Minggu, 31 Mei 2015
Senin, 01 September 2014
Download Ebook Rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di indonesia 2013-2015
Bagi anda yang membutuhkan Ebook Rencana aksi percepatan penurunan angka kematian ibu di indonesia 2013-2015 silahkan:
Download
Semoga berguna
Download
Semoga berguna
Download Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
Bagi anda yang membutuhkan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, silahkan download:
Download
Semoga berguna
Selasa, 24 Juni 2014
Tuberkulosis (TB) Paru
12.52.00
No comments
No ICPC II : A70 Tuberculosis
No ICD X : A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and histologically
confirmed
Tingkat Kemampuan: 4A
Masalah Kesehatan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak ≥ 2 minggu. Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai sesak napas, nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari 1 bulan.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5). Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tergantung luas lesi dan kondisi
pasien.
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
b. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
c. Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
d. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak.
e. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
1. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
2. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
f. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
Standar Diagnosis
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
b. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah spesimen pagi.
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa mikrobiologi dahak.
d. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan kriteria berikut:
1. Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks sesuai TB.
2. Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
e. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe
mediastinal atau hilar) pada anak:
1. Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
2. Foto toraks sesuai gambaran TB.
3. Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.
4. Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72
jam).
Diagnosis TB pada anak:
Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB pada anak:
a. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
b. Masalah Berat Badan (BB):
1. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau
2. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik; atau
3. BB tidak naik dengan adekuat.
c. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
e. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan;
f. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak. Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-diagnosis maupun over-diagnosis.
Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita
Catatan:
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.
Komplikasi
a. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
b. TB ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
c. Kor Pulmonal
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
c. Mencegah kekambuhan TB.
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
e. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.
Prinsip-prinsip terapi
a. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai.
b. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC (Tabel 2).
1. Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.
2. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin
3. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).
Catatan:
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.
Komplikasi
a. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
b. TB ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
c. Kor Pulmonal
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
c. Mencegah kekambuhan TB.
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
e. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.
Prinsip-prinsip terapi
a. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai.
b. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC (Tabel 2).
1. Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.
2. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin
3. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).
Kategori Prognosis
12.03.00
No comments
Kategori prognosis sebagai berikut :
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.
Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam : sembuh
2. Bonam : baik
3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu
• Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
• Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.
Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam : sembuh
2. Bonam : baik
3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu
• Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
• Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek
Kamis, 19 Juni 2014
Sirkumisi
18.53.00
No comments
Sirkumsisi adalah:
Kontraindikasi:
Absolut/ Mutlak
Peralatan:
Bahan operasi:
Informed consent: Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
Rekam medis:
Prakhitan:
Riwayat perdarahan
Pemeriksaan fisik:
Hypospadia:
Langkah-langkah khitan:
1. Tindakan aseptik
2. Anastesi
Dengan menggunakan metode blok, caranya:
a. Sensasi seperti menembus kertas
b. Jika jarum ditarik ke atas batang penis sedikit terangkat
c. Bila obat disuntikan tidak terjadi edema
3. Pembebasan perlengketan preputium dengan gland penis
a. Teknik Klem
Menarik preputium ke arah proksimal sehingga tampak perlengketanya, kemudian klem dibuka sambil didorong dan ditekan ke arah perlengkatan. Cara ini dilakukan berulang-ulang ke arah proksimal dan ke lateral sampai terlihat sulkus corona glandis dan terlihat pangkal mukosa preputium disekeliling sulkus corona glands penis.
b. Teknik kasa
4. Pembersihan smegma
Dengan menggunakan kassa yang ditekan dan didorong, jika smegma sulit bisa dengan menggunakan kassa yang dioles povidin iodin.
5. Insisi
6. Hemostasis
Cari sumber perdarahan, klo ada bisa diligasi dengan hecting
7. Hecting
Hecting di jam 6 simpul 8, jam 12, jam 9 dan jam 3 jahit satu2
8. Pembalutan
Dibalut dengan sofratul lalu pake kassa steril
Perawatan pasca khitan:
Anak jangan terlalu aktif
Jangan terkena debu atau kotoran lain
Jangan basah
Kontrol kalau ada keluhan komplikasi
Kontrol hari ketiga
Kontraindikasi:
Absolut/ Mutlak
- Hypospadia
- Epispadia
- Kelainan hemostasis
Peralatan:
- Troli
- Korentang dan wadahnya
- Kom kecil 2 buah untuk tempat betadin dan alkohol
- Tempat sampah
- Bed
- Bantal
- Klem sirkumsisi
- Listrik + gulungan kabel
- Elektrokauter
Bahan operasi:
- Benang catgut
- Kassa steril
- Duk bolong
- Plester
- Lidocain
- Kapas
- Povidin Iodin
- Alkohol
- Handscoen steril
- Spuit 3 cc
- Needle No 27
- Hypavx SDS (Surgical Dressing Strip)
- Epinephrin
- Dexa
Informed consent: Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
Rekam medis:
Prakhitan:
- Hypospadia/ epispadia
- Kelainan hemostatsis
- DM
- Riwayat penyakit lainnya
- Riwayat penyakit menular
- Riwayat alergi obat
Riwayat perdarahan
Pemeriksaan fisik:
Hypospadia:
Langkah-langkah khitan:
1. Tindakan aseptik
- Pegang dan tarik sedikit ujung preputium dengan kasa steril oleh tangan kiri
- Usapkan povidin iodin keseluruh permukaan penis dan daerah sekitarnya dengan tangan kanan secara melingkar dari dalam ke luar
- Dengan cara yang sama usapkan juga alkohol
- Tutup lapangan operasi dengan duk bolong
2. Anastesi
Dengan menggunakan metode blok, caranya:
- Identifikasi pangkal penis, simfisis os pubis
- Suntikan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis dibawah simfisis os pubis sampai menembus fascia buch, tanda-tanda jarum telah menembus fascia buch:
a. Sensasi seperti menembus kertas
b. Jika jarum ditarik ke atas batang penis sedikit terangkat
c. Bila obat disuntikan tidak terjadi edema
- Aspirasi, jika tidak ada darah masukan obat anastesi sekitar 1 cc
- Jarum dicabut sedikit, miringkan jarum sekitar 30 derajat kearah kanan, tusukan lagi sedikit, aspirasi, masukan obat sekitar 1-2 cc
- Jarum dicabut sedikit, miringkan sekitar 30 derajat ke arah kiri, tusukan lagi sedikit, aspirasi, masukan obat sekitar 1-2 cc
- Masase daerah pangkal penis dan ujilah dengan menjepit kulit preputium
- Jika pada aspirasi terdapat darah jarum dapat dimasukan lagi atau dicabut sedkit sampai tidak ada darah
3. Pembebasan perlengketan preputium dengan gland penis
a. Teknik Klem
Menarik preputium ke arah proksimal sehingga tampak perlengketanya, kemudian klem dibuka sambil didorong dan ditekan ke arah perlengkatan. Cara ini dilakukan berulang-ulang ke arah proksimal dan ke lateral sampai terlihat sulkus corona glandis dan terlihat pangkal mukosa preputium disekeliling sulkus corona glands penis.
b. Teknik kasa
Teknik ini dengan menggunakan kasa steril. Caranya hampir sama yaitu menarik preputium dengan tangan kiri ke arah proksimal sampai teregang sehingga terlihat daerah perlengketan. tangan kanan memegang kasa untuk membebaskan perlengketan. Kemudian daerah perlengketan ditekan dengan kassa dan didorong kearah proksimal sehingga perlengketan lepas sedikit demi sedikit . Hal ini dilakukan berulang-ulang ke sekeliling perlengketan pada gland penis.
4. Pembersihan smegma
Dengan menggunakan kassa yang ditekan dan didorong, jika smegma sulit bisa dengan menggunakan kassa yang dioles povidin iodin.
5. Insisi
- Metode klasik:
- Tandai batas insisi
- Pasang klem di jam 12 dan jam 6 tarik ke distal sampai meregang (oleh asisten)
- Urutlah glands se proxsimal mungkin dan fisasi glands dengan tangan kiri
- Jepitkan koher tepat pada batas insisi yang telah dibuat dengan arah melintang miring (sekitar 40 derajat) antara jam 12 dan jam 6 ( jam 6 lebih distal)
- Pastikan glands tidak terjepit dengan ara mengurutnya ke proksimal dan coba digoyangkan (glans goyang jika tidak terjepit)
- Potong preputium diatas kocher dengan bisturi/ cauter
- Lepaskan kocher dan munculkan kembali glands
- Rapikan sayatan dengan gunting terutama jika mukosa masih panjang
6. Hemostasis
Cari sumber perdarahan, klo ada bisa diligasi dengan hecting
7. Hecting
Hecting di jam 6 simpul 8, jam 12, jam 9 dan jam 3 jahit satu2
8. Pembalutan
Dibalut dengan sofratul lalu pake kassa steril
Perawatan pasca khitan:
Anak jangan terlalu aktif
Jangan terkena debu atau kotoran lain
Jangan basah
Kontrol kalau ada keluhan komplikasi
Kontrol hari ketiga
Langganan:
Postingan (Atom)