamilan. Diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik. Tes laboratorium juga menentukan diagnosis. Morbiditas maternal dan neonatal meningkat terutama pada preterm PROM. Penatalaksanaan PROM akan dipengaruhi oleh ada tidaknya korioamnionitis dan oleh umur kehamilan. Pemeriksaan digital harus dicegah kecuali mendekati persalinan. Tidak adanya infeksi intrauterine dan resiko janin membahayakan atau umur kehamilan kurang dari 30 – 32 minggu, penatalaksanaan harus ekspektan. Kortekosteroid antenatal harus diberikan untuk meningkatkan maturitas paru janin. Antibiotik harus diresepkan tetapi manfaat tokolitik belum pasti.
Insidensi
PROM terjadi 2 -18% kehamilan, sedangkan preterm PROM umumnya jarang terjadi 0,7-4% kehamilan. Jumlah preterm sebanyak 20-40% kasus PROM.
Diagnosis
Kebanyakan kasus PROM dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik harus dikerjakan secara hati-hati untuk meminimalisasai resiko infeksi, terutama sebelum term. Pemeriksaan pelvic manual meningkatkan resiko infeksi, yang masuk melalui pemeriksaan speculum sehingga harus dihindari, kecuali persalinan cepat dan kelahiran yang telah dipersiapkan.
Diagnosis diferensial meliputi kebocoran urin, discharge vagina yang berlebihan dengan dilatasi berat atau prolap membrane, servisitis, perdarahan, semen dan cairan vagina.
Pemeriksaan menggunakan speculum servik dapat memperkuat diagnosis dan memberikan ahli obstetric secara visual gambaran servisitis, tali pusat dan prolap janin. Dilatasi servik dan “effacement” dapat dinilai dan diperoleh kultur jika tepat. Diagnosis rupture membrane juga diperkuat dengan penilaian cairan amnion pada forniks posterior vagina atau cairan amnion yang melewati saluran serviks.
Tes laboratorium “bedside” dapat mempertegas cairan amnion. Tes laboratorium mencakup tes pH, tes “ fern”, Nile blue tes.
PH sekresi vagina umumnya 4,5 – 6,0 sedangkan cairan amnion pHnya 7,1 – 7,3. Tes dikatakan posistif bila kertas Nitrazin berubah biru (pH > 6,0 – 6,5). Positif palsu dapat terjadi dalam keadaan kontaminasi dengan darah atau semen, antiseptic alkaline atau vaginosis bakteri. Sedangkan negative palsu dapat terjadi ketika ada kebocoran cairan amnion yang diperlama dengan minimal residu.
Tes fern dilakukan dengan swab forniks posterior dan cairan vagina yang dibiarkan kering di atas slide mikroskop. Tes positif bila arborization (ferning) tampak di bawah mikroskop. Positif palsu dapat terjadi bila mucus serviks terjadi ferning.
Tes Nile blue dilakukan dengan penembahan 1 tetes cairan vagina pada 1 tetes 0,1% Nile blue sulfat di atas slide mikroskop. Tes posistif bila sel lemak janin (sel non-nukleasi) berwarna merah. Negatif palsu dapat terjadi pada umur kehamilan dibawah 36 minggu dan perpanjangan rupture membrane.
Keakuratan tes pH, tes fern dan tes Nile blue diperlihatkan pada table 1. Tidak ada satupun yang benar-benar akurat. Kita menganjurkan teknik menyatupadukan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium yang telah disebutkan di atas untuk diagnosis. Kombinasi ini mempunyai nilai keakuratan 93,1%.
Jika riwayat, pemeriksaan fisik atau tes laboratorium tidak jelas, pemeriksaan USG mungkin berguna untuk mengetahui oligohidramnion. Terdapatnya oligohidramnion dan anomali saluran kencing janin atau pertumbuhan yang terganggu mendukung PROM. Jika ruptuir membrane tidak dapat didiagnosis oleh riwayat, pemeriksaan fisik, tes laboratorium dan USG, secara USG dengan bantuan pemberian zat warna indigocarmine secara transabdominal ( 1 ml dalam 9 ml salin normal steril) yang diikuti pengamatan terhadap aliran cairan biru dari vagina dalam 30 menit amniosentesis.
Preterm PROM
Etiologi
Banyak faktor yang telah diperlihatkan sampai meningkatkan preterm PROM, :
Infeksi intrauterine
Infeksi saluran reproduksi lain (Vaginosis bacterial, Trichomoniasis, Gonorre, Clamydia, Urealytikum ureaplasma, Gardnella vaginalis, Bacteroides, Staphylococcus aureus), kolonisasi servik (Streptococcus grup B), sebelum kelahiran preterm (khususnya yang berkaitan dengan PROM), perdarahan vagina, cervical cerclage, cervical inkompeten, distensi uterin (kehamilan multiple, hydramnion), membrane janin oleh flora vagina, asap rokok, status pemaparan nutrisi dan status sosial ekonomi rendah. Mekanisme kegagalan diperlihatkan pada gambar 1.
Riwayat Alami
Riwayat alami preterm PROM adalah persalinan ; 49-93% wanita dengan preterm PROM yang mengalami persalinan dalam 48 jam (tabel 2) dan 5,3-51% mengikuti kehamilan selama 7 hari. Pasien tersebut yang mencapai periode laten lebih dari 48 jam, penundaan kelahiran selama seminggu atau lebih dapat diharapkan. Keuntungan nyata terhadap janin telah diperlihatkan pada wanita yang mengalami perpanjangan periode laten. Periode laten minimal 7 hari menghasilkan penurunan morbiditas dan mortalitas neonatal dibandingkan dengan kelahiran dalam 48 jam. Preterm PROM dapat mempercepat proses maturasi. Terdapat penurunan kematian neonatal berkisar dari 8% dalam kelompok yang melahirkan segera sampai 0% dalam kelompok janin yang dilahirkan 48 jam atau lebih setelah preterm PROM.
Rata-rata periode laten setelah midtrimester preterm PROM (umur kehamilan sebelum 26 minggu) adalah 6,6 hari.Bagaimanapun median periode laten ini tidak berbeda dengan yang terjadi setelah preterm prom (2,2-3,6 hari). Dalam midtrimester preterm PROM, 57% wanita melahirkan dalam 1 minggu, 73,4% dalam 2 minggu dan 78% dalam 1 bulan.
Berdasarkan keuntungan dan perpanjangan periode laten ini, tindakan yang lebih aktif telah dilakukan dalam rangka usaha untuk meningkatkan presentasi pasien yang menunda kelahiran 48 jam. Penatalaksanaan tersebut sudah termasuk penggunaan tokolitik dan antibiotik.
Akibat Maternal
“Expectant Managemen” preterm PROM mengakibatkan resiko maternal : korioamnionitis, metritis, abrupsi plasenta (tabel 3). Resiko infeksi meningkat tergantung umur kehamilan.
Beberapa penelitian telah dilaporkan peningkatan kejadian korioamnionitis pada PROM berkisar 10 - 40%. Korioamnionitis terjadi lebih sering pada wanita dengan preterm PROM dibandingkan term PROM (26% preterm berbanding 6,7% term). Sampai 30% kasus juga terjadi infeksi postpartum.
Komplikasi infeksi mencakup lamanya tinggal di rumah sakit, sepsis dan yang jarang kematian maternal. Pada wanita yang didiagnosis korioamnionitis yang menjalani Seksio Cesaria (SC) resiko mengalami peningkatan untuk komplikasi operasi sangat potensial, contoh post operasi abses pelvis dan infeksi luka.
Wanita dengan PROM juga lebih sering membutuhkan persalinan dengan SC. Alasannya mencakup peningkatan kejadian malposisi pada janin dan variasi perlambatan berulang pada denyut jantung janin.
Faktor resiko lain adalah abruptio plasenta yang membesar. Resiko meningkat sebanyak 4 - 8 kali lipat dibandingkan rata-rata semula kurang dari 1%. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan, hipovolemi dan koagulapathi. Pengurangan tekanan uterus diakibatkan penurunan area permukaan intrauterin maka dari itu terjadi gangguan perlengketan plasenta.
Akibat Pada Janin
Penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas pada kejadian PROM adalah prematuritas dan sepsis. Mayoritas perempuan dengan PROM akan melahirkan prematur. PROM yang terjadi sebelum umur kehamilan 34 minggu terjadi hanya 1,7% dari semua kehamilan, tetapi mencapai sejumlah 20% dari mortalitas perinatal. Komplikasi yang paling umum pada semua umur kehamilan sebelum mencapai aterm adalah respiratory distress syndrome (RDS). Komplikasi serius lainnya necrotizing entero colitis (NEC) dan intraventricular haemorrhage (IVH).
Sepsis terjadi rata-rata 10% pada semua persalinan preterm dan tergantung pada umur kehamilan. Pada umur kehamilan kurang dari 29 minggu, kejadian sepsis neonatal adalah 35 - 45%; setelah 29 minggu kurang dari 10%. Resiko sepsis neonatal meningkat 6 kali lipat pada kejadian dari korioamnionitis.
Pada bayi preterm, angka kelangsungan hidup berbanding terbalik dengan umur kehamilan. Angka mortalitas berkisar antara 90% pada umur kehamilan 24 minggu, kurang dari 1% pada umur kehamilan 35 minggu, yang mempunyai kemampuan hidup lebih dari 90% pada umur kehamilan 30 minggu (tabel 4).
Morbiditas yang berat lebih banyak terjadi pada neonatus yang lahir pada umur awal kehamilan. Angka kejadian RDS menurun 100% pada umur kehamilan 25 minggu mendekati 0% pada umur kehamilan 37 minggu. Angka kejadian IVH, patent ductus arteriosus (PDA), NEC, dan sepsis secara pasti menurun setelah umur kehamilan 32 minggu dan mencapai 5% setelah 34 minggu. Bayi yang bertahan hidup pada semua komplikasi ini kebanyakan mempunyai masalah jangka panjang yang meliputi penyakit paru kronik, kelainan neurologi seperti serebral palsy, kebutaan, short bowel syndrome dan gangguan perkembangan.
Komplikasi neonatal yang lain pada PROM adalah komplikasi tulang belakang seperti prolaps dan kompresi, terbukti adanya denyut jantung janin abnormal. Jika PROM dan oligohidramnion lama (terjadi sebelum umur kehamilan 24 minggu) janin memiliki penampakan wajah abnormal, deformitas ekstremitas, gangguan pertumbuhan dan hipoplasi pulmoner.
Penatalaksanaan
Penilaian awal harus meliputi evaluasi persalinan dan janin yang mencurigakan dan infeksi intrauterin. Jika terdapat korioamnionitis kehamilan harus diterminasi tanpa memperdulikan umur kehamilan. Tidak adanya korioamnionitis penatalaksanaan tergantung pada lamanya umur kehamilan.
Presentasi janin harus ditentukan setelah swab servik dikultur, pengawasan jangka panjang harus dilakukan sampai identifikasi kompresi tali umbilikus yang jelas awal kelahiran. Pemeriksaan ultrasound dapat menilai umur kehamilan, identifikasi anomali janin, gangguan pertumbuhan janin yang jelas, dan dapat mengetahui volume cairan amnion. Jika tidak ada kecurigaan pada janin dan tidak ada infeksi intrauterin,penatalaksanaan harus dapat dilaksanakan. Pasien harus dinilai secara periodik untuk kejadian infeksi atau persalinan. Jika janin mempunyai paru-paru matur mengikuti PROM pada umur kehamilan 32 - 36 minggu, induksi persalinan dapat dipertimbangkan. Kematangan paru janin dapat ditentukan oleh perbandingan lesitin / spingomielin (L/S) atau pospatidilgliserol dari cairan amnion. Data klinik mengenai “expectant management” dibandingkan dengan induksi segera pada 30 - 34 dan 32 - 36 minggu umur kehamilan memperlihatkan peningkatan resiko korioamnionitis dan pemanjangan masa rawat inap dengan “expectat management”, tetapi resiko yang sama pada RDS, IVH, NEC dan kematian neonatal. Ketika persalinan terjadi secara induksi atau spontan, antibiotik profilaksis untuk infeksi streptococcus grup B harus diberikan intra partum.
Expectant Management
Expectant Management harus meliputi sebagai berikut :
Modifikasi bed rest untuk mempertinggi reakumulasi cairan amnion dan istirahat total pelvis untuk mencegah infeksi.
Penilaian periodik untuk kejadian infeksi atau persalinan. Peningkatan hitung sel darah putih (WBC) maternal adalah gold standar klinis untuk diagnosis pasti infeksi sistemik, meskipun tes ini tidak spesifik. Hitung darah komplit harus diulang tiap minggu untuk mengawasi kejadian infeksi. Tetapi pengawasan untuk kejadian persalinan harus dikerjakan tiap hari secara manual atau elektronik.
Kondisi janin harus diawasi secara rutin. Non stress test (NST) merupakan alat yang adekuat untuk mengetahui infeksi intrauterin dan biaya yang terjangkau. NST harus dikerjakan tiap hari pada semua pasien preterm PROM. Biophysical prifile (BPP) harus disediakan pada NST yang tidak reaktif atau tidak memuaskan. Variasi yang paling dapat ditentukan dengan BPP untuk infeksi adalah pernafasan janin. Jika NST tidak reaktif dan pernafasan abnormal janin bersamaan dengan tidak ada gerakan janin, persalinan harus dimulai.
Antibiotik harus diberikan pada pasien dengan preterm PROM. Antibiotik secara pasti memperpanjang kehamilan dan menurunkan morbiditas maternal dan neonatal. Sediaan antibiotik yang optimal tidak ada aturan pasti, tetapi penelitian terbaik yang terbaru menggunakan jenis spektrum yang luas secara intravena ( ampicillin + eritromisin ) selam 48 jam diikuti terapi oral jangka pendek dikombinasi jenis spektrum luas ( amoxillin + eritromisin ). Dari penelitian evidence based, antibiotik harus secara rutin diberikan pada preterm PROM ( 24 – 34 minggu ) karena keuntungannya lebih besar.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm PROM telah dilaporkan secara pasti manurunkan kejadian RDS, IVH dan NEC. Konsensus panel National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm PROM sebelum umur kehamilan 30 – 32 minggu yang tidak ada infeksi intra amnion. Sediaan terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
Tokolitik profilaksis setelah preterm PROM memperpanjang fase laten selama 1-2 hari, meskipun terapi tokolitik ( yang dilakukan setelah mulai kontraksi ) tidak terjadi. Nilai tokolitik profilaksis selama 1-2 hari dan kortikosteroid pada preterm PROM untuk meningkatkan maturitas paru janin tidak adekuat bila dievaluasi. Penatalaksanaan tersebut dapat meningkatkan resiko korioamnionitis dan endometritis.
TERM PROM
Etiologi
Banyak faktor yang meningkatkan resiko term PROM sama seperti preterm PROM: infeksi intrauterin, infeksi saluran reproduktif lain (vaginosis bakteri, trichomoniasis, ganore, clamidia, ureaplasma urealitikum, gardnerrella vaginalis, bacteriodeas, Sthaphyllococcus aureus), cervikal colonization (streptococcus grup B),sebelum persalinan preterm (khususnya yang berhubungan dengan PROM), perdarahan vagina, cervikal cerclage, inkompetensi servik distensi uteri (kehamilan multipel, hidramnion), pemaparan membran janin oleh flora vagina, asap rokok, status nutrisi dan status sosial ekonomi yang rendah. Faktor lainnya sel apoptotik banyak terjadi pada area berdekatan dengan sisi yang ruptur pada term PROM.
Riwayat Alamiah
Ketika PROM terjadi pada term penuh, 50% wanita akan melahirkan dalam waktu 5 jam dan 95% dalam waktu 28 jam dari pecahnya membran.
Akibat Maternal
Expectant Management dari term PROM mempunyai resiko maternal yang sama dengan preterm PROM seperti korioamnionitis, metritis, plasenta abrupsi tetapi resiko lebih rendah daripada preterm PROM.
Akibat pada Janin
Penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas neonatal pada term PROM adalah sepsis. Resiko sepsis neonatal meningkat 6 kali pada korioamnionitis.
Komlikasi neonatal lainnya pada term PROM adalah kompilkasi cord seperti prolap cord dan kompresi cord, terbukti dengan DJJ yang abnormal.
Penatalaksanaan
Jika korioamnionitis terjadi, kehamilan harus diterminasi setelah kultur swab servik dan penilaian adanya infeksi janin harus dinilai dengan monitoring DJJ. Sertvik kemudian dinilai untuk menentukan apakah induksi persalinan tepat.
Jika kondisi servik tidak baik, pematangan servik diikuti dengan induksi persalinan harus dipertimbangkan, karena hasilnya tidak berbeda pada persalinan induksi atau “expectant management”. Induksi dapat dilakukan segera atau ditunda 24-72 jam. Jika waktu masuk sampai persalinan dipercep[et oleh induksi, persalinan akan lebih panjang dan kebutuhan alat persalinan vagina akan lebih besar. Meskipun resiko infeksi maternal dapat meningkat dengan “expectant management” tidak berbeda dengan SC dan komplikasi infeksi neonatal telah diobservasi dibandingkan dengan persalinan induksi.
Jika kondisi servik bagus, sedikit yang diuntungkan persalinan yang ditunda, persalinan harus diinduksi dengan oksitosin atau prostaglandin. Pemeriksaan vagina harus dihindari selama masa laten persalinan dan diminimalisasi selama fase aktif. Jika durasi total dari pecahnya membrane diperkirakan melebihi 18 jam atau faktor resiko lain berupa infeksi streptokokus grup B. Antibiotik profilaksis harus diberikan intrapartu.
Ringkasan
PROM adalah komplikasi penting yang terjadi pada 2 - 18% dari kehamilan. Diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan pemeriksaan fisik. Tes laboratorium juga menentukan diagnosis. Morbiditas maternal dan neonatal meningkat terutama pada preterm PROM. Penatalaksanaan PROM akan dipengaruhi oleh ada tidaknya korioamnionitis dan oleh umur kehamilan. Pemeriksaan digital harus dicegah kecuali mendekati persalinan. Tidak adanya infeksi intrauterine dan resiko janin membahayakan atau umur kehamilan kurang dari 30 – 32 minggu, penatalaksanaan harus ekspektan. Kortekosteroid antenatal harus diberikan untuk meningkatkan maturitas paru janin. Antibiotik harus diresepkan tetapi manfaat tokolitik belum pasti.